Tugas Mandiri
Dosen Pembimbing
KEPEMIMPINAN Dr. Abdul Rozak
ETIKA DALAM KEPEMIMPINAN
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
11375202252
V/ANA/A
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI
DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur,kami panjatkan kehadapan
Tuhan Yang Maha Esa krena atas rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudu “ETIKA DALAM KEPEMIMPINAN” tepat pada waktunya.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan,bimbingan yang
baik dari berbagai pihak.
Oleh karena itu,melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah
membimbing dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak kekurangan dan banyak kelemahan.
Oleh karena itu,penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bukan hanya bagi penulis melainkan juga kepada para pembaca.
Pekanbaru,31
Oktober 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 1
C. Tujuan Makalah................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Hakikat Kepemimpinan...................................................................................................... 3
B. Pengertian Etika Kepemimpinan......................................................................................... 4
C. Beberapa Teori Etika.......................................................................................................... 6
D. Fungsi Etika Kepemimpinan............................................................................................... 8
E.
Dilema dalam
Mengevaluasi Kepemimpina Etis................................................................. 9
F.
Perilaku Etis....................................................................................................................... 10
G. Etika Profesi Pemimpin..................................................................................................... 11
H. Determinan dari Kepemimpinan Etis................................................................................. 12
I.
Etika dalam Pemerintah..................................................................................................... 12
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN.................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kepemimpinan tanpa etika adalah malapetaka karena
dapat menimbulkan ketidakstabilan dan kehancuran. Seorang pemimpin wajib untuk
memimpin dengan berpondasikan etika yang kuat dan santun. Sebab, tanpa etika
kepemimpinan, maka pemimpin tidak akan pernah mampu menyentuh hati terdalam
dari para pengikut. Dan dia juga akan mnejadi yang gampang untuk di olok-olok
oleh lawan dan kawan. Bila lawan, kawan, dan bawahan sudah suka
meperolok-olokkan pemimpin, maka malapetaka akan menjadi sahabat kepemimpinan
tersebut.
Seorang pemimpin yang memiliki etika akan mampu
membawa organisasi yang dipimpinnya sampai ke puncak keberhasilan dengan
memanfaatkan semua potensi yang ada pada semua anggota organisasi yang
dipimpin. Seorang pemimpin menjadikan etika sebagai dasar mengoptimalkan semua
bakat dan potensi sumber daya manusia, dan meningkatkan nilai dari semua sumber
daya yang dimiliki oleh organisasi serta menghargai semua kualitas dan
kompetensi sumber daya manusia. Dan bukan seorang pemimpin yang menciptakan
jarak antara mimpi dan realitas. Tetapi dia seorang pemimpin beretika yang
membantu semua mimpi pengikutnya menjadi kenyataan dalam kebahagiaan.
Pemimpin yang beretika tidak akan pernah punya niat
untuk menyingkirkan bakat-bakat hebat yang menjanjikan masa depan cerah. Dia
akan mengilhami semua orang dengan motivasi dan keteladanan untuk mampu
mencapai keunggulan, dan merangsang semua orang untuk berfikir positif dan
bekerja efektif.
B.
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini ialah sebagai
berikut:
1.
Apa Hakikat dari
etika kepemimpinan itu?
2.
Apa pengertian
dari etika kepemimpinan itu?
3.
Apa saja teori
dari etika itu?
4.
Apa saja fungsi
dari etika kepemimpinan itu?
5.
Bagaimana dilema
dari etika kepemimpinan itu?
C.
Tujuan Masalah
Dengan adanya rumusan masalah diatas,maka tujuan
masalahnya ialah:
1.
Mengetahui apa
hakikat dari etika kepemimpinan itu.
2.
Mengetahui apa
yang dimaksud dengan etika kepemimpinan itu.
3.
Mengetahui apa
saja teori dari etika.
4.
Mengetahui apa
saja fungsi dari etika kepemimpinan.
5.
Mengetahui
bagaimana dilemma dari etika kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hakikat Etika
Etika
berasal dari kata Yunani ethos
(bentuk tunggal) yang berarti: tempat tinggal, padang rumput, kandang,
kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Bentuk jamaknya adalah ta etha, yang berarti adat istiadat.
Dalam hal ini, kata etika sama pengertiannya dengan moral. Moral berasal dari
kata latin: mos (bentuk tunggal),
atau morse (bentuk jamak) yang
berarti adat istiadat, kebiasaan, kelakuan, watak, tabiat, akhlak, cara hidup.[1]
Untuk
memperoleh pemahaman lebih lanjut mengenai etika, dibawah ini dikutip beberapa
pengertian etika.
1.
Ada dua
pengertian etika, sebagai praksis dan sebagai refleksi.
2.
Etika secara
etimologis dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan, atau
ilmu tentang adat kebiasaan yang berkenaan dengan hidup yang baik dan yang
buruk.
3.
Istillah lain
dari etika adalah susila. Su artinya
baik, dan sila artinya kebiasaan atau
tingkah laku. Jadi, susila berarti kebiasaan atau tingkah laku pembuatan
manusia yang baik.
4.
Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, etika
dirumuskan dalam pengertian sebagai berikut:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk, dan
tentang hak dan kewajiban moral.
b. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak.
c. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
5.
Menurut
Lawrence, Weber, dan post etika adalah suatu konsepsi tentang perilaku benar
dan salah. Etika menjelaskan kepada kita apakah perilaku kita bermoral atau
tidak dan berkaitan dengan hubungan kemanusiaan yang fundamental, bagaimana
kita berpikir dan bertindak terhadap kita.
6.
Menurut David P.
Baron, etika adalah suatu pendekatan sistematis atas penilaian moral, yang
didasarkan atas penalaran, analisis, sintesis, dan reflektif.
Dari
uraian diatas, dapat diketahui bahwa ternyata etika mempunyai banyak arti.
Namun demikian, setidaknya arti etika dapat dilihat dari dua hal berikut:
a.
Etika sebagai praksis, sama dengan moral atau moralitas yang berarti adat
istiadat, kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma yang berlaku dalam kelompok
atau masyarakat.
b.
Etika sebagai ilmu atau tata susila, adalah pemikiran atau penilaian moral. Etika sebagai
pemikiran moral bisa saja mencapai taraf ilmiah bila proses penalaran terhadap
moralitas tersebut bersifat kritis, metodis, dan sistematis. Dalam taraf ini
ilmu etika dapat saja mencoba merumuskan suatu teori, konsep, asa, atau
prinsip-prinsip tentang perilaku manusia yang dianggap baik atau tidak baik,
mengapa perilaku tersebut dianggap baik atatu tidak baik, mengapa menajdi baik
itu sangat bermanfaat, dan sebagainya.
B.
Pengertian Etika
Kepemimpinan
Etika
adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang salah, sesuatu yang diboleh
dilakukan, dan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Perilaku yang benar
merupakan perilaku yang etis dan perilaku yang salah merupakan perilaku yang
tidak etis. Apa yang dianggap benar dan etis dan apa yang dianggap salah atau
tidak etis di suatu negara atau budaya berbeda dengan negara lain atau budaya
lainnya. Sesuatau perbuatan dianggap etis juga ditentukan oleh tujuannya.
Misalnya, memberikan sesuatu sebagai hadiah ulang tahun di anggap etis, akan
tetapi memberikan sesuatu dengan tujuan menyuap merupakan perbuatan tidak etis.
Menurut
teoritis kepemimpinan, kepemimpinan etis adalah kepemimpinan yang
mendemonstrasikan perilaku yang secara normative tepat melalui
tindakan-tindakan personal dan hubungan interpersonal, dan promosi perbuatan
seperti itu kepada para pengikut melalui komunikasi dua arah, penguatan, dan
pembuatan keputusan. [2]
Pengaruh merupakan esensi dari kepemimpinan,
dan para pemimpin yang berkuasa dampaka memiliki dampak besar pada kehidupan
dari para pengikut dan nasib dari sebuah organisasi. Seperti yang diingatkan
oleh Gini, masalah utamanya bukanlah apakah para pemimpin akan menggunakan
kekuasaan, tetapi apakah mereka akan menggunakannya dengan bijaksana dan baik.
Potensi besar sekali untuk pengaruh adalah satu alasan begitu banyak orang yang
tertarik dalam aspek etis dari kepemimpinan. Subjek ini menjadi menonjol dalam
beberapa tahun terakhir. Satu alasan mungkin adalah kepercayaan public yang
menurun kepada para pemimpin bisnis dan politik selama tiga decade terakhir
(Kouzes & Posher). [3]
Etika
adalah penyelidikan filosofi mengenai kewajiban-kewajiban manusia, dan tentang
hal-hal yang baik dan buruk jadi penyelidikan tentang bidang moral. Maka etika
juga didefinisikan sebagai filsafat tentang bidang moral. Etika tidak membahas
kondisi atau keadaan manusia melainkan tentang bagaimana manusia itu seharusnya
bertingkah laku. Karena itu pula etika adalah filsafat mengenai praktis manusia
yang harus berbuat menurut aturan dan norma tertentu. [4]
Norma
merupakan aturan mengenai baik dan buruk, benar dan salah. Sedangkan yang
dimaksud dengan etika adalah suatu pendekatan sitematis atas pertimbangan moral
berdasarkan penalaran, analisis, sintesis, dan perenungan. Dalam melakakukan
pilihan etis terhadap pertimbangan moral tertentu maka nilai dari masing-masing
pihak yang terlibat dalam suatu pengambilan keputusan etis akan sangat
menentukan pilihan mana yang akan dilakukan. Dengan demikian senantiasa
terdapat hubungan yang sangat erat antara nilai dengan keputusan etis yang
dibuat. [5]
Organisasi
merupakan penjelasan yang menguntungkan bagi pemahaman yang lebih baik dan
mengembangkan etika organisasi. Jika perilaku organisasi dapat memberikan
wawasan mengenai bagaimana mengelola perilaku kerja manusia, kemudian ia dapat
mengajarkan kepada kita cara menghindari perilaku yang buruk. Etika mencakup
penelitian mengenai pilihan dan masalah moral. Ia menyangkut benar versus
salah, baik versus buruk, dan banyak bayangkan kelabu dalam isu-isu yang diduga
berwarna hitam dan putih. Implikasi moral bersumber dari setiap keputusan yang
sebenarnya, baik didalam maupun diluar kerja. [6]
Kepemimpinan
etis merupakan gagasan yang ambigu yang terlihat meliputi beragam elemen
berbeda. Amatlah berguna membuat sebuah perbedaan antara etis dari seorang
pemimpin dengan etika dari jenis perilaku kepemimpinan tertentu (Bass &
Steidlmeier, 1999). Kedua jenis etika itu sulit dievaluasi. Heifetz (1994)
menyatakan tidak ada landasan netral secara etis bagi teoti-teori kepemimpinan,
karena mereka selalu melibatkan nilai dan asumsi implicit mengenai bentuk
pengaruh yang tepat. [7]
Etika
meliputi persoalan moral dan pilihan dan berhubungan dengan perilaku yang benar
dan salah. Meskipun selama ini etiak yang kurang mendapat perhatian, mulai dari
kegagalan Entron dan segera diikuti oleh kasus profil tinggi lainnya, eksekutif
berkedudukan tinggi ditahan dan dituduh “merampok” perusahaan, perusahaan
akuntan umum dinyatakan bersalah karena beberapa gangguan, dan masih banyak
lagi etika telah mengambil posisi penting.
Disamping
persoalan moral dan pedoman program etika serta iklim budaya organisasi, dalam
kerangka mengenai diversitas, etika juga mempunyai dampak pada bagaimana
bawahan diperlakukan, dan bagaimana mereka melakukan pekerjaannya. Dengan kata
lain, etika dapat mempengaruhi keadaan karyawan dan kinerja mereka. Secara
khusus, masalah-masalah sosial saat ini yang berhubungan dengan keterlibatan
perusahaan dalam pelecahan seksual dan hak privasi, secara khusus relavan
dengan studi perilaku etis dalam organisasi sekarang ini. [8]
C.
Beberapa Teori
Etika
Etika
sebagai disiplin ilmu berhubungan dengan kajian secara kritis tentang adat
kebiasaan, nilai-nilai, dan norma-norma perilaku manusia yang dianggap baik
atau tidak baik. Sebagai ilmu etika belum semapan ilmu fisika atau ilmu
ekonomi. Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan
suatu tindakan, sifat atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau
prespektif yang berlainan. Sebagaimana dikatakan oleh Peschke S.V.D, pelbagai
teori etika muncul antara lain karena adanya perbedaan prespektif dan
penafsiran tentang apa yang menjadi tujuan akhir hidup umat manusia.
Disamping
itu, sifat teori dalam ilmu etika masih lebih banyak untuk menjelaskan sesuatu,
belum sampai pada tahap untuk meramalkan, apalagi untuk mengontrol sutau tindakan
atau perilaku. Banyaknya teori etika yang berkembang tampak cukup
membingungkan. Padahal, sifat teori yang semakin sederhana dan makin mengurucut
menuju suatu teori tunggal yang mampu menjelaskan suatu gejala secara
komprehensif, justru makin menunjukkan kemapanan disiplin ilmu yang
bersangkutan. Untuk memperoleh pemahaman tentang berbagai teori etika yang
berkembang, berikut ini diuraikan secara garis besar beberapa teori yang
berpengaruh.
1)
Egoisme
Rachel
memperkenalkan dua konsep yang berhubungan dengan egoism, yaitu: egoisme
psikologis dan egoisme etis. Kedua konsep ini tampak mirip karena keduanya
menggunakan istilah egoisme, namun sebenarnya keduanya mempunyai pengertian
yang berbeda. Egoisme psikologis adalah suatu teori yang menjelaskan bahwa semua
tindakan manusia dimotivasi oleh kepentingan berkutat diri. Menurut teori ini,
orang boleh saja yakin bahwa ada tindakan mereka yang bersifat luhur dan suka
berkorban, namun semua tindakan yang suka berkorban tersebut hanyalah ilusi.
Munculnya
paham egoisme etis memberikan landasan yang sangat kuat bagi munculnya paham
ekonomis capitalis dalam ilmu ekonomi. Paham ekonomi kapitalis ini diperoleh
oleh Adam Smith. Adam Smith berpandangan bahwa kekayaan suatu negara akan
tumbuh maksimal bila setiap individu diberi kebebasan untuk mengejar
kepentingan nya masing-masing. Pada awalnya paham ini hanya dianut oleh
negara-negara barat, namun kini hampir semua negara didunia ini telah
dipengaruhi oleh sistem kapitalis ini.
2)
Utilitarianisme
Utilitarianisme berasal dari kata latin utilis, kemudian menjadi kata
inggris utility yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini, suatu tindakan
dapat dikatakan baik jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota
masyarakat, atau dengan istilah yang sangat terkenal. Jadi, ukuran baiknya
tindakan dilihat dari akobat konsekuensi, atau tujuan dari tindakan itu, apakah
memberi manfaat atau tidak. Itulah sebabnya, paham ini disebut juga paham
teleologis. Teleologis berasal dari kata yunani telos yang berarti tujuan.
Perbedaan
paham Utilitarianisme dengan paham egoisme etis terletak pada siapa yang
memperoleh manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang kepentingan
individu, sedangkan paham utilitarianisme melihat dari sudut kepentingan orang
banyak (kepentingan bersama, kepentingan masyarakat).
3)
Deontologi
Paradigma
teori deontology sangat berbeda dengan paham egoisme dan utilitarianisme yang
sudah dibahas. Kedua teori yang disebut terakhir, yaitu teori egoisme dan
utilitarianisme sama-sama menilai baik buruknya suatu tindakan dari akibat,
konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut. Bila akibat dari suatu
tindakan memberikan manfaat entah untuk individu atau untuk banyak orang atau
kelompok masyarakat, maka tindakan itu dikatakan etis. Sebaliknya, jika akibat
suatu tindakan merugikan individu atau sebagian besar kelompok masyarakat, maka
tindakan tersebut dikatakan tidak etis. Teori yang menilai suatu tindakan
berdasarkan hasil, konsekuensi, atau tujuan dari tindakan tersebut disebut
teleology. [9]
D.
Fungsi Etika Kepemimpinan
Etika
memengaruhi perilaku pemimpin dan perilaku pera pengikut. Fungsi etika
kepemimpinan ialah sebagai berikut:
1)
Norma etika.
Setiap organisasi. Setiap organisasi atau sistem soisal yang mapan mempunyai
norma dan nilai-nilai etika di samping peraturan. Norma dan nilai-nilai
tersebut merupakan bagian daripada budaya organisasi.
2)
Pemimpin. Norma
dan nilai-nilai memengaruhi perilaku semua anggota organisasi termasuk
pemimpin. Khusus bagi pemimpin ia harus memimpin aplikasi dan penegakan
pelaksanaan norma dan nilai-nilai dalam perilaku organisasi dan perilaku
pribadi para anggota organisasi.
3)
Perilaku
memengaruhi pemimpin yang etis. Norma dan nilai-nilai organisasi diterapkan
dalam perilaku memengaruhi pemimpin. Jika pemimpin menerapkan norma dan nilai-nilai
etika maka terciptalah teknik memengaruhi dari pemimpin yang etis. Pemimpin
menggunakan teknik memengaruhi yang dapat diterima oleh para pengikut yang juga
telah menerapkan norma dan nilai-nilai organisasi dalam perilakunya.
4)
Iklim etika.
Penggunaan norma dan nilai-nilai organisasi oleh pemimpin dalam teknik
memengaruhi pemimpin yang dapat diterima oleh para pengikut yang telah
menyesuaikan perilakunya dengan norma dan nilai-nilai organisasi menciptakan
iklim etika dalam organisasi. Iklim etika adalah persepsi pemimpin dan pengikut
mengenai apa yang terjadi secara rutin dalam lingkungan internal organisasi.
5)
Kinerja
Pengikut. Iklim etika memungkinkan para pengikut bekerja secara maksimal,
meningkatkan motivasi, etos kerja dan kepuasan kerja para pengikut.
Hambatan-hambatan psikologis pengikut dalam bekerja dihindari. Dengan demikian
akan tercipta kinerja maksimal dari para pengikut.
6)
Visi tercapai.
Jika kinerja pengikut maksimal maka dapat diprediksi kinerja organisasi akan
maksimal dan visi pemimpin akan tercapai.[10]
E.
Dilema dalam
Mengevaluasi Kepemimpinan Etis
Mempengaruhi
komitmen dan optimisme pengikut adalah aspek pusat dari kebanyakan teori
mengenai kepemimpinan efektif. Para pemimpin biasanya diharapkan untuk
mempengaruhi komitmen para pengikut terhadap sebuah tugas yang ada atau sebuah
aktivitas baru. Namun, pengaruh ini juga merupakan sumber dari kekhawatiran
etis. Masalah untuk mengevaluasi kepemimpinan etis adalah untuk menentukan
kapan pengaruh demikian kapan pengaruh demikian itu tepat.
Etika
mempengaruhi para pengikut adalah perhatian utama untuk teori kepemimpinan
transformasional dan karismatik. Kebanyakan teori ini melibatkan pengaruh
pemimpin yang besar atas sikap dan perilaku pengikut. Lebih mudah untuk
mengevaluasi kepemimpinan etis saat minat dari pemimpin, pemgikut dan
organisasi kongruen dan dapat dicapai dengan tindakan yang tidak melibatkan
terlalu banyak resiko atau biaya kepada suatu pihak.
Namun,
dalam banyak situasi proses mempengaruhi dapat melibatkan, penciptaan
antuasiasme untuk sebuah strategi atau proyek yang berkuasa, membujuk para
pengikut untuk mengubah keyakinan dan nilai mereka yang mendasari atau ketiga
mempengaruhi keputusan yang akan menguntungkan sebagian orang dengan
mengorbankan yang lain. Setiap jenis pengaruh ini melibatkan beberapa dilema
etis.
Mempengaruhi
Harapan, sebuah tanggung jawab kepemimpinan yang penting adalah untuk
menerjemahkan peristiwa yang membingungkan dan membangun consensus di sekitar
strategi untuk berhadapan dengan ancaman dan kesempatan. Nilai dan Keyakinan
yang Mempengaruhi yang lebih controversial adalah sebiah untuk mengubah nilai
dan keyakinan yang mendasari dari masing-masing pengikut. Berbagai Stakeholder
kesulitan dalam mengevaluasi efektivitas kepemimpinan meliputi berbagai criteria
yang memiliki pertukaran yang rumit, dan para stakeholder yang sebagian
memiliki kepentingan untuk saling berkonflik.
Evaluasi
harus mempertimbangkan batasan dimana seorang pemimpin yang menyeimbangkan dan
mengintegrasikan kepentingan dari stakeholder berbeda di dalam batasan yang
dikenakan oleh kewajiban hukum dan kontraktual. Sebuah orientasi integrative
terlihat lebih etis bagi pemimpin daripada mendukung fraksi yang akan
memberikan keuntungan pribadi yang tertinggi bagi pemimpin, mempermainkan stakeholder
satu sama lain atau berusaha mengabaikan konflik kepentingan substantive. [11]
F.
Perilaku Etis
Seorang
pemimpin, yang etis perilakunya mengacu pada norma-norma etika. Karakteristik
perilaku etis antara lain:
1.
Dapat dipercaya.
Seorang pemimpin harus dapat dipercaya oleh para pengikutnya. Ia seorang yang
jujur berupaya menyatukan antara apa yang dikatakan, dijanjikan dengan apa yang
dilakukannya.
2.
Menghargai dan
menghormati orang lain. Pemimpin harus memperlakukan para pengikut dengan baik
seperti ia ingin diperlakukan pengikutnya dan orang lain. Pemimpin juga harus
menghargai hak asasi para pengikut dan orang-orang yang berhubungan dengan
organisasinya.
3.
Bertanggung
Jawab. Pemimpin harus mempunyai rasa tanggung jawab terhadap tugasnya dan
perannya dalam organisasi untuk mencapai visi, misi, dan tujuan organisasi.
4.
Adil. Seorang
pemimpin harus adil dalam melaksanakan peraturan tidak mengambil keuntungan
untuk diri sendiri, keluarganya dan kroninya.
5.
Kewargaan
oraganisasi. Pemimpin melaksankan tugas untuk membuat kehidupan lebih baik,
melindungi lingkungan, melaksanakan tugasnya sesuai dengan undang-undang dan
peraturan dan menerapkan prinsip-prinsip dasar organisasi.
6.
Menggunakan
kekuasaannya secara bijak. Pemimpin mempunyai betbagai jenis kekuasaan yang
dapat dipergunakannya untuk memengaruhi para pengikutnya dan orang lain yang
berhubungan dengan organisasinya.
7.
Jujur. Pemimpin
harus memegang prinsip kejujuran, ia harus jujur kepada dirinya sendiri, kepada
para pengikutnya dan kepada orang yang berhubungan dengan organisasinya.
Pemimpin
merupakan faktor penentu terciptanya perilaku etis dan iklim etika dalam
organisasi. Pemimpin menyusun strategi pengembangan perilaku etis yang
merupakan bagian dari strategi organisasi. Pemimpin menyusun kode etik
organisasi san melaksanakannya sebagai panduan perilaku para anggota
organisasi. Dalam melaksanakan kode etik, pemimpin menjadi role model atau
panutan perilaku etis. Dalam organisasi dibentuk komisi atau badan kode etik
yang menegakkan pelaksanaan kode etik.[12]
G.
Etika Profesi
Pemimpin
Profesi
adalah vak, pekerjaan yang dilakukan oleh seseorang. Jika kepemimpinan itu
harus dijadikan satu profesi, dan oleh tugas-tugasnya yang berat pemimpin
tersebut mendapatkan imbalan materiil dan imateriil tertentu, maka sebagai
konsekuensinya pada dirinya bisa dikenakan sanksi-sanksi tertentu. Karena itu
profesi kepemimpinan selalu menyandang nilai-nilai etis dan pengenaan sanksi
tersebut. Dengan demikian etika profesi pemimpin memberikan landasan kepada
setiap pemimpin untuk selalu:[13]
1.
Bersikap kritis
dan rasional. Berani mengemukakan pendapat sendiri dan berani bersikap tegas
sesuai dengan rasa tanggung jawab etis sendiri.
2.
Bersikap otonom.
Dengan otonomi ini bukan berarti sang pemimpin dapat berbuat semau sendiri,
atau bisa bertingkah laku sewenang-wenang, melainkan dia bebas memeluk
norma-norma diyakini sebagai baik dan wajib dilaksanakan, untuk membawa anak
buah pada pencapaian tujuan tertentu.
3.
Memberikan
perintah-perintah dan larangan-larangan yang adil dan harus ditaati oleh setiap
lembaga dan individu. Yaitu oleh pemimpin , orang tua, keluarga, sekolah, badan
hukum, lembaga agama, negara, dan lain-lain.
H.
Determinan dari
Kepemimpinan Etis
Kepemimpinan
etis juga berhubungan dengan kebutuhan individual dan ciri kepribadian dari pemimpin.
Perilaku yang destruktif dan berorientasi diri sendiri lebih memungkinkan bagi
pemimpin yang memiliki ciri kepribadian yang seperti amat menyukai diri
sendiri, Kematangan emosional yang rendah, pusat orientasi kendali eksternal,
orientasi kekuasaan pribadi. Jenis pemimpin ini lebih merasa bahwa orang lain
tidak dapat dipercaya dan memandang mereka sebagai objek untuk dimanipulasi
untuk keuntungan pribadi. Pemimpin menggunakan kekuasaan mengeksploitasi orang
lain dan memajukan keriernya sendiri, bukannya untuk mencapai sasaran
organisatoris.
Perilaku
etis terjadi dalam konteks sosial dan dapat dipengaruhi oleh aspek situasi.
Perilaku yang tidak etis akan lebih mungkin bagi organisasi yang memiliki
tekanan tinggi untuk meningkatkan produktivitas, kompetisi yang ketat untuk
penghargaan dan kemajuan, penekanan yang kuat pada kepatuhan kepada yang
berwenang, kekuasaan posisi yang kuat bagi para pemimpin, dan nilai dan norma
budaya yang lemah mengenai perilaku etis dan tanggung jawab individual.
Kepribadian
pemimpin dan perkembangan moral kognitif berinteraksi dengan aspek dari situasi
dalam penentuan perilaku eis dan tidak etis. Perilaku etis dapat dijelaskan
secara lebih baik dengan pertimbangan dari individual dan situasinya, daripada
salah satu variabel itu saja. Pemimpin yang matang secara emosional memiliki
tingkat perkembangan moral yang tinggi lebih mungkin menentang tekanan sosial
untuk menggunakan praktik destruktif atau tidak etis. [14]
I.
Etika dalam Pemerintah
Dalam
konteks organisasi, etika organisasi dapat berarti pada sikap dan perilaku yang
diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara
keseluruhan akan membentuk budaya organisasi, yang sejalan dengan tujuan maupun
maksud tujuan organisasi yang bersangkutan.
Dalam
organisasi administrasi public atau pemerintah pola sikap dan perilaku serta
hubungan antarmanusia dalam organisasi tersebut, dan hubungannya dengan pihak
luar organisasi, pada umunya diatur dengan peraturan perundangan yang berlaku
dalam sistem hukum negara yang bersangkutan. Bagi aparatur pemerintah budaya
dan etika kerja merupakan hal yang harus diperhatikan oleh pemerintahan pusat
ataupun daerah, pada tingkat depertemen atau organisasi dan unit-unit kerja
dibawahnya.
Adanya
etika ini diharapkan mampu membangkitkan kepekaan birokrasi (pemerintah) dalam
melayani kepentingan masyarakat. Tujuan yang hakiki dari setiap pemerintah di
negara manapun adalah mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat warga negara
yang bersangkutan. Walaupun demikian, pola atau cara-cara yang ditempuh dari
perilaku pemerintah dalam hal itu berbeda dari satu negara ke negara lainnya,
bergantung pada kondisi dan situasi yang berlaku di negara masing-masing.[15]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Etika
adalah ilmu dan standar mengenai sesuatu yang salah, sesuatu yang diboleh
dilakukan, dan sesuatu yang tidak boleh dilakukan. Perilaku yang benar
merupakan perilaku yang etis dan perilaku yang salah merupakan perilaku yang
tidak etis. Apa yang dianggap benar dan etis dan apa yang dianggap salah atau
tidak etis di suatu negara atau budaya berbeda dengan negara lain atau budaya
lainnya. Sesuatau perbuatan dianggap etis juga ditentukan oleh tujuannya.
Misalnya, memberikan sesuatu sebagai hadiah ulang tahun di anggap etis, akan
tetapi memberikan sesuatu dengan tujuan menyuap merupakan perbuatan tidak etis.
Kepemimpinan
etis merupakan gagasan yang ambigu yang terlihat meliputi beragam elemen
berbeda. Amatlah berguna membuat sebuah perbedaan antara etis dari seorang
pemimpin dengan etika dari jenis perilaku kepemimpinan tertentu (Bass &
Steidlmeier, 1999). Kedua jenis etika itu sulit dievaluasi. Heifetz (1994)
menyatakan tidak ada landasan netral secara etis bagi teoti-teori kepemimpinan,
karena mereka selalu melibatkan nilai dan asumsi implicit mengenai bentuk
pengaruh yang tepat.
Dalam
konteks organisasi, etika organisasi dapat berarti pada sikap dan perilaku yang
diharapkan dari setiap individu dan kelompok anggota organisasi, yang secara
keseluruhan akan membentuk budaya organisasi, yang sejalan dengan tujuan maupun
maksud tujuan organisasi yang bersangkutan.
[1] Agoes, Sukrisno, Ardana,
Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya, 2009, Jakarta,
Salemba Empat, hlm. 26-27.
[2] Dr. Wirawan, MSL,
Sp.A.,MM.,M.Si., Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi
dan Penelitian, 2013, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 102.
[4] Prof. Dr. Veithzal Rivai,
M.B.A., Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, 2007, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, hlm. 96.
[9] Agoes, Sukrisno, Ardana,
Etika Bisnis dan Profesi: Tantangan Membangun Manusia Seutuhnya, 2009, Jakarta,
Salemba Empat, hlm. 44-47.
[10] Dr. Wirawan, MSL,
Sp.A.,MM.,M.Si., Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi
dan Penelitian, 2013, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 104-105.
[12] Dr. Wirawan, MSL,
Sp.A.,MM.,M.Si., Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku Organisasi, Aplikasi
dan Penelitian, 2013, Jakarta, Raja Grafindo Persada, hlm. 105-106.
[13] Prof. Dr. Veithzal Rivai,
M.B.A., Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi, 2007, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, hlm. 96-99.
DAFTAR PUSTAKA
Agoes,
Sukrisno. Ardana. Etika Bisnis dan
Profesi: Tantangan Membangun Manusia
Seutuhnya. 2009. Jakarta. Salemba Empat.
Ardana,
Komang; Mujiati, Ni Wayan; Ayu Sriathi, Anak Agung. Perilaku Keorganisasian.
2009. Yogyakarta. Edisi
ke-2. Graha Ilmu. xii=208 hlm, 1 jil. : 23 cm.
Fred,
Luthans. Perilaku Organisasi. 2006.
Yogyakarta.
Kartono,Kartini.
2002. Pemimpin dan Kepemimpinan: Apakah
Pemimpin Abnormal itu?.
Jakarta:PT Raja Grafindo Persada.
Kreitner,
Robert. Angelo Kinicki. Perilaku
Organisasi. 2005. Jakarta. Salemba Empat.
Rivai,Veithzal. 2012. Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.
Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Solihin,
Ismail. Pengantar Manajemen. 2009.
Jakarta. Gelora Aksara Pratama.
Umar,
Khairul. Manajemen Organisasi. 2012.
Bandung. Pustaka Setia.
Wibowo.
Perilaku dalam Organisasi. 2014.
Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Wirawan.
Kepemimpinan: Teori, Psikologi, Perilaku
Organisasi, Aplikasi dan Penelitian.
2013. Jakarta. Raja Grafindo Persada.
Yuki,
Gary. Kepemimpinan dalam Organisasi. 2005.
Jakarta. Macanan Jaya Cemerlang.
terimakasih sangat membantu sekali ,saya mau saran untuk backgrund nya jangan petir2 soalnya pusing liatnya :)
BalasHapusterkejut saya, pertama kali petirnya muncul =D
BalasHapusbut, artikel ini sangat membantu, terima kasih :)
kak mohon ijin kutip beberapa pendapat para ahli dari tulisan kakak untuk tugas saya ya kak, terimakasih sebelumnya kak :))
BalasHapuskak izin kutip beberapa materinya yaa
BalasHapus