Tugas Mandiri Dosen
Pembimbing Hukum Administrasi Negara Mahmuzar
“Pengajuan Gugatan Ke PTUN”
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
“Pengajuan Gugatan Ke PTUN”
Gugatan terhadap pejabat atau badan Tata Usaha Negara dapat diajukan apabila terdapat sengketa Tata Usaha Negara, yaitu sengketa yang timbul karena dirugikannya kepentingan
seseorang atau suatu badan hukum akibat dikeluarkannya sutau putusan Tata Usaha Negara. Gugatan itu diajukan
secara tertulis dengan permintaan agar putusan Tata Usaha Negara itu dinyatakan batal atau tidak sah. Agar gugatan itu diterima oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, maka gugatan itu harus memuat alasan
antara lain:
1. Keputusan Tata Usaha Negara itu bertentangan
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara sewaktu
mengeluarkan putusan tersebut telah menggunakan wewenangnya untuk tujuan lain
dari maksud diberikannya wewenang tersebut.
3. Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara pada
waktu mengeluarkan atau tidak mengeluarkan putusan seharusnya telah
mempertimbangkan tidak sampai pada pengambilan putusan itu.
Gugatan sengketa Tata
Usaha Negara diajukan
kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang, yaitu pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan tergugat.
Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
masing-masing berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum, maka gugatan itu
dapat diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Jika tergugat tidak berada
dalam satu daerah hukum dengan tempat kedudukan penggugat, maka gugatan dapat
juga diajukan ke pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman penggugat
untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan di daerah hukum tergugat.
Pengajuan gugatan
ke Pengadilan Tata Usaha Negara hanya dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90
hari sejak diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara. Dalam gugatan itu harus dimuat identitas para pihak dan dasar
gugatan. Apabila gugatan diajukan oleh kuasa penggugat, maka gugatan itu harus
disertai dengan surat kuasa atau tanpa surat kuasa asalkan pemberian kuasa itu
dilakukan secara lisan di persidangan. Selain surat kuasa, gugatan itu sedapat
mungkin juga disertai Keputusan Tata
Usaha Negara yang disengketakan.
Sebelum gugatan didaftarkan
dalam daftar perkara oleh
Panitera, terlebih dahulu penggugat harus membayar uang muka biaya perkara.
Setelah uang muka dibayarkan barulah gugatan dapat dicatat dalam daftar
perkara. Jika penggugat tidak mampu membayar uang muka biaya perkara, penggugat
dapat mengajukan permohonan kepada Ketua
Pengadilan Tata Usaha Negara untuk
bersengeketa dengan cuma-cuma pada saat penggugat mengajukan gugatannya.
Permohonan itu harus disertai dengan surat keterangan tidak mampu dari kepala
desa atau lurah tempat tinggal penggugat. Permohonan berperkara cuma-cuma itu harus diperiksa dan ditetapkan
lebih dulu sebelum pokok sengketanya diperiksa.
A.
Gugatan
Ke PTUN
1.
Alasan Mengajukan Gugatan
Alasan dari pihak yang megajukan
gugatan ke PTUN yaitu :
a.
KTUN bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
b.
KTUN mengandung perbuatan atau tindakan penyalahgunaan
kekuasaan atau Wewenang.
c.
KTUN mengandung perbuatan atau tindakan
sewenang-wenang
2.
Tenggang Waktu Mengajukan Gugatan
Tenggang waktu mengajukan gugatan diatur
dalam pasal 55 UU PTUN. Tengang waktu
untuk mengajukan gugatan Sembilan puluh hari tersebut dihitung secara
bervariasi:
a.
Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat
nama penggugat.
b.
Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam
aturan perundang-undangan yang memberikan kesempatan kepada administrasi negara
untuk memberikan keputusan namun ia
tidak berbuat apa-apa.
c.
Setelah 4 bulan apabila peraturan perundang-undangan
tidak memberikan kesempatan kepada administrasi negara untuk memberikan
keputusan dan ternyata ia tidak berbuat apa-apa.
d.
Sejak hari
pengumuman apabila KTUN itu harus di umumkan.
B.
Syarat-syarat
Gugatan
1.
Syarat Formal
Pasal 56 (1) UU no 5 tahun 1986 Jo uu
no 9 tahun 2004 menentukan bahwa suatu gugatan harus memuat:
a.
Identitas Penggugat
1)
Nama lengkap Penggugat
2)
Kewarganegaraan Penggugat
3)
Tempat Tinggal penggugat
4)
Pekerjaaan penggugat
b.
Identitas Tergugat
1)
Nama, Jabatan, Misalnya :
Kepala Dinas, Bupati, Gubenur, Menteri,
Camat, Lurah, dan sebagainya.
2)
Tempat kedudukan tergugat
c.
Tenggang waktu mengajukan
gugatan
Gugatan
terhadap suatu Keputusan/Penetapan tertulis atau yang disamakan dengan itu,
hanya dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90 hari terhitung sejak keputusan
itu:
1)
Setelah diterima atau
dikeluarkan SK.
2)
Setelah 4 bulan dilakukan permintaan
dikeluarkan SK.
3)
Setelah banding
administratif.
Sehubungan dengan masalah tenggang waktu mengajukan gugatan ini,
juga agar diperhatikan ketentuan dalam Pasal 3 UU No. 5 Tahun 1986 Jo. UU No. 9
Tahun 2004, yakni dalam hal Pejabat atau Badan Tata Usaha Negara tidak
mengeluarkan Keputusan Tata Usaha Negara yang menjadi kewajibannya, maka
setelah lewat jangka waktu yang diatur dalam perundang-undangan dimaksud dapat
diajukan gugatan Tata Usaha Negara. Peghitungan tenggang waktu daluwarsa
mengajukan gugatan dalam hal demikian, adalah sejak lewat waktu yang diatur
dalam perundang-undangan dimaksud dapat diajukan gugatan Tata Usaha Negara.
Perhitungan tenggang waktu daluwarsa mengajukan gugatan dalam hal demikian,
adalah sejak lewat waktu yang diatur dalam perundang-undangan tersebut. Atau
kalau tidak ada ketentuan tenggang waktu, maka setelah lewat waktu tiga bulan.
d.
Diberi Tanggal
Suatu gugatan biasanya diberi tanggal, hal ini berkaitan dengan
tenggang waktu untuk mengajukan gugatan. Dari tanggal surat gugatan akan
diketahui apakah gugatan sudah daluwarsa, maka hendaknya ada uraian dalam
gugatan tentang kapan keputusan yang digugat itu disampaikan atau diketahui
oleh Penggugat ini untuk menghilangkan daluwarsa, akan tetapi hal itu harus
dibuktikan kemudian dalam acara pembuktian Demikian juga gugatan yang premature
(belum saatnya diajukan gugatan) akan diketahui dari tanggal gugatan itu.
e.
Ditandatangani
Suatu surat gugatan haruslah ditanda tangani oleh Penggugat atau
oleh kuasanya yang sah untuk itu. Surat gugatan tidak perlu diberi materai,
karena biaya materai tersebut telah dihitung dalam biaya perkara (SEMA No. 2
Tahun 1991).
2.
Syarat
Material/Substansial:
Syarat material (substansial) suatu
gugatan Tata Usaha Negara, meliputi :
1) Obyek Gugatan
Dasar gugatannya: Keputusan TUN
berupa:
a.
Penetapan tertulis Pejabat
TUN (menyangkut formalnya dalam pembuktian sehingga memo atau nota dapat
memenuhi syarat tertulis, asalkan jelas Pejabat yang mengeluarkan, isinya
kepada siapa ditujukan.
b.
Berisikan tindakan hukum
TUN (Mengeluarkan keputusan/Beschikking yang bersifat Konkret (nyata
tidak abstrak, misalnya keputusan pengosongan rumah, ijin usaha atau pemecatan
pegawai). Individual (yang dituju perorangan. kalaupun umum maka
nama-nama disebutkan). Final (sudah definitive sehingga
menimbulkan akibat hukum, kalau masih memerlukan persetujuan atasan atau
instansi lain belum menunjukkan hak dan kewajiban.
c.
Objek gugatan harus
disebutkan secara jelas di dalam surat gugatan.
Misalnya
dalam Perkara Tata Usaha Negara No. 01/G/l 994/PTUN-MDN, tanggal 14 November
1994, objek gugatanya adalah Sertifikat Tanah Hak Guna Bangunan (HGB) No. 22
tertanggal 7 Januari 1982 atas nama M.KADIRAN.
2) Posita Gugatan
Posita
atau dasar-dasar gugatan, berisikan dalil Penggugat untuk mengajukan gugatan yang
diuraikan secara ringkas dan sederhana. Posita ini, meliputi :
a.
Fakta Hukum Fakta Hukum
berisi fakta-fakta secara kronologis tentang adanya hubungan hukum antara
Penggugat dengan Tergugat maupun dengan objek gugatan. Dalam fakta hukum ini
juga harus diuraikan kapan keputusan yang menjadi obyek gugatan dikeluarkan,
atau diberitahukan kepada penggugat atau kapan mulai merasa kepentingan
terganggu karena adanya keputusan tersebut.
b.
Kualifikasi Perbuatan
Tergugat, Dalam gugatan harus diuraikan secara ringkas dan tegas serta jelas
tentang kualifikasi kesalahan dari tergugat. Sebagaimana dimaksud dalam pasal
53 (2) UU no 5 tahun 1986 Jo II No 9 tahun 2004 misalkan dalam perkara tata
usaha Negara no 01/G/1994/ PTUN –MDN merumuskan kualifikasi perbuatan/
kesalahan tergugat, sebagai berikut:
“Bahwa
Perbuatan tergugat menerbitkan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) No 22 tahun
1982 atas nama rektor universitas Grahandika sedangkan tanah tersebut selama
ini dikuassi oleh penggugat tanpa adanya gangguan dari pihak manapun adalah
jelas sesuatu yang bertentangan dengan hukum atau perbuatan yang sewenang-wenang
yang sangat merugikan penggugat”
c.
Uraikan Kerugian
Penggugat.
Seandainya
akibat perbuatan tergugat menerbitkan keputusan yang disengketakan itu telah
menimbulkan kerugian bagi penggugat, maka hal itu dapat digugat dalam Gugatan
Tata Usaha Negara sesuai dengan Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 1991 ganti
rugi itu maksimum sebesar Rp. 15.000.000,-. (Lima Belas Juta Rupiah), oleh
karenanya diuraikan secara rinci tentang kerugian yang timbul tersebut.
d.
Petitum
Adalah
kesimpulan gugatan yang berisikan hal-hal yang dituntut oleh penggugat untuk
diputuskan oleh hakim. Petitum itu umumnya meliputi hal-hal sebagai berikut :
a)
Mengabulkan atau menerima gugatan
Penggugat seluruhnya.
b)
Menyatakan perbuatan
Tergugat adalah perbuatan yang sewenang-wenang atau perbuatan yang bertentangan
dengan Undang- Undang.
c)
Menyatakan batal atau
tidak sah Surat Keputusan No, Tanggal, yang dikeluarkan oleh tergugat.
d)
Menghukun tergugat untuk
membayar ganti kerugian sebesar Rp(…) Kepada Penggugat (Jika ada).
e)
Menghukum Tergugat untuk
membayar segala biaya yang timbul dalam perkara ini untuk semua tingkatan.
Petitum (apa yang menjadi tuntutan
atau yang diminta) Ada 3 alternatif:
1.
Pembatalan atau menyatakan
tidak sah SK yang dikeluarkan Tergugat.
2.
Ganti rugi
3.
Rehabilitasi
4.
Bisa mengajukan
penangguhan pelaksanaan SK
Dalam hal ada gugatan privisi maka hal
tersebut harus diuraikan terlebih dahulu setelah identitas para pihak dan objek
gugatan diuraikan. Gugatan provisi itu dapat menyangkut tindakan tertentu
yaitu: menunda pelaksanaan keputusan Usaha Negara yang disengketakan sampai ada
putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Atau untuk megizinkan
penggugat berperkara secara prodeo atau Cuma-Cuma atau mungkin juga untuk
meminta suatu perkara diperiksa dengan acara cepat, Untuk itu harus dikemukakan
alasan-alasanya dalam gugatan provisi tersebut.
C. Tuntutan dalam Gugatan
Ketentuan dalam pasal 53 ayat 1 UU PTUN harus
dikaitkan dengan pasal 3 UU PTUN tentang KTUN negatif dan pasal 117 ayat 2
tentang tuntutan sejumlah uang atau kompensasi. Dari situ diperoleh perihal tuntutan
apa saja yang dapat diajukan dalam gugatan:
1)
Tuntutan agar KTUN yang dikeluarkan oleh badan atau
pejabat TUN itu dinyatakan batal atau tidak sah.
2)
Tuntutan agar badan atau pejabat TUN yang digugat
untuk mengeluarkan KTUN yang di mohonkan
penggugat.
3)
Tuntutan ganti rugi.
4)
Tuntutan rehabilitas dengan atau tanpa kompensasi.
D.
Permohonan
Beracara dengan Cuma-Cuma
Pada dasarnya mengajukan gugatan ke
pengadilan penggugat harus membayar terlebih dahulu membayar uang muka biaya
perkara. Tetapi dalam hal tertentu penggugat
membayar Cuma-Cuma (pasal 60 dan 62 UU PTUN). Penggugat dapat tidak membayar uang perkara apabila tidak
mampu. Ketidakmampuan itu sudah diperiksa oleh ketua pengadilan dan telah
dikabulkan, dan penggugat harus membawa surat keterangan tidak mampu dari
kepala desa.
E.
Proses Pengajuan Gugatan Ke PTUN
Pengajuan gugatan ke PTUN dapat
digambarkan sebagai berikut :
1.
Proses pendaftaran perkara.
2.
Proses dismissal.
3.
Pemeriksaan persiapan (pendahuluan).
4.
Acara persidangan.
Penjelasannya adalah sebagai berikut.
Pertama : Pendaftaran perkara.
A.
Pihak penggugat datang ke Pengadilan tata usaha negara
(PTUN) dengan membawa :
1. Surat
Gugatan
2. Surat kuasa
apabila pihak penggugat memberikan kuasanya kepada kuasa hukumnya, dilengkapi
dengan fotocopy kartu anggota Advokat atas kuasa hukum penggugat.
3. Fotocopy
surat keputusan tata usaha negara (TUN) yang menjadi obyek sengketa. Kecuali
apabila obyek sengketanya berupa keputusan fiktif-negatif, atau apabila obyek
sengketanya tidak dikuasai oleh penggugat.
4. Melengkapi
syarat materil maupun formil dari gugatan tersebut.
5. Dasar
gugatan atau posita gugatan.
6. Tuntutan
atau petitum. (tuntutan harus bersifat kondemnator, artinya harus menyatakan
untuk meminta agar menghukum tergugat).
B.
Pihak penggugat menyerahkan surat surat (berkas)
tersebut kepada petugas meja pertama.
Kemudian petugas meja pertama
memeriksa kelengkapan berkas dengan menggunakan daftar periksa (check list) dan
meneruskan berkas perkara yang telah selesai diperiksa tersebut kepada panitera
muda perkara untuk menyatakan apakah berkas telah lengkap atau tidak lengkap.
1.
Apabila tidak lengkap.
Panitera muda perkara mengembalikan
berkas dengan melampirkan daftar periksa supaya pihak penggugat mengetahui apa
saja yang harus ia lengkapi.
2.
Apabila sudah lengkap.
Panitera muda perkara enyerahkan
berkas perkara kepada petugas meja pertama untuk dikembalikan kepada pihak
penggugat disertai dengan Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) dalam rangkap 3
(tiga) agar membayar panjar biaya perkara.
C.
Pembayaran panjar biaya perkara dilakukan di bank yang
telah ditentukan.
Dengan cara mengisi slip penyetoran
khusus untuk penyetoran panjar biaya perkara.
Pengisian panjar biaya perkara harus sesuai dengan dataa di SKUM. Dengan menyetor uang sebagaimana jumlah yang tertera di SKUM, Kemudian pihak penggugat menunjukkan slip dan SKUM tersebut kepada pemegang kas (di Pengadilan) untuk diberi tanda lunas pada SKUM, lalu pihak pemegang kas menyerahkan kembali SKUM asli kepada pihak penggugat disertai tindasan pertama SKUM serta surat gugatan.
Pengisian panjar biaya perkara harus sesuai dengan dataa di SKUM. Dengan menyetor uang sebagaimana jumlah yang tertera di SKUM, Kemudian pihak penggugat menunjukkan slip dan SKUM tersebut kepada pemegang kas (di Pengadilan) untuk diberi tanda lunas pada SKUM, lalu pihak pemegang kas menyerahkan kembali SKUM asli kepada pihak penggugat disertai tindasan pertama SKUM serta surat gugatan.
D.
Pihak berperkara (penggugat) menyerahkan kembali surat
gugatan serta tindasan pertama Surat Kuasa Untuk Membayar (SKUM) kepada petugas
meja pertama.
E.
Petugas meja pertama menyerahkan berkas perkara kepada
petugas meja ke-dua.
Petugas meja ke-dua mendaftar atau
mencatat surat gugatan dalam register bersangkutan serta memberi nomor register
perkara kepada surat gugatan yang diambiil dari nomor pendaftaran yang diberi
oleh pemegang kas. Kemudian petugas ke-dua mengembalikan berkas perkara kepada
petugas meja pertama untuk diserahkan kepada pihak penggugat (dengan berkas
satu rangkap surat gugatan yang telah diberi nomor register).
F.
Pihak pihak yang berperkara selanjutnya akan dipanggil
melalui surat tercatat untuk menghadap segera ke Pengadilan Tata Usaha Negara
(PTUN) untuk melakukan proses selanjutnya, antara lain :
1. Dismissal
proses.
2. Pemeriksaan
persiapan.
3. Persidangan.
A.
Kesimpulan
Gugatan sengketa Tata
Usaha Negara diajukan
kepada Pengadilan Tata Usaha Negara yang berwenang, yaitu pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan tergugat.
Apabila tergugat lebih dari satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara dan
masing-masing berkedudukan tidak dalam satu daerah hukum, maka gugatan itu
dapat diajukan kepada pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan
salah satu Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara. Jika tergugat tidak berada
dalam satu daerah hukum dengan tempat kedudukan penggugat, maka gugatan dapat
juga diajukan ke pengadilan yang daerah hukummnya meliputi tempat kediaman
penggugat untuk selanjutnya diteruskan kepada Pengadilan di daerah hukum
tergugat.
Pada dasarnya mengajukan gugatan ke
pengadilan penggugat harus membayar terlebih dahulu membayar uang muka biaya
perkara. Tetapi dalam hal tertentu penggugat
membayar Cuma-Cuma (pasal 60 dan 62 UU PTUN). Penggugat dapat tidak membayar uang perkara apabila tidak
mampu. Ketidakmampuan itu sudah diperiksa oleh ketua pengadilan dan telah
dikabulkan, dan penggugat harus membawa surat keterangan tidak mampu dari
kepala desa.
DAFTAR PUSTAKA
Diana Halim Koentjoro. Hukum Administrasi Negara. Ghalia
Indonesia. cet.1. Jakarta. 2004.
E. Utrecht. Pengantar Hukum Admnistrasi Indonesia. Pustaka
Tinta Mas. cet.4. Surabaya. 1994.
Philipus M. Hadjon et.all. Pengantar Hukum Administrasi
Negara. Gadja Mada University
Press, cet. 2, Yogyakarta, 1993.
Prajudi Atmosudirjo. Hukum Administrasi Negara. Ghalia
Indonesia, cet. 10. Jakarta. 1995.
Ridwan HR. Hukum Administrasi Negara. PT. RajaGrafindo
Persada. Jakarta. 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar