Tugas Mandiri Dosen Pembimbing Hukum Administrasi Negara Mahmuzar
ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG
BAIK
DAN
UU TENTANG PELAKSANAAN PEMERINTAH
YANG BERSIH DARI KKN
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI
DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
PEMBAHASAN
Asas-asas
Umum Pemerintahan yang Baik
A.
Pengertian
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
Menurut Ridwan HR pemahaman mengenai AAUPB tidak hanya
dapat dilihat dari segi kebahasan saja namun, juga dari segi sejarahnya, karena
asas ini timbul dari sejarah juga. Dengan bersandar kepada kedua konteks ini,
AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara
dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian
penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian
penyelenggaraan pemerintahan menjadi sopan, baik, adil, terhormat, bebas dari
kedzaliman, pelanggaran peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang, dan
tindakan sewenang-wenang.
Hadjon berpendapat AAUPB yang telah mendapat pengakuan
dalam praktek hukum di Belanda, yaitu asas persamaan, asas kepercayaan, asas
kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan (motivasi), larangan
penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang.
AAUPB adalah pemerintahan yang tindakan-tindakan
pemerintahannya yang berupa keputusan-keputusan tidak menjadi bulanan-bulanan
di peradilan, khususnya di Peradilan Tata Usaha Negara, karena
keputusan-keputusannya selalu di gugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Di Belanda asas-asas umum pemerintahan yang baik
dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh
pemerintah diatur dalam Wet AOB yaitu ketetapan-ketetapan pemerintahan dalam
hukum administrasi oleh kekuasaan kehakiman “tidak bertentangan dengan apa
dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang
pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai
asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim. Sebagai hukum tidak
tertulis, arti yang tepat untuk AAUPB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu
dapat dijabarkan denagn teliti.
B.
Asas-asas Umum
Pemerintahan yang Baik di Indonesia
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia di akui
secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika
pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas
itu dimasukkan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan atau pejabat
tata usaha Negara. Akan tetapi putusan ini ditolak oleh pemerintah dengan
alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku menteri kehakiman tersebut.
Tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN bukan berarti
eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena ternyata seperti yang terjadi di
Belanda AAUPB ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama pada PTUN,
sebagaimana akan terlihat nanti pada sebagian contoh-contoh putusan PTUN.
Kalaupun AAUPB ini tidak terakomodasi dalam UU PTUN, tetapi sebenarnya
asas-asas ini dapat digunakan dalam praktik peradilan di Indonesia karean
memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970 tentang kekuasaan
pokok kehakiman: “ pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili
sesuatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak atau kurang jelas,
melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dalam pasal 27 ayat (1) UU
No. 14/1970 ditegaskan: “hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib
mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam
masyarakat”. Dengan ketentuan pasal ini,
asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan
administrasi di Indonesia.
Di Indonesia, pemikiran tentang asas-asas umum
pemerintahan yang baik secara popular kali pertama disajikan dalam buku Prof.
Kuntjoro Purbopranato dalam bukunya yang berjudul “Beberapa catatan hukum Tata
Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara” mengetengahkan 13 asas yaitu:
1)
Asas Kepastian
Hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu
lebih bersifat hukum material, dan yang lain bersifat formal. Aspek hukum
material terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan atas
kepastian hukum menghalangu badan pemerintahan untuk menarik kembali suatu
keputusan. Dengan kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah
diperoleh seorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Jadi demi kepastian
hukum, setiap keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk
dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya dalam proses peradilan.
Adapun aspek yang bersifat formal dari asas kepastian
hukum membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait
pada ketetapan-ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata
yang jelas. Asas kepastian hukum memberikan hak kepada yang berkepentingan
untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki dari padanya.
2)
Asas
Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara
hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki
pula adanya criteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi
pelanggaraan atau kealpaan yang dilakukan oleh seseorang sehingga memudahkan
penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan
serta sejalan dengan kepastian hukum. Artinya terhadap pelanggaran atau
kealpaan yang serupa yang dilakukan oleh orang yang berbeda akan dikenakan
sanksi yang sama, sesuai dengan criteria yang ada.
3)
Asas Kesamaan
Asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas ini
menghendaki badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak
bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah
untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada
pelaksanaan wewenang bebas.
Meskipun demikian, agaknya sukar ditemukan adanya
kesamaan mutlak dalam dua atau lebih kasus, oleh karena itu menurut Philipus M.
Hadjon, asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Bila
pemerintah dihadapkan pada tugas baru yang dalam rangka itu harus mengambil
banyak sekali KTUN, maka pemerintah memerlukan aturan-aturan atau
pedoman-pedoman. Bila pemerintah sendiri menyusun aturan-aturan atau
pedoman-pedoman itu untuk memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebasnya, maka
itu disebut aturan-aturan kebijaksanaan. Jadi tujuan aturan-aturan
kebijaksanaan ialah menunjukkan perwujudan asas perlakuan yang sama atau asas
persamaan yang berlaku bagi setiap orang.
4)
Asas Bertindak
Cermat
Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan
sebelum mengambil keputusan, meneliti semua fakta yang relavan dan memuaskan
pula semua kepentingan yang relavan dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta
penting kurang teliti, itu berarti tidak cermat. Asas kecermatan membawa serta,
bahwa badan pemerintah tidak boleh dengan mudah menyimpangi nasehat yang
diberikan apalagi dalam panitia penasihat itu duduk ahli-ahli dalam bidang
tertentu. Penyimpangan memang dibolehkan, tetapi mengharuskan pemberian alasan
yang tepat dan kecermatan yang tinggi.
5)
Asas Motivasi
untuk setiap Keputusan
Setiap keputusan yang dikeluarkan oleh badan-badan
pemerintahan harus mempunyai alasan yang jelas, benar dan adil. Perlunya
motivasi dimasukkan dalam setiap keputusan adalah untuk mengetahui
alasan-alasan yang dijadikan sebagai pertimbangan dikeluarkannya keputusan.
Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintah harus
mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar ini harus benar dan
jelas, sehingga pihak administrable memperoleh pengertian yang cukup jelas atas
keputusan yang ditujukan kepadanya.
6)
Asas jangan
Mencampuradukkan Kewenangan
Asas ini berkaitan dengan larangan bagi badan atau
pejabat administrasi negara untuk menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain
selain daripada tujuan yang telah ditetapkan untuk kewenangan tersebut. Jadi,
suatu kewenangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus
dipergunakan untuk kepentingan umum tidak boleh dipakai untuk kepentingan
pribadi.
Kewenangan pemerintah secara umum mencakup tiga hal,
yaitu kewenangan dari segi material, kewenangan dari segi wilayah, dan
kewenangan dari segi waktu. Seorang pejabat pemerintah memiliki wewenang yang
sudah ditentukan dalam aturan perundang-undangan baik dari segi material,
wilayah maupun waktu. Aspek-aspek wewenang ini tidak dapat dijalankan melebihi
apa yang sudah ditentukan dalam peraturan yang berlaku.
7)
Asas Perlakuan
yang jujur atau asas permainan yang layak
Asas ini menghendaki agar pejabat administrasi negara
harus memberikan kesempatan seluas-luasnya pada masyarakat untuk mendapatkan
informasi yang benar dan adil sehingga keadilan dan kebenaran yang dikehendaki
masyarakat dapat terwujud. Dengan kata lain masyarakat dapat meminta pengadilan
untuk memberikan keputusan yang adil sehingga eksistensi instansi peradilan sebagai
lembaga yang memberikan keadilan dapat di akui masyarakat atau orang yang
mencari keadilan.
Asas ini penting dalam peradilan administrasi negara
karena dapat perbedaan kedudukan antara pihak penggugat dengan tergugat. Pejabat
selaku pihak tergugat secara politis memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding
dengan kedudukan penggugat. Selaku pihak yang memiliki kedudukan yang lebih
tinggi, tergugat lebih sukar mengakui kekeliruan atau kesalahan yang
dilakukannya karena hal ini berkaitan dengan kredibilitas dan harga diri dari
pejabat negara yang bersangkutan
8)
Asas Kelayakan
atau Kewajaran
Asas
ini menghendaki setiap tindakan badan atau pejabat administrasi negara selalu
memperhatikan aspek kelayakan dan kewajaran. Asas kelayakan menuntut tindakan
secara proporsional, sesuai, seimbang dan selaras dengan hak setiap orang.
Karena itu, setiap pejabat pemerintah dalam melakukan tindakannya harus selalu
memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, baik itu berkaitan dengan
agama, moral, adat istiadat, maupun nilai-nilai lainnya.
9)
Asas Menanggapi
Penghargaan yang wajar
Asas ini menghendaki agar tindakan administrasi negara
dapat menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yang berkepentingan. Asas ini
menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus
menimbulkan harapan-harapan bagi negara. Oleh karena itu aparat pemerintah
harus memperhatikan asas ini sehingga jika suatu harapan sudah berlanjut
diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipin tidak
menguntungkan bagi pemerintah.
10)
Asas Meniadakan
akibat suatu keputusan yang batal
Asas ini menghendaki supaya pejabat administrasi
negara meniadakan semua akibat yang timbul dari suatu keputusan yang kemudian
dinyatakan batal. Asas ini menghendaki agar kedudukan seseorang dipulihkan
kembali sebagai akibat dari keputusan yang batal, atau asas ini menghendaki
jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka yang bersangkutan harus
diberi ganti rugi atau rehabilitas.
11)
Asas
Perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup
Bagi bangsa Indonesia tentunya asas ini harus pula
dikaitkan dengan sistem keyakinan, kesusilaan dan norma-norma yang dijunjung
tinggi oleh masyarakat. Asas tersebut harus sesuai dengan pokok-pokok pancasila
dan UUD 1945. Benar bahwa pandangan hidup seseorang merupakan hak asasi yang
harus di hormati dan dilindungi, akan tetapi penggunaan hak itu sendiri akan
tinggi. Artinya pandangan hidup seseorang itu tidak dapat digunakan manakala
bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.
12)
Asas Kebijakan
Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam
melaksanakan tugasnya diberi kebebasan untuk menerapkan kebijakannya tanpa
harus terpaku kepada peraturan perundang-undangan formal. Karena peraturan
perundang-undangan formal atau hukum tertulis selalu membawa cacat bawaan yang
berupa tidak fleksibel dan tidak dapat menampung semua persoalan serta cepat
ketinggalan zaman, sementara perkembangan masyarakat bergerak dengan cepat,
tetapi juga dituntut berpandangan luas dan jauh serta mampu memperhitungkan
akibat-akibat yang muncul dari tindakannya tersebut.
13)
Asas
Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Yaitu menjadi landasan keteraturan, keserasian,
keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara. Sebagai tindakan aktif
dan positif tindak pemerintah ialah menyelenggarakan kepentingan umum. Tugas
penyelenggaraan kepentingan umum itu merupakan tugas semua aparat pemerintah
termasuk para pegawai negeri sebagai alat pemerintahan.
C.
Fungsi dan Arti
Penting AAUPB
Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai sarana
perlindungan hukum dan bahkan dijadikan sebagai instrument untuk peningkatan
perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan pemerintah. AAUPB
selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya
administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan
pemerintah. Menurut SF.Marbun, AAUPB memiliki arti penting dan fungsi berikut:
a.
Bagi
administrasi negara bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan
penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar
atau tidak jelas.
b.
Bagi warga
masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar
gugatan.
c.
Bagi hakim TUN,
dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang
dikeluarkan badan atau pejabat TUN.
d.
AAUPB juga
berguna bagi badan legislative dalam merancang suatu undang-undang.
UU tentang Pelaksanaan Pemerintah yang Bersih dari KKN
(Korupsi,
Kolusi, Nepotisme)
UU No. 28 Tahun
1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN pasal 3
antara lain:
1.
“Asas Kepastian
Hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan
perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan negara.
2.
“Asas Tertib
Penyelenggaraan Negara” adalah asas yang menjadi landasan keteraturan,
keseralasan, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3.
“Asas
kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara
yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4.
“Asas
Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk
memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif tentang
penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia.
5.
“Asas Proporsionalitas”
adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban
penyelenggaraan negara.
6.
“Asas
profesionalitas” adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode
etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7.
“Asas Akuntabilitas”
adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan
Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
KESIMPULAN
AAUPB adalah pemerintahan yang tindakan-tindakan
pemerintahannya yang berupa keputusan-keputusan tidak menjadi bulanan-bulanan
di peradilan, khususnya di Peradilan Tata Usaha Negara, karena keputusan-keputusannya
selalu di gugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia di akui
secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika
pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas
itu dimasukkan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan atau pejabat
tata usaha Negara. Akan tetapi putusan ini ditolak oleh pemerintah dengan
alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku menteri kehakiman tersebut.
Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai sarana
perlindungan hukum dan bahkan dijadikan sebagai instrument untuk peningkatan
perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan pemerintah. AAUPB
selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya
administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan
pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
Lutfi
Effendi. Pokok-pokok Hukum Administrasi. Malang. 2004. Bayu Media Publishing.
Ridwan
HR, Hukum Administrasi Negara. 2008. Jakarta. Rajawali Pers.
http://asas-asas-pemerintahanyangbaik.bolgspot.com/2013/06/asas-asas-pemerintahan-yang-baik.html (diakses pada tanggal 21 mei 2014).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar