Tugas Mandiri
Dosen Pembimbing
KEPEMIMPINAN Dr. Abdul Rozak
KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA
ORGANISASI
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH:
MELDAWATI
11375202252
V/ANA/A
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI
DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur,kami panjatkan kehadapan
Tuhan Yang Maha Esa krena atas rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudu “KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI” tepat pada waktunya.
Dalam proses penyusunan makalah ini,penulis mendapatkan bantuan,bimbingan yang
baik dari berbagai pihak.
Oleh karena itu,melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah
membimbing dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan,masih banyak kekurangan dan banyak
kelemahan.
Oleh karena itu,penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bukan hanya bagi penulis melainkan juga kepada para pembaca.
Pekanbaru,
22 Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah................................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya Organisasi............................................................................................. 3
B. Dimensi Budaya Organisasi................................................................................................ 5
C. Nilai-nilai Organisasi.......................................................................................................... 6
D. Nilai-nilai Lintas Budaya.................................................................................................... 7
E.
Menciptakan Budaya
Organisasi Superleadership............................................................... 9
F.
Fungsi Budaya Organisasi................................................................................................... 9
G. Mempengaruhi Perubahan budaya..................................................................................... 10
H. Tipologi Budaya Organisasi............................................................................................... 11
I.
Wujud Budaya Organisasi................................................................................................. 12
J.
Menciptakan dan
Mempertahankan Budaya...................................................................... 13
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN.................................................................................................................. 15
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam usaha mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan dalam periode waktu tertentu, kinerja organisasi yang optimal,
selalu dihadapkan pada permasalahan yang terkait dengan kinerja organisasi atau
perusahaan. Kinerja organisasi merupakan fungsi hasil-hasil pekerjaan atau
kegiatan yang ada dalam organisasi atau perusahaan dipengaruhi oleh
faktor-faktor intern dan ekstern organisasi.
Organisasi dengan budaya yang kuat dan positif akan
memungkinkan orang merasa termotivasi untuk berkembang, belajar dan memperbaiki
diri. Budaya organisasi berdampak pada kinerja organisasi, bahkan mungkin
merupakan faktor penting dalam menentukan keberhasilan atau kegagalan
organisasi. Meskipun tidak mudah untuk berubah, budaya organisasi dapat
meningkatkan kinerja, sehingga produktivitas organisasi meningkat.
Peran kepemimpinan memiliki posisi strategis dalam
suatu organisasi. Kenyataan para pemimpin dapat mempengaruhi kepuasan,
kenyamanan, rasa aman, kepercayaan, dan terutama tingkat prestasi suatu
organisasi. Oleh karena itu, kepemimpinan merupakan kunci dalam manajemen yang
memainkan peran yang penting dan strategis dalam kelangsungan suatu usaha.
Pada tingkat organisasi, budaya merupakan seperangkat
asumsi-asumsi, keyakinan-keyakinan, nilai-nilai, dan persepsi yang dimiliki
para anggota kelompok yang bersangkutan. Oleh karena itu budaya organisasi akan
mempengaruhi perilaku individu dan kelompok di dalam organisasi, sehingga
budaya organisasi dapat memberikan sumbangan terhadap gaya kepemimpinan dalam
suatu organisasi.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah yang
dimaksud dengan budaya organisasi?
2.
Apa saja
dimensi-dimensi budaya organisasi?
3.
Apa saja
nilai-nilai dari budaya organisasi?
4.
Bagaimana cara
menciptakan budaya organisasi?
5.
Bagaimana cara
menciptakan dan mempertahankan budaya?
C.
Tujuan Masalah
1.
Bisa memahami
pengertian budaya organisasi.
2.
Bisa mengetahui
dimensi-dimensi budaya organisasi.
3.
Dapat mengetahui
nilai-niali dari budaya organisasi.
4.
Bisa mengetahui
cara menciptakan budaya.
5.
Bisa mengetahui
cara bagaiamana menciptakan dan mempertahankan budaya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Budaya Organisasi
Kebudayaan dalam bahasa inggris adalah “Culture” dalam
bahasa Latin adalah “Colere” dan dalam bahasa Indonesia juga diistilahkan
dengan peradaban atau budi yang dalam Bahasa Arab disebut dengan “Akhlaq”. Di
Indonesia kebudayaan secara etimologi berasal dari kata Sansakerta yaitu
“Buddhayah”, bentuk jamak dari kata “Buddhi” (akal) sehingga dikembangkan
menjadi budi-daya, yaitu kemampuan akal budi seseorang atau sekelompok manusia.
[1]
Budaya adalah perilaku konvensional masyarakatnya, dan
ia mempengaruhi semua tindakan. [2]Budaya
adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya
manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus
berkembang. Budaya organisasi adalah
satu wujud anggapan yang dimiliki, diterima secara implicit oleh kelompok
tersebut rasakan, pikirkan, dan bereaksi terhadap lingkungannya yang beraneka
ragam.
Budaya merupakan pola asumsi yang diciptakan, atau
dikembangkan agar orang dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan organisasi.
Budaya organisasi merupakan sebuah konsep yang sulit didiagnosis. Definisi ini
menyoroti tiga karakteristik budaya organisasi yang penting. Pertama, budaya organisasi diberikan kepada
para karyawan baru melalui proses sosialisasi. Kedua, budaya organisasi
mempengaruhi perilaku kita ditempat kerja. Ketiga, budaya organisasi berlaku
pada dua tingkat yang berbeda. Masing-masing tingkat bervariasi dalam kaitannya
dengan pandangan keluar dan kemampuan bertahan terhadap perubahan. [3]
Menurut Robbins, budaya organisasi adalah suatu
persepsi bersama yang dianut oleh anggota suatu organisasi. Cara berpikir dan
melakukan sesuatu yang mentradisi yang dianut bersama oleh semua anggota
organisasi, dan para anggota baru harus mempelajari atau paling sedikit
menerimanya sebagian agar mereka diterima sebagai bagian dari organisasi
(Eliott Jaeques).
Menurut Wheelen dan Hunger budaya organisasi adalah
himpunan dari kepercayaan, harapan dan nilai yang dianut bersama oleh anggota organisasi
dan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya organisasi
adalah sistem makna dan keyakinan bersama yang dianut oleh para anggota
organisasi yang menentukan, sebagian besar, cara mereka bertindak. [4]
Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah
keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia, dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar.
Disamping itu, Mohammad Hatta memberi definisi kebudayaan adalah ciptaan hidup
dari suatu bangsa. Sedangkan Zoetmulder memberi definisi kebudayaan adalah
perkembangan terpimpin oleh manusia budayawan dari kemungkinan-kemungkinan dan
tenaga-tenaga alam terutama alam manusia, sehingga ia merupakan sutau kesatuan
yang harmonis. [5]
Kebudayaan dekat kaitannya dengan berbagai disiplin
ilmu pengetahuan, baik ilmu-ilmu ekstra maupun ilmu-ilmu sosial sebagaimana
telah diuraikan dimuka terutama karena membicarakan tentang fenomena
masyarakat. Budaya dapat meliputi antara lain:
a.
Sistem Mata
Pencaharian
b.
Sistem
Pendidikan
c.
Sistem
Persembahan
d.
Sistem Seni
e.
Sistem Moral
f.
Sistem Hukum
g.
Sistem Olahraga.
Budaya merupakan sistem nilai dan keyakinan yang
dimiliki bersama oleh masyarakat, namun setiap unsur masyarakat berbeda pula
budayanya, seperti antara masyarakat umum dengan para elitenya. Menurut
Benedict R. O’G Anderson, kebudayaan Indonesia cenderung membagi secara tajam
antara kelompok elite dengan kelompok massa.[6]
Budaya organisasi
dapat diperkuat dengan mewariskan nilai inti dari satu generasi ke
generasi berikutnya. Organisasi dapat mencapai efektivitas hanya ketika
karyawan-karyawannya berbagi nilai. Nilai dari tenaga kerja yang semakin
beragam dibentuk jauh sebelum seseorang memasuki organisasi. Oleh karena itu
merekrut, memilih, dan mempertahankan karyawan yang nilainya paling cocok
dengan nilai perusahaan merupakan hal yang penting.[7]
Pada hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan
asumsi yang dipegang oleh kesatuan sumber daya manusia. Budaya juga merupakan
sebuah sistem progresif yang terus berkembang. Berbeda dengan peraturan yang
bersifat kognitif, budaya pada umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh
pada tingkah laku karyawan. Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi,
maka selalu ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu
bisa berbeda dengan budaya yang dominan di bagian lainnya. [8]
B.
Dimensi Budaya
Organisasi
Riset
mengemukakan bahwa ada tujuh dimensi yang secara keseluruhan menangkap hakikat
budaya organisasi (Robbins dan Coulter). Dimensi-dimensi itu digambarkan
sebagai berikut:[9]
1)
Inovasi dan
pengambilan resiko
Kadar seberapa
jauh karyawan didorong untuk inovatif dan mengambil resiko.
2)
Perhatian ke hal
yang rinci atau detail
Kadar seberapa
jauh karyawan diharapkan mampu menunjukkan ketepatan, analisis, dan perhatian
yang rinci atau detail.
3)
Orientasi hasil
Kadar seberapa
jauh manejer berfokus pada hasil atau keluaran bukannya pada cara mencapai
hasil itu.
4)
Orientasi orang
Kadar seberapa
jauh keputusan manajemen turut mempengaruhi orang-orang yang ada dalam
organisasi.
5)
Orientasi tim
Kadar seberapa
jauh pekerjaan disusun berdasar tim bukannya perorangan.
6)
Keagresifan
Kadar seberapa
jauh karyawan agresif dan bersaing bukannya dari pada kerjasama.
7)
Kemantapan atau
stabilitas
Kadar seberapa
jauh keputusan dan tindakan organisasi menekankan usaha untuk mempertahankan
status quo.
C.
Nilai-nilai
Organisasi
Nilai-nilai
dan dan keyakinan organisasi merupakan dasar budaya organisasi. Keduanya juga
memainkan peranan penting dalam mempengaruhi etika berperilaku. Nilai memiliki
lima komponen kunci, Nilai (1) adalah konsep kepercayaan, (2) mengenai perilaku
yang dihendaki, (3) keadaan yang amat penting, (4) pedoman menyeleksi atau
mengevaluasi kejadian dan perilaku, (5) urut dari yang relative penting. Adalah
penting untuk membedakan antara nilai pendukung dengan yang diperankan. [10]
1.
Nilai Pendukung
Menunjukkan
nilai-nilai yang dinyatakan secara eksplisit yang dipilih oleh organisasi.
Nilai-nilai pendukung tersebut merupakan aspirasi yang akan dikomunikasikan
secara eksplisit kepada para karyawan,
para manejer seperti Levin berharap bahwa nilai-nilai pendukung tersebut akan
mempengaruhi perilaku para karyawan secara langsung.
2.
Nilai-nilai yang
diperankan
Merupakan
nilai dan norma yang sebenarnya ditunjukkan atau dimasukkan kedalam perilaku
karyawan. Sistem nilai organisasi menggambarkan pola yang bertentangan dan yang
cocok diantara nilai-nilai, bukan diantara nilai yang relative penting.
Definisi ini menekankan poin bahwa organisasi menggunakan sekumpulan nilai yang
terdiri dari nilai-nilai yang cocok atau yang bertentangan.
3.
Tipologi
Nilai-nilai organisasi
Norma
penghargaan organisasi menunjukkan keyakinan fundamental perusahaan mengenai
bagaimana penghargaan harus dialokasikan. Menurut norma penghargaan yang
setara, penghargaan harus sebanding dengan kontribusi. Struktur kekuasaan
organisasi mencerminkan keyakinan dasar perusahaan mengenai bagaimana kekuasaan
dan wewenang harus dibagikan dan di distribusikan.
4.
Riset Aplikasi
Praktis
Organisasi
menganut konstelasi bukannya hanya satu nilai saja dan dapat ditampilkan
berdasarkan nilai mereka. Hal ini pada gilirannya, akan membuat manejer mampu
untuk menentukan apakah nilai-nilai organisasi konsisten dan mendukung
inisiatif dari tujuan perusahaan.
D.
Nilai-nilai
Lintas Budaya
Dalam
membahas nilai-nilai di antara berbagai budaya, Robbins maupun Robbins dan
Judge menggunakan referensi penelitian Hoftstede. Hoftstede mengemukakan adanya
lima dimensi nilai-nilai dari budaya nasional, yang terdiri dari:[11]
1)
Power Distance
Menjelaskan
tingkatan keadaan dimana orang dalam suatu negara menerima kenyataan bahwa
kekuasaan dalam institusi dan organisasi dibagikan secara tidak sama. High
Power Distance berarti bahwa ketidaksamaan yang besar didalam kekuasaan dan
kekayaan terjadi dan ditoleransi dalam budaya, seperti dalam sistem kelas atau
kasta, hal tersebut tidak mendorong mobilitas keatas. Low Power Distance
menunjukkan peringkat karakteristik masyarakat yang menekankan kesamaan dan
peluang.
2)
Individualisme
versus Collectivisme
Merupakan
tingkatan keadaan dimana orang lebih suka bertindak sebagai individu daripada
sebagai anggota kelompok dan mempunyai keyakinan atas hak individual di atas
semuanya. Collectivisme menekankan kerangka kerja sosial yang ketat dimana
orang mengharapkan orang lain dalam kelompok dimana mereka menjadi bagian untuk
memelihara dan melindungi mereka.
3)
Masculinity
versus femininity
Masculinity
adalah suatu tingkatan dimana budaya menyukai peran tradisional maskulin
seperti prestasi, kekuasaan, dan pengawasan dan menentang pandangan bahwa
antara pria dan wanita adalah sama. High masculinity mengindikasikan budaya
bahwa terdapat peran terpisah untuk pria dan wanita, dengan pria mendominasi
masyarakat. High masculinity berarti budaya melihat sedikit perbedaan antara
peran pria dan wanita dan memperlakukan wanita sama dengan pria dalam semua
hal.
4)
Uncertainty
Avoidance
Dalam
budaya yang menilai tinggi pada uncertainty avoidance, orang mempunyai
peningkatan tingkat kegelisahan tentang ketidakpastian dan ambiguitas dan
menggunakan hukum dan control untuk menerima ketidakpastian. Budaya dengan low
uncertainty avoidance lebih menerima ambiguitas, kurang orientasi pada aturan,
mengambil lebih banyak resiko dan lebih siap menerima perubahan.
5)
Long-term versus
Short-term Orientation
Merupakan
tipologi Hoftstede terbaru mengukur kesetiaan masyarakat pada nilai-nilai
tradisional. Orang dalam budaya dengan long-term orientation melihat kemasa
depan dan penghematan nilai-nilai, ketekunan dan tradisi. Dalam short-term orientation,
orang menghargai waktu sekarang, mereka lebih siap untuk menerima perubahan dan
tidak melihat komitmen sebagai halangan terhadap perubahan.
E.
Menciptakan
Budaya Organisasi Superleadership
Perubahan
dari budaya nasional yang menjadi yang lainnya mengakibatkan banyak perubahan
pada sikap seseorang dan gaya hidupnya. Organisasi budaya dapat disebut sebagai
lingkungan psikologis mental atau harapan kognitif yang membimbing sikap.[12]
Kepemimpinannya
dipandu dengan enam prinsip, yaitu:
a.
Jangan hanya
memberi perintah, tapi komunikasikan.
b.
Pemimpin harus
mendengar tanpa prasangka.
c.
Mempraktekkan
disiplin tanpa formalitas.
d.
Kapten yang
terbaik memberi tanggung jawab bukan perintah.
e.
Crew yang
berhasil tampil dengan taat.
f.
Perubahan yang
benar harus permanen.
Beberapa
ahli berdebat bahwa budaya kerja sama yang jelas dan kuat menjadi kunci
kelangsungan organisasi dan sukses.
F.
Fungsi Budaya
Organisasi
Sebuah
organisasi memenuhi beberapa fungsi. Fungsi-fungsi tersebut ialah:
1)
Memberikan
identitas organisasi kepada karyawannya. Dikenal sebagai inovatif yang memburu
pengembangan produk baru.
2)
Memudahkan
Komitmen Konflik. Untuk menjadi sebuah pemimpin dimana para karyawannya bangga
menjadi bagian darinya.
3)
Mempromosikan
Stabilitas sistem nasional. Mencerminkan taraf dimana lingkungan kerja
dirasakan positif dan mendukung, dan konflik serta perubahan diatur dengan
efektif.
4)
Membentuk
perilaku dengan membantu manejer merasakan keberadaannya. Fungsi budaya ini membantu
para karyawan memahami mengapa organisasi melakukan apa yang seharusnya
dilakukan dan bagaimana perusahaan bermaksud mencapai tujuan jangka panjangnya.
[13]
Robbins
mengatakan bahwa fungsi budaya organisasi itu adalah sebagai berikut:
1)
Berperan sebagai
tapal batas, yang secara jelas membedakan suatu organisasi dengan organisasi
yang lain.
2)
Sebagai
identitas bagi anggota.
3)
Mempermudah
timbulnya komitmen yang lebih luas.
4)
Memantapkan
sistem sosial yang membantu mempersatukan organisasi.
5)
Sebagai pemandu
dalam membentuk sikap serta perilaku karyawan.
Wheelen dan
Hunger mengemukakan fungsi budaya sebagai berikut: [14]
1)
Membantu
menciptakan rasa memiliki jati diri bagi pekerja.
2)
Dapat dipakai
untuk mengembangkan kekuatan pribadi dengan pemimpin.
3)
Membantu satbilitas
perusahaan sebagai sistem sosial.
4)
Menjadi pedoman
perilaku, sebagai hasil dan norma-norma perilaku yang sudah terbentuk.
G.
Mempengaruhi
Perubahan Budaya
Hanya
ada sedikit penelitian mengenai perubahan budaya. Kesulitan dalam menciptakan budaya
bahkan menjadi lebih kompleks ketika berusaha melakukan suatu perubahan budaya
signifikan. Perubahan tersebut ialah:
1)
Budaya begitu
membingungkan dan tersembunyi sehingga budaya tidak dapat didiagnosis,
dikelola, dan diubah secara cukup.
2)
Karena
diperlukan teknik yang sulit, keterampilan yang langka, dan waktu yang cukup
untuk memahami budaya, serta bahkan lebih banyak waktu lagi untuk mengubahnya,
usaha yang terencana dan terperinci dalam perubahan budaya bukan merupakan hal
yang benar-benar praktis.
3)
Budaya membantu
orang bertahan menghadapi periode kesulitan dan berperan menghilangkan
kecemasan. Salah satu cara budaya melakukan hal ini adalah dengan menyediakan
kontinuitas dan stabilitas.
Ketiga
pandangan tersebut mengisyaratkan bahwa manejer yang tertarik untuk melakukan
perubahan budaya berhadapan dengan tugas yang sulit. Akan tetapi, ada pemimpin
berani, yang yakin bahwa mereka dapat turut campur dan melakukan perubahan
dalam budaya. [15]
H.
Tipologi Budaya
Organisasi
1)
Budaya dominan,
mengungkap nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh suatu mayoritas anggota
organisasi tersebut.
2)
Sub budaya,
budaya-budaya mini dari suatu organisasi, yang lazimnya ditentukan oleh rambu
departemen dan geografis.
3)
Niali inti,
nilai primer atau dominan yang diterima di seluruh organisasi tersebut.
4)
Budaya kuat,
budaya dimana nilai-nilai dipegang secara intensif dan dianut bersama secara
meluas.
5)
Budaya nasional,
mempunyai dampak yang lebih besar pada karyawan daripada budaya organisasi.
Robert
Kreitner da Angelo Kinicki mengatakan bahwa terdapat tiga tipe umum budaya
organisasi yaitu sebagai berikut:
1)
Budaya
konstruktif yaitu budaya diaman para karyawan di dorong untuk berinteraksi
dengan orang lain, dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan
membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya dan untuk tumbuh berkembang.
2)
Budaya
pasif-defensif adalah budaya yang memungkinkan karyawan berinteraksi dengan
karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan kerjanya sendiri. Tipe
ini mendorong keyakinan normative yang berhubungan dengan persetujuan,
konvensional, ketergantungan, dan penghindaran.
3)
Budaya
agresif-defensif adalah budaya yang mendorong karyawannya untuk mengerjakan
tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan dan status mereka.
Tipe
budaya ini lebih bercirikan keyakinan normative, yang mencerminkan oposisi,
kekuasaan, kompetisi, dan perfeksionis. [16]
Para peneliti sudah berusaha mengidentifikasi dan mengukur berbagai tipe budaya
organisasi dalam rangka mempelajari hubungan antara tipe efektivitas budaya dan
organisasi. Pencarian ini di dorong oleh kemungkinan bahwa budaya tertentu
lebih efektif dibandingkan dengan yang lain.
Terdapat
tiga tipe umum budaya organisasi, konstruksif, pasif-defensif, dan
agresif-defensif. Dan setiap tipe hubungan dengan seperangkat keyakinan
normative yang berbeda. Keyakinan normative mencerminkan pemikiran dan
keyakinan individu mengenai bagaimana anggota dari sebuah kelompok atau
organisasi tertentu diharapkan menjalankan tugasnya dan berinteraksi dengan
orang lain.
Budaya
konstruktif adalah budaya dimana para karyawan di dorong untuk berinteraksi
dengan orang lain dan mengerjakan tugas dan proyeknya dengan cara yang akan
membantu mereka dalam memuaskan kebutuhannya untuk tumbuh dan berkembang. Tipe
budaya ini mendukung keyakinan normative yang berhubungan dengan pencapaian tujuan
aktualisasi diri, penghargaan yang manusiawi, dan persatuan.
Sebaliknya,
budaya pasif-defensif bercirikan keyakinan yang memungkinkan bahwa karyawan
berinteraksi dengan karyawan lain dengan cara yang tidak mengancam keamanan
kerjanya sendiri. Budaya ini mendorong keyakinan normative yang berhubungan
dengan persetujuan, konvensional, ketergantungan, dan penghindaran. Akhirnya,
perusahaan dengan budaya agresif-defensif mendorong karyawannya untuk
mengerjakan tugasnya dengan keras untuk melindungi keamanan kerja dan status
mereka. Tipe budaya ini lebih bercirikan keyakinan normative yang mencerminkan
oposisi, kekuasaan, kompetitif, dan perfeksionis. [17]
I.
Wujud Budaya
Organisasi
Schein
yang dikutip oleh Octa Mella Jalal dalam satu artikelnya “Budaya organisasi
sebagai konsep strategi perubahan”, menyatakan, bagi peneliti, budaya
organisasi dapat di analisis dalam berbagai wujud atau tingkatan (levels)
sebagai berikut. Pada tingkat teratas, budaya organisasi akan berwujud
sebagaimana fenomena yang dapat dilihat, di dengar, di rasakan ketika seseorang
berinteraksi dalam suatu organisasi. Di tingkat ini budaya organisasi relative
lebih mudah di identifikasi dan di definisikan. [18]
Lewis
yang dikutip oleh Octa Melia Jalal mengelompokkan budaya organisasi ini menjadi
empat, yaitu:
1)
Simbol-simbol,
terdiri dari logo, slogan, upacara-upacara, cerita-cerita yang sering
disampaikan orang dalam organisasi tersebut.
2)
Proses,
merupakan metode organisasi untuk melaksanakan tugasnya, seperti jalur
pertanggung jawaban, desain pekerjaan, strategi manajemen dalam pengambilan
keputusan, jalur komunikasi resmi, dan peraturan-peraturan tentang pertemuan.
3)
Format,
merupakan benda-benda yang bisa langsung observasi, seperti desain bangunan,
tata letak ruang, furniture, dokumen-dokumen resmi, pidato-pidato.
4)
Perilaku,
merupakan manifestasi symbol-simbol , proses dan format yang ada di organisasi.
Ditingkat
berikutnya, budaya organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai.
Ditingkatan yang paling dalam, budaya organisasi tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan permasalahan dalam organisasi. Asumsi dasar ini biasanya
mendasari kepercayaan dan niali-nilai anggota organisasi.
J.
Menciptakan dan
Memepertahankan Budaya
Robbins
mengatakan bahwa budaya organisasi itu tidak muncul dari ruang yang hamppa atau
dari langit. Jadi ada suatu kekuatan yang mempenagruhi terciptanya suatu budaya
organisasi. Asal mula budaya organisasi di sini pendiri membangun nilai tertentu
di organisasinya, kemudian dikembangkan dan dipakai sebagai rujukan oleh
anggota organisasi.
Robbins
mencatat bahwa ada tiga kekuatan yang berperan dalam mempertahankan suatu
budaya, sebagai berikut:
1)
Praktik seleksi,
dalam keputusan final, seperti siapa kandidat yang akan dipekerjakan sangat
dipengaruhi oleh penilai, pengambil keputusan tentang seberapa baiknya kandidat
akan cocok dengan organisasi akan sangat berpengaruh terhadap upaya pelestarian
budaya organisasi.
2)
Manajemen
puncak, melalui keteladanannya dalam berperilaku dalam menegakkan norna-norma
yang ada akan menentukan tetap tegaknya budaya yang telah disepakati.
3)
Sosialisasi,
yaitu proses yang mengadaptasikan para karyawan pada budaya organisasi itu.
Kegiatan sosialisasi dilaksanakan sejak tahap pra kedatangan, suatu kurun waktu
pembelajaran yang dilakukan sebelum seseorang karyawan baru bergabung secara
resmi dengan organisasi.
Sosialisasi
kemudian dilakukan pada tahap perjumpaan, tahap dalam mana pegawai baru
menyaksikan seperti apa sebenarnya organisasi itu dan menghadapi kemungkinan
bahwa harapan dan kenyataan dapat berbeda. Tahap sosialisasi selanjutnya adalah
apa yang disebut dengan tahap metamorphosis, suatu tahap dalam proses
sosialisasi dimana para pegawai baru menyesuaikan diri pada nilai dan norma
kelompok kerjanya. [19]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Pada
hakikatnya budaya adalah kesatuan nilai dan asumsi yang dipegang oleh kesatuan
sumber daya manusia. Budaya juga merupakan sebuah sistem progresif yang terus
berkembang. Berbeda dengan peraturan yang bersifat kognitif, budaya pada
umumnya lebih mengakar dan lebih berpengaruh pada tingkah laku karyawan.
Mengingat bahwa organisasi adalah kesatuan sebagai suborganisasi, maka selalu
ada kemungkinan bahwa budaya yang dominan di bagian-bagian tertentu bisa
berbeda dengan budaya yang dominan di bagian lainnya.
Budaya
organisasi dapat diperkuat dengan
mewariskan nilai inti dari satu generasi ke generasi berikutnya. Organisasi
dapat mencapai efektivitas hanya ketika karyawan-karyawannya berbagi nilai.
Nilai dari tenaga kerja yang semakin beragam dibentuk jauh sebelum seseorang
memasuki organisasi. Oleh karena itu merekrut, memilih, dan mempertahankan
karyawan yang nilainya paling cocok dengan nilai perusahaan merupakan hal yang
penting.
Ditingkat
berikutnya, budaya organisasi terdiri dari kepercayaan, dan nilai-nilai.
Ditingkatan yang paling dalam, budaya organisasi tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan permasalahan dalam organisasi. Asumsi dasar ini biasanya
mendasari kepercayaan dan niali-nilai anggota organisasi.
[1] Drs. Inu Kencana
Syafi’ie, M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, 2013, Bnadung, Refika
Aditama, hlm. 47.
[2] Kevin Davis, Ph.D, Jhon
W. Newstrom, Perilaku dalam Organisasi, 1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama,
hlm. 48.
[4] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Organisasi, 2009, Yogyakarta, Graha
Ilmu, hlm. 166.
[5] Drs. Inu Kencana
Syafi’ie, M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, 2013, Bandung, Refika
Aditama, hlm. 47-48.
[6] Dr. Syahrial Syarbani,
M.A. Rusdiyanta, S.IP., M.Si, Doddy Wihardi, S.IP. Pengetahuan Dasar Ilmu
Politik, Ghalia Indonesia, hlm. 119-120.
[7] Kevin Davis, Ph.D, Jhon
W. Newstrom, Perilaku dalam Organisasi, 1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama,
hlm. 61.
[9] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Organisasi, 2009, Yogyakarta, Graha
Ilmu, hlm. 167.
[11] Prof. dr. Wibowo, S.E.,
M.Phil, Perilaku dalam Organisasi, 2014, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm.
42.
[12] Prof. Dr. Veithzal Rivai,
M.B.A, Kiat memimpin dalam abad ke-21, 2004, Jakarta, Raja Grafindo Persada,
hlm. 49-50.
[14] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Organisasi, 2009, Yogyakarta, Graha
Ilmu, hlm. 170.
[15] John M. Ivancevich,
Robert Konopaske, Michael T. Matteson, Perilaku dan Manajemen Organisasi, 2006,
Gelora Aksara Pratama, hlm. 49-50.
[16] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Organisasi, 2009, Yogyakarta, Graha
Ilmu, hlm. 169-170.
[18] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Organisasi, 2009, Yogyakarta, Graha
Ilmu, hlm. 168.
[19] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Organisasi, 2009, Yogyakarta, Graha
Ilmu, hlm. 171-172.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana,
Komang; Mujiati, Ni Wayan; Ayu Sriathi, Anak Agung. Perilaku Keorganisasian.
2009. Yogyakarta. Edisi
ke-2. Graha Ilmu. xii=208 hlm, 1 jil. : 23 cm.
Davis,
Keith. Jhon W. Newstrom. Perilaku dalam
Organisasi. 1985. Gelora Aksara Pratama.
Hersey,
Paul. Kenneth H. Blanchard. Manajemen
Perilaku Organisasi: Pendayagunaan
Sumber Daya
Manusia. 1982. Jakarta. Gelora Aksara
Pratama.
Kencana,
Inu Syafi’ie. Kepemimpinan Pemerintahan
Indonesia. 2013. Jakarta. Refika
Aditama.
Kreitner,
Robert. Angelo Kinicki. Perilaku
Organisasi. 2005. Jakarta. Salemba Empat.
M.
Ivancevich Jhon, Robert Konopaske, Michael T. Matteson. Perilaku dan Manajemen
Organisasi. 2006. Gelora Aksara Pratama.
R. Matindas.
Manajemen SDM Lewat Konsep Aku. 2002. Jakarta. Pustaka Utama Grafindo.
Rivai,Veithzal.
Kiat Memimpin dalam Abad ke-21. 2004.
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Syarbani,
Syahrial. Rusdiyanto, Doddy Wihardi. Pengetahuan
Dasar Ilmu Politik. Ghalia
Indonesia.
Wibowo.
Perilaku dalam Organisasi. 2014.
Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar