Tugas Mandiri Dosen Pembimbing Hukum Administrasi Negara Mahmuzar. M.Hum
“TAHAPAN PERSIDANGAN”
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
TAHAP-TAHAP PERSIDANGAN
Proses pemeriksaan perkara di depan sidang dilakukan
melalui tahap-tahap dalam hukum, setelah hakim terlebih dahulu berusaha dan
tidak berhasil mendamaikan para pihak yang bersengketa. Tahap-tahap pemeriksaan
tersebut ialah:
1.
Upaya Perdamaian
Dalam perkara
perdata pada umumnya setiap permulaan sidang, sebelum pemeriksaan perkara,
hakim wajib mengusahakan perdamaian antara para pihak berperkara (Pasal 154
R.Bg), kemudian apabila tidak tercapai damai dilanjutkan dengan mediasi
(sesuai PERMA No. 1 Tahun 2008). Dalam mediasi ini para pihak boleh menggunakan
hakim mediator yang tersedia di Pengadilan Agama Lumajang tanpa dipungut biaya,
kecuali para pihak menggunakan mediator dari luar yang sudah punya sertifikat,
maka seluruh biaya ditanggung kedua belah pihak berdasarkan kesepakatan mereka.
Apabila terjadi perdamaian, maka perkara dicabut oleh
Penggugat/Pemohon dan perkara telah selesai atau dibuatkan akta perdamaian
(Acta Van Verglijk). Akta Perdamaian ini mempunyai kekuatan hukum yang sama
dengan putusan hakim dan dapat dieksekusi, tetapi tidak dapat dimintakan
banding, kasasi dan peninjauan kembali. Apabila tidak terjadi damai dalam mediasi, baik perkara
perceraian maupun perkara perdata lainnya, maka proses pemeriksaan perkara
dilanjutkan. Pada sidang upaya
perdamaian, maka inisiatif perdamaian dapat timbul dari hakim, penggugat
ataupun tergugat. Hakim harus secara aktif dan sungguh-sungguh untuk
mendamaikan para pihak. Apabila ternyata upaya damai
tidak berhasil, maka sidang dapat dilanjutkan ke tahap pembacaan gugatan.
2.
Pembacaan Gugatan atau Permohonan
Pada tahap pembacaan gugatan, maka pihak penggugat berhak meneliti ulang apakah
seluruh materi (dalil gugatan dan petitum) sudah benar dan lengkap. Hal-hal
yang tercantum dalam surat gugat itulah yang menjadi acuan (obyek) pemeriksaan
dan pemeriksaan tidak boleh keluar dari ruang lingkup yang ternuat dalam surat
gugatan.
Sebelum surat gugatan/permohonan dibacakan, jika perkara
perceraian, hakim wajib menyatakan sidang tertutup untuk umum, sementara
perkara perdata umum sidangnya selalu terbuka.
Surat gugatan/permohonan yang diajukan ke Pengadilan
Agama itu dibacakan oleh Penggugat/Pemohon sendiri atau salah seorang majelis
hakim, dan sebelum diberikan kesempatan oleh majelis hakim kepada Tergugat atau
Termohon memberikan tanggapan atau jawabannya, pihak Penggugat atau Pemohon
punya hak untuk mengubah, mencabut, atau mempertahankan isi surat gugatan
atau permohonannya tersebut. Apabila Penggugat atau Pemohon menyatakan tetap
tidak ada perubahan dan tambahan dalam gugatan atau permohonannya itu kemudian
persidangan dilanjutkan ke tahap berikutnya.
3.
Jawaban Gugatan
Pihak Tergugat
atau Termohon diberi kesempatan untuk membela diri dan mengajukan segala
kepentingannya terhadap Penggugat atau Pemohon melalui Majelis Hakim dalam
persidangan. Jawaban Tergugat atau
Termohon dapat disampaikan secara tertulis atau lisan (Pasal 158 ayat (1)
R.Bg). Pada tahap jawaban ini, Tergugat atau Termohon dapat pula mengajukan
eksepsi (tangkisan) atau rekonpensi (gugatan
balik) tanpa perlu membayar panjar biaya perkara (biaya dibebankan pada Pemohon
atau Penggugat). Adapun
Jawaban tergugat dapat terdiri dari 2 macam, yaitu:
a. Jawaban yang tidak langsung mengenai
pokok perkara, yang disebut dengan tangkisan atau eksepsi.
b. Jawaban yang langsung mengenai pokok
perkara (verweer ten principale). Jawaban mengenai pokok perkara dapat
dibagi lagi atas dua kategori, yaitu:
1) Jawaban tergugat berupa pengakuan,
Pengakuan berarti membenarkan isi gugatan penggugat, baik sebagian maupun
seluruhnya. Pengakuan merupakan jawaban yang membenarkan isi gugatan.
2) Jawaban tergugat berupa bantahan, Bila
tergugat membantah, maka pihak penggugat harus membuktikannya. Bantahan
(verweer) pada dasarnya bertujuan agar gugatan penggugat ditolak.
4.
Replik Penggugat atau Pemohon
Replik merupakan tahapan persidangan yang
diberikan kepada Penggugat dimana Penggugat diberi kesempatan untuk mengajukan
pembelaan hak perdatanya atas sanggahan yang diberikan Tergugat berupa
tanggapannya atas Jawaban yang diberikan Tergugat .Replik tidak diatur dalam HIR namun diatur dalam pasal 142 Rv (Reglement op
Rechtsverordering).
Pada tahap replik, penggugat dapat menegaskan
kembali gugatannya yang disangkal oleh tergugat dan juga mempertahankan
penggugat melaui hakim. Replik yaitu jawaban penggugat baik terulis maupun lisan terhadap jawaban
tergugat atas gugatannya. Replik diajukan penggugat untuk meneguhkan gugatannya, dengan mematahkan alasan-alasan penolakan
yang dikemukakan tergugat dalam jawabannya. Replik merupakan lanjutan dari
pemeriksaan perkara perdata dipengadilan negeri setelah tergugat mengajukan
jawaban.
Dalam Replik
biasanya akan dimasukkan dalil-dalil yang merupakan sanggahan atau penolakan
atas sebagian atau seluruh dalil-dalil Tergugat yang dikemukakan dalam
jawabannya.
Bila dalam
jawaban ada dalil-dalil yang bertolak belakang dengan dalil Penggugat dalam
gugatannya maka pada tahap replik penggugat akan berusaha memperkuat dalil yang
telah dikemukakan tersebut dengan menambahkan pendapat doktrin atau Yurisprudensi
yang berkaitan erat dengan dalil yang telah dibantah tergugat tersebut.
Sehingga kadang-kadang untuk semakin memperkuat dalil tersebut juga
ditambahakan bukti baru yang menambah kejelasan akan dalil yang telah
dikemukakan dalam gugatan semula. Pada tahap ini mungkin Penggugat atau Pemohon tetap
mempertahankan gugatan atau permohonannya atau bisa pula mengubah sikap dengan
membenarkan jawaban atau bantahan Tergugat atau Termohon.
5.
Duplik Penggugat
Setelah
penggugat mengajukan replik, tahapan pemeriksaan selanjutnya adalah duplik,
yaitu jawaban tergugat terhadap replik yang diajukan penggugat. Sama dengan
replik, duplik ini pun dapat diajukan tertulis maupun lisan. Duplik diajukan
tergugat untuk meneguhkan jawabannya yang lazimnya berisi penolakan terhadap
gugatan penggugat.
Duplik adalah
jawaban tergugat atas replik yang diajukan penggugat. Pada tahap duplik, maka tergugat dapat mejelaskan kembali
jawabannya yang disangkal oleh penggugat.replik dan duplik dapat diulang-ulang
sehingga hakim memandang cukup untuk itu yang kemudian dilanjutkan dengan
pembuktian. Duplik
merupakan tahapan yang dimiliki tergugat. Bila perlu dalil tersebut sekaligus
juga harus dapat mematahkan atau setidaknya melemahkan dalil yang dikemukakan
penggugat dalam repliknya.
Setelah
Penggugat atau Pemohon menyampaikan repliknya, kemudian Tergugat atau
Termohon diberi kesempatan untuk menanggapinya atau menyampaikan dupliknya. Tahap ini dapat diulang-ulang sampai ada titik temu
antara Penggugat atau Pemohon dengan Tergugat atau Termohon. Apabila
acara jawab menjawab dianggap cukup oleh hakim, dan masih ada hal-hal yang
tidak disepakati oleh kedua belah pihak, maka hal ini dilanjutkan dengan acara
pembuktian.
6.
Pembuktian
Pada tahap pembuktian, maka penggugat mengajukan semua
alat-alat bukti untuk mendukung dalil-dalil gugat. Demikian pula penggugat juga
mengajukan alat-alat bukti untuk mendukung jawabannya (sanggahannya).
Masing-masing pihak berhak menilai alat bukti pihak lawannya. Setelah proses
jawab-menjawab (gugatan, jawaban, replik, duplik) sidang perkara perdata
dilanjutkan dengan pembuktian (apabila dianggap perlu dapat pula dilakukan
pemeriksaan setempat serta pemeriksaan ahli).
Pada
tahap ini, Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau Termohon diberi kesempatan
yang sama untuk mengajukan bukti-bukti, baik berupa bukti surat maupun
saksi-saksi secara bergantian yang diatur oleh hakim.
7.
Kesimpulan Para Pihak
Pada tahap ini,
baik Penggugat/Pemohon maupun Tergugat atau Termohon diberi kesempatan yang
sama untuk mengajukan pendapat akhir yang merupakan kesimpulan hasil
pemeriksaan selama sidang berlangsung menurut pandangan masing-masing. Kesimpulan yang disampaikan ini dapat secara lisan maupun
secara tertulis.
Pada tahap
kesimpulan, maka masing-masing pihak (penggugat dan tegugat) mengajukan
pendapat akhir tentang hasil pemeriksaan.Setelah tahap pembuktian, majelis
hakim kemudian bermusyawarat untuk merumuskan putusan. Hakim tidak diizinkan
menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak digugat, atau memberikan lebih dari
pada yang digugat (Pasal 178 HIR).
8.
Musyawarah Majelis Hakim
Majelis Hakim akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan
mengenai perkara yang sedang diperiksa. Rapat Permusyawaratan
Majelis Hakim bersifat rahasia (Pasal 19 ayat (3) UU No. 4 Tahun 2004). Dalam
rapat permusyawaratan majelis hakim, semua hakim menyampaikan pertimbangannya
atau pendapatnya baik secara lisan maupun tertulis. Jika terdapat perbedaan
pendapat, maka diambil suara terbanyak, dan pendapat yang berbeda tersebut
dapat dimuat dalam putusan (dissenting opinion).
9.
Pembacaan Putusan Hakim
Pada
tahap putusan, maka hakim menyampaikan segala pendapatnya tentang perkara itu
dan menyimpulkannya dalam suatu putusan. Putusan hakim untuk mengakhiri sengketa.
Setelah selesai musyawarah majelis hakim, sesuai dengan jadwal sidang, pada
tahap ini dibacakan putusan majelis hakim. Setelah dibacakan putusan
tersebut, Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau Termohon berhak mengajukan
upaya hukum banding dalam tenggang waktu 14 hari setelah putusan dibacakan. Apabila Penggugat
atau Pemohon atau Tergugat atau Termohon tidak hadir saat dibacakan putusan,
maka Juru Sita Pengadilan Agama Lumajang akan menyampaikan isi atau amar
putusan itu kepada pihak yang tidak hadir, dan putusan baru berkekuatan hukum
tetap setelah 14 hari amar putusan diterima oleh pihak yang tidak hadir itu.
Catatan:
Untuk perkara
Cerai Talak, masih ada sidang lanjutan yaitu sidang pengucapan Ikrar Talak.
Sidang ini dilakukan setelah putusan Berkekuatan Hukum Tetap (BHT). Kedua belah pihak akan dipanggil lagi ke alamat
masing-masing untuk menghadiri sidang tersebut. Apabila pada hari yang
ditentukan sampai tenggang waktu 6 (enam) bulan sejak ditetapkan hari sidang
tersebut Pemohon tidak hadir dan tidak pula mengirim wakilnya yang sah, maka
gugurlah kekuatan putusan tersebut dan perceraian tidak dapat diajukan lagi
berdasarkan alasan yang sama.
KESIMPULAN
Tahap-tahap
persidangan yaitu diantaranya sebagai berikut:
Tahap pertama, UPAYA DAMAI Majelis Hakim akan berusaha
menasehati para pihak untuk berdamai.
Tahap kedua, PEMBACAAN GUGATAN atau PERMOHONAN yaitu Bila upaya damai
tidak berhasil, Majelis Hakim akan memulai pemeriksaan perkara dengan
membacakan gugatan atau permohonan Penggugat atau Pemohon. Tahap ketiga, JAWABAN TERGUGAT atau TERMOHON
Kesempatan Tergugat atau Termohon untuk menjawab gugatan atau permohonan
Penggugat atau Pemohon, baik secara lisan maupun tertulis. Tahap keempat, REPLIK Kesempatan
Penggugat atau Pemohon untuk menanggapi jawaban Tergugat atau Termohon, baik
secara lisan maupun tertulis. Tahap
kelima, DUPLIK Kesempatan Tergugat atau Termohon untuk menjawab kembali
tanggapan (replik) Penggugat atau Pemohon, baik secara lisan maupun tertulis. Tahap keenam, PEMBUKTIAN Pada tahap
ini baik Penggugat atau Pemohon akan dimintakan bukti untuk menguatkan
dalil-dalil gugatan atau permohonannya dan Tergugat atau Termohon akan
dimintakan bukti untuk menguatkan bantahannya. Tahap ketujuh, KESIMPULAN Penggugat atau Pemohon dan Tergugat atau
Termohon menyampaikan kesimpulan akhir terhadap perkara yang sedang diperiksa. Tahap kedelapan, MUSYAWARAH MAJELIS. Majelis
Hakim akan bermusyawarah untuk mengambil keputusan mengenai perkara yang sedang
diperiksa. Tahap kesembilan, PEMBACAAN
PUTUSAN Majelis Hakim akan membacakan putusan hasil musyawarah Majelis
Hakim.
DAFTAR
PUSTAKA
Darwan Prinst, S.H. Strategi Menyusun dan Menangani Gugatan Perdata.,
PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung 1992.
Mertokusumo, Sudsikno. 2006. Hukum Acara Perdata
Indonesia. Yogyakarta: Mandar Maju.
Muhammad, Abdulkadir. 1996. Hukum Acara Perdata
Indonesia. Bandung: PT. Citra Aditya
Bakti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar