Selasa, 26 Januari 2016

TAHAPAN PERSIDANGAN




      Tugas Mandiri                                                                             Dosen Pembimbing        Hukum Administrasi Negara                                                               Mahmuzar. M.Hum

“TAHAPAN PERSIDANGAN”

UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015


TAHAP-TAHAP PERSIDANGAN
Proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan melalui tahap-tahap dalam hukum, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan tidak berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan tersebut ialah:
1.                  Upaya Perdamaian
Dalam perkara perdata pada umumnya setiap permulaan sidang, sebelum pemeriksaan perkara, hakim wajib mengusahakan perdamaian antara para pihak berperkara (Pasal 154 R.Bg), kemudian apabila tidak tercapai damai dilanjutkan dengan mediasi (sesuai PERMA No. 1 Tahun 2008). Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan hakim mediator yang tersedia di Pengadilan Agama Lumajang tanpa dipungut biaya, kecuali para pihak menggunakan mediator dari luar yang sudah punya sertifikat, maka seluruh biaya ditanggung kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan mereka. Apabila terjadi perdamaian, maka perkara dicabut oleh Penggugat/Pemohon dan perkara telah selesai atau dibuatkan akta perdamaian (Acta Van Verglijk). Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan putusan hakim dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan banding, kasasi dan peninjauan kembali. Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara perceraian maupun perkara perdata lainnya, maka proses pemeriksaan perkara dilanjutkan. Pada sidang upaya perdamaian, maka inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim, penggugat ataupun tergugat. Hakim harus secara aktif dan sungguh-sungguh untuk mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya damai tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan.
2.                  Pembacaan Gugatan atau Permohonan
Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah seluruh materi (dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal yang tercantum dalam surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat gugatan.
Sebelum surat gugatan/permohonan dibacakan, jika perkara perceraian, hakim wajib menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara perkara perdata umum sidangnya selalu terbuka. Surat gugatan/permohonan yang diajukan ke Pengadilan Agama itu dibacakan oleh Penggugat/Pemohon sendiri atau salah seorang majelis hakim, dan sebelum diberikan kesempatan oleh majelis hakim kepada Tergugat atau Termohon memberikan tanggapan atau jawabannya, pihak Penggugat atau Pemohon punya hak untuk mengubah, mencabut, atau mempertahankan isi surat gugatan atau permohonannya tersebut. Apabila Penggugat atau Pemohon menyatakan tetap tidak ada perubahan dan tambahan dalam gugatan atau permohonannya itu kemudian persidangan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
3.                  Jawaban Gugatan
Pihak Tergugat atau Termohon diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala kepentingannya terhadap Penggugat atau Pemohon melalui Majelis Hakim dalam persidangan. Jawaban Tergugat atau Termohon dapat disampaikan secara tertulis atau lisan (Pasal 158 ayat (1) R.Bg). Pada tahap jawaban ini, Tergugat atau Termohon dapat pula mengajukan eksepsi  (tangkisan)  atau  rekonpensi (gugatan balik) tanpa perlu membayar panjar biaya perkara (biaya dibebankan pada Pemohon atau Penggugat). Adapun Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
a.       Jawaban yang tidak langsung mengenai pokok  perkara, yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi.
b.      Jawaban yang langsung mengenai pokok perkara (verweer ten principale).  Jawaban mengenai pokok perkara dapat dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
1)      Jawaban tergugat berupa pengakuan, Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan  penggugat, baik sebagian maupun seluruhnya. Pengakuan merupakan jawaban yang membenarkan  isi gugatan.
2)      Jawaban tergugat berupa bantahan, Bila tergugat membantah, maka pihak penggugat harus membuktikannya. Bantahan (verweer) pada dasarnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak.
4.                  Replik Penggugat atau Pemohon
Replik merupakan tahapan persidangan yang diberikan kepada Penggugat dimana Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan pembelaan hak perdatanya atas sanggahan yang diberikan Tergugat berupa tanggapannya atas Jawaban yang diberikan Tergugat .Replik tidak diatur dalam HIR namun diatur dalam  pasal 142 Rv (Reglement op Rechtsverordering).
Pada tahap replik, penggugat dapat menegaskan kembali gugatannya yang disangkal oleh tergugat dan juga mempertahankan penggugat melaui hakim. Replik yaitu jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap jawaban tergugat atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhkan gugatannya, dengan mematahkan alasan-alasan penolakan yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari pemeriksaan perkara perdata dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan jawaban.
Dalam Replik biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan atau penolakan atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat yang dikemukakan dalam jawabannya. Bila dalam jawaban ada dalil-dalil yang bertolak belakang dengan dalil Penggugat dalam gugatannya maka pada tahap replik penggugat akan berusaha memperkuat dalil yang telah dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat doktrin atau Yurisprudensi yang berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah tergugat tersebut. Sehingga kadang-kadang untuk semakin memperkuat dalil tersebut juga ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan akan dalil yang telah dikemukakan dalam gugatan semula. Pada tahap ini mungkin Penggugat atau Pemohon tetap mempertahankan gugatan atau permohonannya atau bisa pula mengubah sikap dengan membenarkan jawaban atau bantahan Tergugat atau Termohon.
5.                  Duplik Penggugat
Setelah penggugat mengajukan replik, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah duplik, yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama dengan replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap gugatan penggugat. Duplik adalah jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Pada tahap duplik, maka tergugat dapat mejelaskan kembali jawabannya yang disangkal oleh penggugat.replik dan duplik dapat diulang-ulang sehingga hakim memandang cukup untuk itu yang kemudian dilanjutkan dengan pembuktian. Duplik merupakan tahapan yang dimiliki tergugat. Bila perlu dalil tersebut sekaligus juga harus dapat mematahkan atau setidaknya melemahkan dalil yang dikemukakan penggugat dalam repliknya.
Setelah Penggugat atau Pemohon menyampaikan repliknya, kemudian Tergugat atau Termohon diberi kesempatan untuk menanggapinya atau menyampaikan dupliknya. Tahap ini dapat diulang-ulang sampai ada titik temu antara Penggugat atau Pemohon dengan Tergugat atau Termohon. Apabila acara jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan masih ada hal-hal yang tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan dengan acara pembuktian.
6.                  Pembuktian
Pada tahap pembuktian, maka penggugat mengajukan semua alat-alat bukti untuk mendukung dalil-dalil gugat. Demikian pula penggugat juga mengajukan alat-alat bukti untuk mendukung jawabannya (sanggahannya). Masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya. Setelah proses jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang perkara perdata dilanjutkan dengan pembuktian (apabila dianggap perlu dapat pula dilakukan pemeriksaan setempat serta pemeriksaan ahli). Pada tahap ini, Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau Termohon diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun saksi-saksi secara bergantian yang diatur oleh hakim.
7.                  Kesimpulan Para Pihak
Pada tahap ini, baik Penggugat/Pemohon maupun Tergugat atau Termohon diberi kesempatan yang sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing. Kesimpulan yang disampaikan ini dapat secara lisan maupun secara tertulis.
Pada tahap kesimpulan, maka masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.Setelah tahap pembuktian, majelis hakim kemudian bermusyawarat untuk merumuskan putusan. Hakim tidak diizinkan menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari pada yang digugat (Pasal 178 HIR).


8.                  Musyawarah Majelis Hakim
Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan mengenai perkara yang sedang diperiksa. Rapat Permusyawaratan Majelis Hakim bersifat rahasia (Pasal 19 ayat (3) UU No. 4 Tahun 2004). Dalam rapat permusyawaratan majelis hakim, semua hakim menyampaikan pertimbangannya atau pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Jika terdapat perbedaan pendapat, maka diambil suara terbanyak, dan pendapat yang berbeda tersebut dapat dimuat dalam putusan (dissenting opinion).
9.                  Pembacaan Putusan Hakim
Pada tahap putusan, maka hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk mengakhiri sengketa. Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal sidang, pada tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan tersebut, Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau Termohon berhak mengajukan upaya hukum banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan dibacakan. Apabila  Penggugat atau Pemohon atau Tergugat atau Termohon tidak hadir saat dibacakan putusan, maka Juru Sita Pengadilan Agama Lumajang akan menyampaikan isi atau amar putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan hukum tetap setelah 14 hari amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.

Catatan:

Untuk perkara Cerai Talak, masih ada sidang lanjutan yaitu sidang pengucapan Ikrar Talak. Sidang ini dilakukan setelah putusan Berkekuatan Hukum Tetap (BHT). Kedua belah pihak akan dipanggil lagi ke alamat masing-masing untuk menghadiri sidang tersebut. Apabila pada hari yang ditentukan sampai tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang tersebut Pemohon tidak hadir dan tidak pula mengirim wakilnya yang sah, maka gugurlah kekuatan putusan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi berdasarkan alasan yang sama.

KESIMPULAN
Tahap-tahap persidangan yaitu diantaranya sebagai berikut:
Tahap pertama, UPAYA DAMAI Majelis Hakim akan berusaha menasehati para pihak untuk berdamai. Tahap kedua, PEMBACAAN GUGATAN atau PERMOHONAN yaitu Bila upaya damai tidak berhasil, Majelis Hakim akan memulai pemeriksaan perkara dengan membacakan gugatan atau permohonan Penggugat atau Pemohon. Tahap ketiga, JAWABAN TERGUGAT atau TERMOHON Kesempatan Tergugat atau Termohon untuk menjawab gugatan atau permohonan Penggugat atau Pemohon, baik secara lisan maupun tertulis. Tahap keempat, REPLIK Kesempatan Penggugat atau Pemohon untuk menanggapi jawaban Tergugat atau Termohon, baik secara lisan maupun tertulis. Tahap kelima, DUPLIK Kesempatan Tergugat atau Termohon untuk menjawab kembali tanggapan (replik) Penggugat atau Pemohon, baik secara lisan maupun tertulis. Tahap keenam, PEMBUKTIAN Pada tahap ini baik Penggugat atau Pemohon akan dimintakan bukti untuk menguatkan dalil-dalil gugatan atau permohonannya dan Tergugat atau Termohon akan dimintakan bukti untuk menguatkan bantahannya. Tahap ketujuh, KESIMPULAN Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau Termohon menyampaikan kesimpulan akhir terhadap perkara yang sedang diperiksa. Tahap kedelapan, MUSYAWARAH MAJELIS. Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan mengenai perkara yang sedang diperiksa. Tahap kesembilan, PEMBACAAN PUTUSAN Majelis Hakim akan membacakan putusan hasil musyawarah Majelis Hakim.



DAFTAR PUSTAKA

Darwan Prinst, S.H. Strategi  Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata., PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung 1992.
Mertokusumo, Sudsikno. 2006. Hukum Acara Perdata Indonesia. Yogyakarta: Mandar Maju.
Muhammad, Abdulkadir. 1996. Hukum Acara Perdata Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar