Minggu, 24 Januari 2016

ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK DAN UU TENTANG PELAKSANAAN PEMERINTAH YANG BERSIH DARI KKN




Tugas Mandiri                                                                                     Dosen Pembimbing   Hukum Administrasi Negara                                                                                Mahmuzar

ASAS-ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK
DAN
UU TENTANG PELAKSANAAN PEMERINTAH YANG BERSIH DARI KKN


UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015


PEMBAHASAN
Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
A.           Pengertian Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
Menurut Ridwan HR pemahaman mengenai AAUPB tidak hanya dapat dilihat dari segi kebahasan saja namun, juga dari segi sejarahnya, karena asas ini timbul dari sejarah juga. Dengan bersandar kepada kedua konteks ini, AAUPB dapat dipahami sebagai asas-asas umum yang dijadikan dasar dan tata cara dalam penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan yang layak, yang dengan cara demikian penyelenggaraan pemerintahan menjadi sopan, baik, adil, terhormat, bebas dari kedzaliman, pelanggaran peraturan tindakan penyalahgunaan wewenang, dan tindakan sewenang-wenang.
Hadjon berpendapat AAUPB yang telah mendapat pengakuan dalam praktek hukum di Belanda, yaitu asas persamaan, asas kepercayaan, asas kepastian hukum, asas kecermatan, asas pemberian alasan (motivasi), larangan penyalahgunaan wewenang dan larangan bertindak sewenang-wenang.
AAUPB adalah pemerintahan yang tindakan-tindakan pemerintahannya yang berupa keputusan-keputusan tidak menjadi bulanan-bulanan di peradilan, khususnya di Peradilan Tata Usaha Negara, karena keputusan-keputusannya selalu di gugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Di Belanda asas-asas umum pemerintahan yang baik dipandang sebagai norma hukum tidak tertulis, namun harus ditaati oleh pemerintah diatur dalam Wet AOB yaitu ketetapan-ketetapan pemerintahan dalam hukum administrasi oleh kekuasaan kehakiman “tidak bertentangan dengan apa dalam kesadaran hukum umum merupakan asas-asas yang berlaku (hidup) tentang pemerintahan yang baik”. Hal itu dimaksudkan bahwa asas-asas itu sebagai asas-asas yang hidup, digali dan dikembangkan oleh hakim. Sebagai hukum tidak tertulis, arti yang tepat untuk AAUPB bagi tiap keadaan tersendiri tidak selalu dapat dijabarkan denagn teliti.  
B.            Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik di Indonesia
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia di akui secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas itu dimasukkan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara. Akan tetapi putusan ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku menteri kehakiman tersebut.
Tidak dicantumkannya AAUPB dalam UU PTUN bukan berarti eksistensinya tidak diakui sama sekali, karena ternyata seperti yang terjadi di Belanda AAUPB ini diterapkan dalam praktik peradilan terutama pada PTUN, sebagaimana akan terlihat nanti pada sebagian contoh-contoh putusan PTUN. Kalaupun AAUPB ini tidak terakomodasi dalam UU PTUN, tetapi sebenarnya asas-asas ini dapat digunakan dalam praktik peradilan di Indonesia karean memiliki sandaran dalam pasal 14 ayat (1) UU No. 14/1970 tentang kekuasaan pokok kehakiman: “ pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadili sesuatu perkara yang diajukan dengan dalil bahwa hukum tidak atau kurang jelas, melainkan wajib untuk memeriksa dan mengadilinya”. Dalam pasal 27 ayat (1) UU No. 14/1970 ditegaskan: “hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib mengadili, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat”.  Dengan ketentuan pasal ini, asas-asas ini memiliki peluang untuk digunakan dalam proses peradilan administrasi di Indonesia.
Di Indonesia, pemikiran tentang asas-asas umum pemerintahan yang baik secara popular kali pertama disajikan dalam buku Prof. Kuntjoro Purbopranato dalam bukunya yang berjudul “Beberapa catatan hukum Tata Pemerintahan dan Peradilan Administrasi Negara” mengetengahkan 13 asas yaitu:
1)             Asas Kepastian Hukum
Asas kepastian hukum memiliki dua aspek, yang satu lebih bersifat hukum material, dan yang lain bersifat formal. Aspek hukum material terkait erat dengan asas kepercayaan. Dalam banyak keadaan atas kepastian hukum menghalangu badan pemerintahan untuk menarik kembali suatu keputusan. Dengan kata lain, asas ini menghendaki dihormatinya hak yang telah diperoleh seorang berdasarkan suatu keputusan pemerintah. Jadi demi kepastian hukum, setiap keputusan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah tidak untuk dicabut kembali, sampai dibuktikan sebaliknya dalam proses peradilan.
Adapun aspek yang bersifat formal dari asas kepastian hukum membawa serta bahwa ketetapan yang memberatkan dan ketentuan yang terkait pada ketetapan-ketetapan yang menguntungkan, harus disusun dengan kata-kata yang jelas. Asas kepastian hukum memberikan hak kepada yang berkepentingan untuk mengetahui dengan tepat apa yang dikehendaki dari padanya.
2)             Asas Keseimbangan
Asas ini menghendaki adanya keseimbangan antara hukuman jabatan dan kelalaian atau kealpaan seorang pegawai. Asas ini menghendaki pula adanya criteria yang jelas mengenai jenis-jenis atau kualifikasi pelanggaraan atau kealpaan yang dilakukan oleh seseorang sehingga memudahkan penerapannya dalam setiap kasus yang ada dan seiring dengan persamaan perlakuan serta sejalan dengan kepastian hukum. Artinya terhadap pelanggaran atau kealpaan yang serupa yang dilakukan oleh orang yang berbeda akan dikenakan sanksi yang sama, sesuai dengan criteria yang ada.
3)             Asas Kesamaan
Asas kesamaan dalam mengambil keputusan, asas ini menghendaki badan pemerintahan mengambil tindakan yang sama (dalam arti tidak bertentangan) atas kasus-kasus yang faktanya sama. Asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Aturan kebijaksanaan, memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebas.
Meskipun demikian, agaknya sukar ditemukan adanya kesamaan mutlak dalam dua atau lebih kasus, oleh karena itu menurut Philipus M. Hadjon, asas ini memaksa pemerintah untuk menjalankan kebijaksanaan. Bila pemerintah dihadapkan pada tugas baru yang dalam rangka itu harus mengambil banyak sekali KTUN, maka pemerintah memerlukan aturan-aturan atau pedoman-pedoman. Bila pemerintah sendiri menyusun aturan-aturan atau pedoman-pedoman itu untuk memberi arah pada pelaksanaan wewenang bebasnya, maka itu disebut aturan-aturan kebijaksanaan. Jadi tujuan aturan-aturan kebijaksanaan ialah menunjukkan perwujudan asas perlakuan yang sama atau asas persamaan yang berlaku bagi setiap orang.
4)             Asas Bertindak Cermat
Asas kecermatan mensyaratkan agar badan pemerintahan sebelum mengambil keputusan, meneliti semua fakta yang relavan dan memuaskan pula semua kepentingan yang relavan dalam pertimbangannya. Bila fakta-fakta penting kurang teliti, itu berarti tidak cermat. Asas kecermatan membawa serta, bahwa badan pemerintah tidak boleh dengan mudah menyimpangi nasehat yang diberikan apalagi dalam panitia penasihat itu duduk ahli-ahli dalam bidang tertentu. Penyimpangan memang dibolehkan, tetapi mengharuskan pemberian alasan yang tepat dan kecermatan yang tinggi.
5)             Asas Motivasi untuk setiap Keputusan
Setiap keputusan yang dikeluarkan oleh badan-badan pemerintahan harus mempunyai alasan yang jelas, benar dan adil. Perlunya motivasi dimasukkan dalam setiap keputusan adalah untuk mengetahui alasan-alasan yang dijadikan sebagai pertimbangan dikeluarkannya keputusan. Asas ini menghendaki agar setiap keputusan badan-badan pemerintah harus mempunyai motivasi atau alasan yang cukup sebagai dasar ini harus benar dan jelas, sehingga pihak administrable memperoleh pengertian yang cukup jelas atas keputusan yang ditujukan kepadanya.
6)             Asas jangan Mencampuradukkan Kewenangan
Asas ini berkaitan dengan larangan bagi badan atau pejabat administrasi negara untuk menggunakan kewenangannya untuk tujuan lain selain daripada tujuan yang telah ditetapkan untuk kewenangan tersebut. Jadi, suatu kewenangan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dipergunakan untuk kepentingan umum tidak boleh dipakai untuk kepentingan pribadi.
Kewenangan pemerintah secara umum mencakup tiga hal, yaitu kewenangan dari segi material, kewenangan dari segi wilayah, dan kewenangan dari segi waktu. Seorang pejabat pemerintah memiliki wewenang yang sudah ditentukan dalam aturan perundang-undangan baik dari segi material, wilayah maupun waktu. Aspek-aspek wewenang ini tidak dapat dijalankan melebihi apa yang sudah ditentukan dalam peraturan yang berlaku.
7)             Asas Perlakuan yang jujur atau asas permainan yang layak
Asas ini menghendaki agar pejabat administrasi negara harus memberikan kesempatan seluas-luasnya pada masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar dan adil sehingga keadilan dan kebenaran yang dikehendaki masyarakat dapat terwujud. Dengan kata lain masyarakat dapat meminta pengadilan untuk memberikan keputusan yang adil sehingga eksistensi instansi peradilan sebagai lembaga yang memberikan keadilan dapat di akui masyarakat atau orang yang mencari keadilan.
Asas ini penting dalam peradilan administrasi negara karena dapat perbedaan kedudukan antara pihak penggugat dengan tergugat. Pejabat selaku pihak tergugat secara politis memiliki kedudukan lebih tinggi dibanding dengan kedudukan penggugat. Selaku pihak yang memiliki kedudukan yang lebih tinggi, tergugat lebih sukar mengakui kekeliruan atau kesalahan yang dilakukannya karena hal ini berkaitan dengan kredibilitas dan harga diri dari pejabat negara yang bersangkutan
8)             Asas Kelayakan atau Kewajaran
          Asas ini menghendaki setiap tindakan badan atau pejabat administrasi negara selalu memperhatikan aspek kelayakan dan kewajaran. Asas kelayakan menuntut tindakan secara proporsional, sesuai, seimbang dan selaras dengan hak setiap orang. Karena itu, setiap pejabat pemerintah dalam melakukan tindakannya harus selalu memperhatikan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat, baik itu berkaitan dengan agama, moral, adat istiadat, maupun nilai-nilai lainnya.
9)             Asas Menanggapi Penghargaan yang wajar
Asas ini menghendaki agar tindakan administrasi negara dapat menimbulkan harapan-harapan yang wajar bagi yang berkepentingan. Asas ini menghendaki agar setiap tindakan yang dilakukan oleh pemerintah harus menimbulkan harapan-harapan bagi negara. Oleh karena itu aparat pemerintah harus memperhatikan asas ini sehingga jika suatu harapan sudah berlanjut diberikan kepada warga negara tidak boleh ditarik kembali meskipin tidak menguntungkan bagi pemerintah.
10)         Asas Meniadakan akibat suatu keputusan yang batal
Asas ini menghendaki supaya pejabat administrasi negara meniadakan semua akibat yang timbul dari suatu keputusan yang kemudian dinyatakan batal. Asas ini menghendaki agar kedudukan seseorang dipulihkan kembali sebagai akibat dari keputusan yang batal, atau asas ini menghendaki jika terjadi pembatalan atas suatu keputusan, maka yang bersangkutan harus diberi ganti rugi atau rehabilitas.
11)         Asas Perlindungan atas pandangan hidup atau cara hidup
Bagi bangsa Indonesia tentunya asas ini harus pula dikaitkan dengan sistem keyakinan, kesusilaan dan norma-norma yang dijunjung tinggi oleh masyarakat. Asas tersebut harus sesuai dengan pokok-pokok pancasila dan UUD 1945. Benar bahwa pandangan hidup seseorang merupakan hak asasi yang harus di hormati dan dilindungi, akan tetapi penggunaan hak itu sendiri akan tinggi. Artinya pandangan hidup seseorang itu tidak dapat digunakan manakala bertentangan dengan norma-norma suatu bangsa.
12)         Asas Kebijakan
Asas ini menghendaki agar pemerintah dalam melaksanakan tugasnya diberi kebebasan untuk menerapkan kebijakannya tanpa harus terpaku kepada peraturan perundang-undangan formal. Karena peraturan perundang-undangan formal atau hukum tertulis selalu membawa cacat bawaan yang berupa tidak fleksibel dan tidak dapat menampung semua persoalan serta cepat ketinggalan zaman, sementara perkembangan masyarakat bergerak dengan cepat, tetapi juga dituntut berpandangan luas dan jauh serta mampu memperhitungkan akibat-akibat yang muncul dari tindakannya tersebut.
13)         Asas Penyelenggaraan Kepentingan Umum
Yaitu menjadi landasan keteraturan, keserasian, keseimbangan dalam pengabdian penyelenggaraan negara. Sebagai tindakan aktif dan positif tindak pemerintah ialah menyelenggarakan kepentingan umum. Tugas penyelenggaraan kepentingan umum itu merupakan tugas semua aparat pemerintah termasuk para pegawai negeri sebagai alat pemerintahan.
C.            Fungsi dan Arti Penting AAUPB
Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai sarana perlindungan hukum dan bahkan dijadikan sebagai instrument untuk peningkatan perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan pemerintah. AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintah. Menurut SF.Marbun, AAUPB memiliki arti penting dan fungsi berikut:
a.              Bagi administrasi negara bermanfaat sebagai pedoman dalam melakukan penafsiran dan penerapan terhadap ketentuan-ketentuan perundang-undangan yang bersifat samar atau tidak jelas.
b.             Bagi warga masyarakat, sebagai pencari keadilan, AAUPB dapat dipergunakan sebagai dasar gugatan.
c.              Bagi hakim TUN, dapat dipergunakan sebagai alat menguji dan membatalkan keputusan yang dikeluarkan badan atau pejabat TUN.
d.             AAUPB juga berguna bagi badan legislative dalam merancang suatu undang-undang.
UU tentang Pelaksanaan Pemerintah yang Bersih dari KKN
 (Korupsi, Kolusi, Nepotisme)
UU No. 28 Tahun  1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN pasal 3 antara lain:
1.             “Asas Kepastian Hukum” adalah asas dalam negara hukum yang mengutamakan landasan peraturan perundang-undangan, kepatutan, dan keadilan dalam setiap kebijakan penyelenggaraan negara.
2.             “Asas Tertib Penyelenggaraan Negara” adalah asas yang menjadi landasan keteraturan, keseralasan, dan keseimbangan dalam pengendalian penyelenggaraan negara.
3.             “Asas kepentingan umum” adalah asas yang mendahulukan kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif, dan selektif.
4.             “Asas Keterbukaan” adalah asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskrirninatif tentang penyelenggaraan negara dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi pribadi, golongan, dan rahasia.
5.             “Asas Proporsionalitas” adalah asas yang mengutamakan keseimbangan antara hak dan kewajiban penyelenggaraan negara.
6.             “Asas profesionalitas” adalah asas yang mengutamakan keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
7.             “Asas Akuntabilitas” adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan Penyelenggara Negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.






KESIMPULAN
AAUPB adalah pemerintahan yang tindakan-tindakan pemerintahannya yang berupa keputusan-keputusan tidak menjadi bulanan-bulanan di peradilan, khususnya di Peradilan Tata Usaha Negara, karena keputusan-keputusannya selalu di gugat oleh orang atau badan hukum perdata.
Pada mulanya keberadaan AAUPB ini di Indonesia di akui secara yuridis formal sehingga belum memiliki kekuatan hukum formal. Ketika pembahasan RUU No. 5 Tahun 1986 di DPR, fraksi ABRI mengusulkan agar asas-asas itu dimasukkan sebagai salah satu gugatan terhadap keputusan badan atau pejabat tata usaha Negara. Akan tetapi putusan ini ditolak oleh pemerintah dengan alasan yang dikemukakan oleh Ismail selaku menteri kehakiman tersebut.
Pada awalnya, AAUPB dimaksudkan sebagai sarana perlindungan hukum dan bahkan dijadikan sebagai instrument untuk peningkatan perlindungan hukum bagi warga negara dari tindakan pemerintah. AAUPB selanjutnya dijadikan sebagai dasar penilaian dalam peradilan dan upaya administrasi, disamping sebagai norma hukum tidak tertulis bagi tindakan pemerintah.
 

DAFTAR PUSTAKA

Lutfi Effendi. Pokok-pokok Hukum Administrasi. Malang. 2004. Bayu Media Publishing.
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara. 2008. Jakarta. Rajawali Pers.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar