Selasa, 26 Januari 2016

SURAT GUGATAN



       Tugas Mandiri                                                                     Dosen Pembimbing        Hukum Administrasi Negara                                                        Mahmuzar. M.Hum

“SURAT GUGATAN”

UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2016


“SURAT GUGATAN”
A.                Pengertian Gugatan
Untuk memulai dan menyelesaikan persengketaan perkara perdata yang terjadi diantara anggota masyarakat, salah satu pihak yang bersengketa harus mengajukan permintaan pemeriksaan kepada pengadilan. Para pihak yang dilanggar haknya dalam perkara perdata disebut penggugat yang mengajukan gugatan kepada pengadilan dan ditujukan kepada pihak yang melanggar (tergugat) dengan mengemukakan duduk perkara (posita) dan disertai dengan apa yang menjadi tuntutan penggugat (petitum).
Surat gugatan dalam arti luas dan abstrak mempunyai satu tujuan ialah menjamin terlaksananya tertib hukum dalam bidang perdata, sedangkan dalam arti sempit adalah suatu tata cara untuk memperoleh perlindungan hukum dengan bantuan Penguasa, suatu tata cara yang mengandung suatu tuntutan oleh seseorang tertentu melalui saluran-saluran yang sah, dan dengan suatu putusan hakim ia memperoleh apa yang menjadi "haknya" atau kepentingan yang diperkirakan sebagai haknya.
Gugatan merupakan suatu perkara yang mengandung sengketa atau konflik antara pihak-pihak yang menuntut pemutusan dan penyelesaian pengadilan. Menurut Sudikno Mertokusumo gugatan adalah tuntutan hak yaitu tindakan yang bertujuan memberikan perlindungan yang diberikan oleh pengadilan untuk mencegah perbuatan main hakim sendiri (eigenrichting).
Surat gugatan ialah surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung sengketa dan sekaligus landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak. Permohonan adalah suatu surat permohonan yang didalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh suatu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa, sehingga badan peradilan yang mengadili dapat dianggap suatu proses peradilan yang bukan sebenarnya. Surat permohonan ialah suatu permohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa.





B.                 Formulasi Surat Gugatan
Setiap orang yang merasa dirugikan dapat mengajukan Gugatan terhadap pihak yang dianggap merugikan melalui pengadilan. Bentuk Gugatan dapat diajukan secara lisan atau secara tertulis. Gugatan itu harus diajukan oleh orang atau badan hukum yang berkepentingan, dan tuntutan hak di dalam Gugatan harus merupakan tuntutan hak yang ada kepentingan hukumnya yang dapat dikabulkan apabila kebenarannya dapat dibuktikan dalam sidang pemeriksaan.
Ciri-ciri Gugatan adalah:
1.      Perselisihan hukum yg diajukan ke pengadilan berupa sengketa.
2.      Sengketa terjadi di antara para pihak, minimal antara 2 (dua) pihak.
3.      Bersifat partai (party) dengan kedudukan, pihak yang satu berkedudukan sebagai Penggugat, dan pihak lain berkedudukan sebagai Tergugat.
C.                 Syarat Gugatan
Mengenai persyaratan tentang isi dari pada Gugatan tidak ada ketentuannya, tetapi kita dapat melihat dalam Rv Pasal 8 angka 3 yang mengharuskan adanya pokok Gugatan yang meliputi:
1.      Identitas para pihak.
Yang dimaksud dengan identitas adalah ciri-ciri dari Penggugat dan Tergugat, yaitu Nama, pekerjaan, tempat tinggal atau domisili.
2.      Dalil-dalil konkret tentang adanya peristiwa dan hubungan hukum yang merupakan dasar serta alasan-alasan dari tuntutan. Dalil-dalil ini lebih dikenal dengan istilah Fundamental Petendi.
Fundamental Petendi adalah dalil-dalil hukum konkret tentang adanya hubungan hukum yang merupakan dasar dan alasan dari tuntutan. Fundamental Petendi terbagi atas 2 (dua) bagian:
1.      Bagian yang menguraikan tentang kejadian atau peristiwa (feitelijke gronden) dan,
2.      Bagian yang menguraikan tentang dasar hukumnya (rechtgronden).
Uraian tentang kejadian merupakan penjelasan duduknya perkara, tentang adanya hak atau hubungan hukum yang menjadi dasar yuridis dari tuntutan. Tentang uraian yuridis tersebut tidak harus menyebutkan peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar tuntutan, melainkan hanya hak atau peristiwa yang harus dibuktikan di dalam persidangan nanti sebagai dasar dari tuntutan yang memberikan gambaran mengenai fakta materiil.
3.      Tuntutan atau Petitum, harus jelas dan tegas. HIR dan Rbg sendiri hanya mengatur mengenai cara mengajukan Gugatan.
Tuntutan atau Petitum adalah segal hal yang dimintakan atau dimohonkan oleh Penggugat agar diputuskan oleh majelis hakim. Jadi, Petitum itu akan terjawab di dalam amar atau diktum putusan. Oleh karenanya, Petitum harus dirumuskan secara jelas dan tegas. Apabila Petitum yang tidak jelas atau tidak sempurna dapat berakibat tidak diterimanya Petitum tersebut. Demikian pula Gugatan yang berisi pernyataan-pernyataan yang bertentangan satu sama lain disebut obscuur libel (Gugatan yang tidak jelas atau Gugatan kabur), yang berakibat tidak diterimanya atau ditolaknya Gugatan tersebut. Petitum terbagi menjadi 3 (tiga) yaitu:
a.       Petitum Primer atau tuntutan pokok yang langsung berhubungan dengan pokok perkara.
b.      Petitum Tambahan, bukan tuntutan pokok tetapi masih ada hubungannya dengan pokok perkara.
Petitum Tambahan dapat berwujud:
1)      Tuntutan agar Tergugat di hukum untuk membayar biaya perkara.
2)      Tuntutan “uivoerbaar bij voorraad” yaitu tuntutan agar putusan dapat dilaksanakan lebih dulu meskipun ada perlawanan, banding atau kasasi. Di dalam praktek, tuntutan uivoerbaar bij voorraad sering dikabulkan, akan tetapi Mahkamah Agung menginstruksikan agar hakim jangan secra mudah memberikan putusan uivoerbaar bij voorraad.
3)      Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar bunga (moratoir) berupa sejumlah uang tertentu.
4)      Tuntutan agar tergugat dihukum untuk membayar uang paksa (dwangsom).
c.       Petitum Subsidiari atau pengganti. Biasanya berisi kata-kata: “apabila Majelis Hakim perkara perpendapat lain, mohon putusan yang seadil-adilnya.
Jadi, maksud dan tujuan tuntutan subsidiair adalah apabila tuntutan primer ditolak masih ada kemungkinan dikabulkannya gugatan yang didasarkan atas kebebasan atau kebijaksaaan hakim berdasarkan keadilan.
D.                Contoh Surat Gugatan
SURAT GUGATAN PERKARA

Jakarta, …… 15……
Kepada Yth,
Bpk. Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
di-
Jakarta
Perihal : Gugatan  

Dengan hormat, 
Yang bertanda tangan dibawah ini: 
1. Ali Hufam, S.H.,M.H 
2. Yoga Pratama ,S.H
Sebagai Advokat, berkantor di Jl. Kucing No. 120 A Jakarta Timur. Berdasarkan Surat Kuasa (SK) per tanggal 21 Maret 2013, bertindak untuk dan atas nama :                            Hasan Huda                                Pengusaha, beralamat di Jl. Cilacap No. 209 Jakarta Timur, selanjutnyadisebut sebagai pihak PENGGUGAT, mohon menyampaikan gugatan terhadap: Yaya Ali                       pedagang, beralamat di Jl. Gatot Kaca No. 99 Jakarta Pusat, selanjutnya disebuat sebagai pihak TERGUGAT.
Bahwa gugatan Penggugat tersebut sebagai berikut :
Bahwasannya pada tanggal 15 Fabruari 2013 antara pihak penggugat dan pihak tergugat sudah mengadakan perjanjian melalui Notaris Johan Ali, S.H sebagaimana tercantum pada Akta Notaris 12 yang isinya penggugat akan mengerjakan mendirikan sebuah bangunan di atas tanah milik Tergugat dengan ukuran panjang 20 mater, lebar 8 meter. Semua bangunan tersebut harus selesai dan diserahkan oleh Penggugat kepada Tergugat dalam waktu 2 (satu) bulan, yakni 15 Fabruari 2013. 
Harga bangunan tersebut sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada penggugat, sementara sisanya sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dilunasi Tergugat pada saat bangunan toko tersebut sudah selesai dan diserahkan Penggugat kepadanya. ........................................................... Bahwasannya bangunan toko tersebut sudah Penggugat selesaikan dan diserahkan kepada Tergugat tepat pada waktunya, yaitu tanggal 15 Fabruari 2013, dan ternyata Tergugat belum melunasi sisa harga bangunan toko sebesar Rp.50.000.000,00 (limapuluh juta rupiah) kepada pihak Penggugat dengan alasan masih belum memiliki uang dan yang bbersangkutan meminta waktu 1 (satu) minggu mendatang. Permintaan Tergugat tersebut disetujui oleh Penggugat. ............................................................. Bahwa sesudah tiba waktu 1 (satu) minggu sesuai yang dijanjikan, ternyata tergugat tidak menepati janji. Oleh yang demikian, wajar apabila Penggugat menuntutnya lewat Pengadilan Negeri Jakarta Pusat; ......................................................................... Bahwa dikarenakan Penggugat khawatir Tergugat memberikan bangunan toko tersebut kepada orang lain, maka Penggugat mohon agar diletakkan sita jaminan atasnya; .......................... Bahwasannya supaya Tergugat bersedia melaksanakan putusan perkara ini nantinya, dimohon supaya tergugat dihukum membayar uang paksa kepada penggugat sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sehari, setiap yang yang bersangkutan lalai memenuhi isi putusan terhitung sejak putusan dibacakan sampai dilaksanakan; ......................................................... Bahwasannya mengingat gugatan Penggugat cukup beralasan dan dikuatkan oleh bukti-bukti yang sah, maka penggugat memohon putusan bijvoorrad;................................................. Berdasarkan alasan-alasan tersebut diatas, Penggugat mohon kepada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat berkenan memutuskan sebagai berikut: PRIMAIR.
1)      Mengabulkan gugatan penggugat seluruhnya;.............................................
2)      Menyatakan sah dan berharga semua alat bukti yang diajukan penggugat dalam perkara ini;..............................................................
3)      Menyatakan sah menurut hukum Akta Notaris Nomor 15 tertanggal 15 Februari 2013 antara penggugat dan tergugat yang dibuat dimuka Notaris Johan Ali, S.H.; ...........................................
4)      Menyatakan tergugat tidak menepati janji (wanprestasi) tidak melunasi sisa pembayaran pembangunan toko sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) kepada penggugat; ...............................................................
5)      Menghukum Tergugat untuk membayar kepada Penggugat sisa pembayaran pembangunan toko sebesar Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) secara tunai;..................................................
6)      Menyatakan sah dan berharga sita jaminan dalam perkara ini; ..............................................
7)      Menghukum Tergugat membayar uang paksa kepada Penggugat sebesar Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah) sehari, setiap yang bersangkutan lalai memenuhi isi putusan, terhitung sejak putusan dibacakan hingga dilaksanakannya; ..........................................
8)      Menyatakan bahwa putusan ini dapat dijalankan lebih dahulu meskipun ada perlawanan, banding, atau kasasi;...........................................................
9)      Menghukum Tergugat untuk membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini;..................................................................... SUBSIDAIR Memohon agar Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dapat memberikan putusan yang adil dan bijaksana. 

Terimakasih

Hormat kuasa penggugat,



Ali Hufam, S.H.,M.H                                                                   Yoga Pratama, S.H







KESIMPULAN
Surat gugatan dalam arti luas dan abstrak mempunyai satu tujuan ialah menjamin terlaksananya tertib hukum dalam bidang perdata, sedangkan dalam arti sempit adalah suatu tata cara untuk memperoleh perlindungan hukum dengan bantuan Penguasa, suatu tata cara yang mengandung suatu tuntutan oleh seseorang tertentu melalui saluran-saluran yang sah, dan dengan suatu putusan hakim ia memperoleh apa yang menjadi "haknya" atau kepentingan yang diperkirakan sebagai haknya.
Surat gugatan ialah surat yang diajukan oleh penggugat kepada Ketua Pengadilan Agama yang berwenang, yang memuat tuntutan hak yang di dalamnya mengandung sengketa dan sekaligus landasan pemeriksaan perkara dan pembuktian kebenaran suatu hak. Surat permohonan ialah suatu permohonan yang di dalamnya berisi tuntutan hak perdata oleh satu pihak yang berkepentingan terhadap suatu hal yang tidak mengandung sengketa.



DAFTAR PUSTAKA

Gatot Supramono, Hukum Pembuktian di Peradilan Agama, Bandung: Alumni, 1993, Hal 14.
Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Yogyakarta : Liberty. 2002. Hal. 52.