Tugas Mandiri
Dosen Pembimbing
KEPEMIMPINAN Dr. Abdul Rozak
TANGGUNG JAWAB DALAM KEPEMIMPINAN
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH:
MELDAWATI
11375202252
V/ANA/A
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI
DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT karena
atas berkat rahmat dan karunia-Nya lah, saya dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “Tanggung Jawab Dalam Kepemimpinan” tepat pada waktunya. Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Kepemimpinan.
Dengan membuat tugas ini semoga wawasan kita semakin bertambah. Amin.
Dalam menyelesaikan makalah ini, penulis telah banyak
mendapat bantuan dan masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis berterima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu.
Penulis menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan adanya
kritikan dan saran yang bersifat positif, guna penulis makalah yang lebih baik
lagi dimasa yang akan datang. Harapan penulis semoga penulisan makalah yang
sederhana ini bisa memberikan manfaat kepada kita semua.
Pekanbaru, 07 November 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Tanggung Jawab dalam Kepemimpinan............................................................ 3
B. Tanggung Jawab dalam Melayani Masyarakat.................................................................... 4
C. Batasan Taat Kepada Pemimpin......................................................................................... 6
D. Macam-macam Tanggung Jawab........................................................................................ 8
E.
Wujud Dari Sebuah
Tanggung Jawab................................................................................ 10
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN.................................................................................................................. 13
B.
Saran................................................................................................................................. 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Seorang pemimpin dapat dikatakan memimpin apabila
memiliki nilai-nilai yang membentuk karakter kepemimpinannya, salah satunya
adalah tanggung jawab. Pada hakikatnya setiap pribadi manusia adalah pemimpin
yang mempunayi tujuan untuk dicapai. Setidaknya setiap pribadi adalah pemimpin
bagi dirinya sendiri. Jika ia telah mampu untuk memimpin dirinya sendiri maka
barulah ia akan mampu untuk memimpin orang lain serta membimbing mereka
mencapai tujuan.
Seorang pemimpin tentunya memiliki tanggung jawab
terhadap sesuatu yang menjadi kewajiban atau tugasnya dan juga harus
bertanggung jawab atas kepemimpinannya secara menyeluruh. Selain tanggung jawab
seorang pemimpin juga harus memiliki etika dalam memimpin. Siapapun pasti tidak
ingin disebut sebagai pemimpin yang tidak beretika. Seorang pemimpin harus
mengawali dengan membangun kesadaran dirinya bahwa kepadanya ada
penanggungjawaban kepemimpinan.
Penanggungjawaban kepemimpinan ini juga menjelaskan
bahwa pemimpin memiliki tugas, kewenangan, hak, kewajiban, tanggung jawab, dan
pertanggungjawaban menyeluruh atas segala dan semua dalam kepemimpinannya.
Penanggungjawaban kepemimpinan yang ada pada seorang pemimpin menjelaskan bahwa
ia sepenuhnya bertanggungjawab atas jatuh bangunnya kepemimpinan yang
dipercayakan kepadanya. Dalam kaitan ini, keberhasilan ataupun kegagalan
kepemimpinan tergantung dan bergantung sepenuhnya pada sang pemimpin.
Penanggungjawaban kepemimpinan seorang pemimpin
memberikan otoritas sebagai landasan kewibawaan kepemimpinannya. Seorang
pemimpin yang bijak dan bertanggung jawab pasti memiliki kiat untuk menghindari
sekaligus mengatasi tabrakan antara kepentingan pribadi dengan etika dan
moralitas kehidupan serta memiliki hati nurani untuk hidup dalam etika yang
tidak melecehkan semua kepercayaan dari para stakeholdersnya.
Pemimpin bertanggung jawab atas semua yang dilihatnya.
Itu berarti, dia juga bertanggungjawab atas apa yang dilihat oleh organisasinya
serta tim yang dipimpinnya. Dia bertanggung jawab atas hasil-hasil yang
dicapainya, baik hasil yang baik maupun hasil yang buruk. Pemimpin bertanggung
jawab untuk memulai komunikasi secara proaktif. Ketika kesalahpahaman terjadi
dan gossip timbul, pemimpin bertanggung jawab untuk meluruskan dan membangun
komunikasi agar kesalahpahaman tidak muncul lagi. Tanggung jawab kepemimpinan
bukanlah sesuatu hal yang dapat dijalankan dengan mudah. Tetapi, semakin besar
tanggung jawab kepemimpinan itu, semakin besar pula penghargaan yang diberikan
jika dapat memenuhi peranan tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud
dengan kepemimpinan dalam islam?
2.
Bagaimana
tanggung jawab pemimpin dalam melayani masyarakat?
3.
Bagaimana
batasan taat kepada pemimpin?
4.
Apa saja
macam-macam tanggung jawab?
5.
Bagaimana wujud
dari sebuah tanggung jawab kepemimpinan?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui apa
pengertian dari kepemimpinan dalam islam.
2.
Mengetahui
bagaimana tanggung jawab pemimpin dalam melayani masyarakat.
3.
Mengetahui
batasan taat kepada pemimpin,
4.
Mengetahui apa
saja macam-macam tanggung jawab.
5.
Mengetahui wujud
dari sebuah tanggung jawab kepemimpinan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Tanggung Jawab Dalam Kepemimpinan
Disebutkan dalam kamus lisanul arab, kata al qaudu
“memimpin atau menuntun” lawan kata dari as-sauqu “mengiring”, seperti
perkataan menuntun binatang dari depan dan mengiring binatang dari belakang.
Dalam makna bahasa ini terdapat isyarat yang menarik. Intinya, posisi pemimpin
adalah di depan agar menjadi petunjuk bagi anggota-anggotanya dalam kebaikan
dan menjadi pembimbing bagi mereka kepada kebenaran. Tanggung jawab manusia terhadap
dirinya akan lebih kuat intensitasnya apabila ia mentiliki kesadaran yang
mendalam. Tanggung jawab manusia terhadap dirinya juga muncul sebagai akibat
keyakinannya terhadap suatu nilai.[1]
Pengertian pemimpin secara umum adalah orang yang
mampu membimbing, mengontrol dan mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah
laku seseorang. Dari pengertian tersebut dapat dipahami bahwa pemimpin
merupakan seseorang yang menyebabkan seseorang atau kelompok lain untuk
bergerak menuju kearah tujuan-tujuan tertentu sehingga ia memiliki tanggung
jawab agar orang yang dipimpinnya dapat meraih tujuan yang akan dicapainya.
Sedangkan pengertian dari kepemimpinan adalah suatu
proses yang membutuhkan tanggung jawab dalam membimbing, mengontrol dan
mempengaruhi pikiran, perasaan dan tingkah laku seseorang ataupun kelompok
sehingga dapat mencapai tujuan-tujuan yang diharapkan akan membawa seseorang
atau kelompok tersebut menuju kearah yang lebih baik dan selalu berada dalam
jalan kebenaran.[2]
Tanggung jawab juga berkaitan dengan
kewajiban. Kewajiban adalah sesuatu yang dibebankan terhadap seseorang.
Kewajiban merupakan bandingan terhadap hak dan dapat juga tidak mengacu kepada
hak. Maka tanggung jawab dalam hal ini adalah tanggung jawab terhadap
kewajibannya. Kewajiban dibagi menjadi 2 macam, yaitu:
1. Kewajiban Terbatas
Kewajiban ini tanggung jawab
diberlakukan kepada setiap orang. Contohnya undang-undang larangan membunuh,
mencuri yang disampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman. Kewajiban ini tanggung jawab diberlakukan
kepada setiap orang. Contohnya undang-undang larangan membunuh, mencuri yang
disampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman. Kewajiban ini tanggung jawab
diberlakukan kepada setiap orang. Contohnya undang-undang larangan membunuh,
mencuri yang disampingnya dapat diadakan hukuman-hukuman.[3]
2. Kewajiban tidak Terbatas
Kewajiban ini tanggung jawabnya
diberlakukan kepada semua orang. Tanggung jawab terhadap kewajiban ini
nilainya lebih tinggi, sebab dijalankan oleh suara hati, seperti keadilan dan
kebajikan.
B.
Tanggung Jawab Pemimpin Dalam Melayani Masyarakat
Islam adalah agama yang sempurna, diantara
kesempurnaan islam ialah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, baik yang
berhubungan dengan Allah SWT (Hablum minallah) maupun hubungan dengan manusia (Hablumminannas),
termasuk diantaranya masalah kepemimpinan di pemerintahan. Karena kepemimpinan
merupakan suatu amanah maka untuk meraihnya harus dengan cara yang benar,
jujur, dan baik. Dan tugas yang diamanatkan itu juga harus dilaksanakan dengan
baik dan bijaksana. Karena itu pula dalam menunjuk seorang pemimpin bukanlah
berdasarkan golongan dan kekerabatan semat, tapi lebih mengutamakan keahlian,
profesionalisme dan keaktifan.
Kepemimpinan di satu sisi dapat bermakna kekuasaan,
tetapi disisi lain juga bisa bermakna kekuasaan, tetapi di sisi lain juga bisa
bermakna bertanggung jawab. Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan,
Allah SWT. Mengingatkan kita bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah
SWT. Allah yang memberikan kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan
Allah pula yang mencabut kekuasaan dari siapapun yang dikehendaki-Nya.
(Al-Quran Surat Ali Imran: 26).
Kita merasakan urgensi dan pentingnya pemimpin yang
efektif melalui beberapa poin, salah satunya ialah kepemimpinan harus ada dalam
kehidupan sehingga kehidupan bisa tertatur dengan rapi, keadilan bisa
ditegakkan dan kesewenang-wenangan yang kuat terhadap yang lemah bisa
dihalang-halangi. Serta menyesuaikan diri dengan perubahan yang ada
disekitarnya dan memanfaatkan perubahan untuk kepentingan organisasi
mengembangkan, melatih dan menjaga anggota. [4]
Adanya kesadaran seorang mu’min terhadap hal ini
memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap kepribadiannya, ketika ia
memegang kekuasaan, ia akan tetap bersikap rendah hati, tidak ada keangkuhan
dalam dirinya sedikitpun, tidak akan menyelewengkan kekuasaannya dalam bentuk
apapun, dan ia gunakan kekuasaannya itu sebagai alat untuk menghambakan dirinya
dan alat untuk mencapai ridha Allah SWT. Sehingga ia akan betul-betul
melaksanakan amanah dan tanggung jawab jabatan seoptimal mungkin untuk
kepentingan masyarakat, bukannya untuk memenuhi kepentingan-kepentingannya
pribadi maupun golongan-golongan tertentu saja. Karena dalam kehidupan
masyarakat diperlukan adanya pemimpin yang mengatur, membawahi dan mengarahkan
kehidupan masyarakat itu. Pemimpin harus menjadi abdi masyarakat. Dia harus
melayani dan menjadi fasilitator bagi keperluan-keperluan rakyat.
Dalam Islam hampir semua ulama menyepakati bahwa
pemimpin adalah abdi masyarakat. Sebab, kepemimpinan sesungguhnya adalah suatu
amanah (titipan) yang setiap saat harus dipertanggungjawabkan dan diambil
wewenangnya. Amanah itu diperoleh dari Allah SWT lewat pemilihan yang dilakukan
oleh manusia, kecuali para Nabi dan Rasul yang langsung dipilih oleh Allah.
Oleh karena itu dalam melaksanakan amanah, manusia diharapkan senantiasa
berbuat baik dan bertanggung jawab. Jika manusia bisa menyadari bahwa kepemimpinan
adalah amanah, maka mereka tidak akan berebut kekuasaan dengan temannya
sendiri, atau memaksakan diri untuk menjadi pemimpin demi keuntungan materi
semata.
Substansi kepemimpinan dalam prespektif islam
merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang-orang yang benar
ahli, berkualitas dan memiliki tanggung jawab yang jelas dan benar serta adil,
jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa criteria yang islam tawarkan dalam
memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan
yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur, sejahtera, dan tentram.
Disamping itu, pemimpin juga harus orang yang bertaqwa
kepada Allah SWT. Karena ketaqwaan ini sebagai acuan dalam melihat sosok
pemimpin yang benar-benar akan menjalankan amanah. Bagaimana mungkin pemimpin
yang tidak bertaqwa dapat melaksanakan kepemimpinannya dengan baik? Karena
dalam terminologinya, taqwa diartikan sebagai melaksanakan perintah-perintah
Allah dan menjahui segala larangan-Nya. Taqwa berarti taat dan patuh, yakni takut
melanggar atau mengingkari dari segala bentuk perintah Allah SWT.
Ketahuilah bahwa kamu sekalian adalah gembala, dan
kamu sekalian akan dimintai pertanggungjawaban mengenai gembalanya. Seorang
pemimpin tertinggi adalah gembala bagi rakyatnya dan dia akan dimintai
pertanggungjawaban mengenai rakyatnya. (HR. Bukhari).
C.
Batasan Taat Kepada Pemimpin
Dalam kehidupan nyata, tidak jarang terdapat seorang
pemimpin yang menyalahgunakan kekuasaan guna mencapai keinginan dan kepuasan
hawa nafsunya. Tidak jarang pula untuk menggapai cita-cita tersebut, dia
memerintahkan kepada para bawahannya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang
sebenarnya dilarang oleh agama. Sabda Rasulullah saw “wajib atas seorang
muslim”. Kalimat ini menunjukkan kewajiban. Walaupun ia memerintahkan dengan sesuatu
yang dibencinya, namun ia wajib melaksanakannya, kecuali jika perintah itu
bermaksiat kepada Allah, maka ketaatan kepada Allah itu diatas segala ketaatan.
Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat terhadap khaliq. [5]
Perintah yang sesuai dengan yang diperintahkan Allah
ta’ala maka wajib di taati mereka memerintahkan kemaksiatan, maka tidak perlu
mendengarkan dan mentaati mereka apapun yang terjadi jika kamu disiksa oleh
mereka disebabkan hal ini (tidak mentaati) maka mereka akan dibalas pada hari
kiamat oleh Allah SWT. mereka memerintahkan sesuatu yang didalamnya tidak ada
perintah atau larangan syar’I, didalam hal ini wajib mentaati mereka, jika
tidak mentaati termasuk orang-orang yang berdosa, dan penguasa berhak memberi
hukuman dengan sesuatu yang mereka pandang sesuai, karena telah melanggar
perintah Allah dalam mentaati mereka. [6]
Maka dari itu, wajib mendengar dan patuh kepada
perintah pemimpinnya, selama yang diperintahkannya itu tidak merupakan
perbuatan maksiat. Apabila yang diperintahkan itu merupakan perbuatan maksiat
yang tidak dibenarkan oleh syara’a, maka rakyat tidak boleh mendengar dan
mematuhi perintah itu. Misalnya, pemimpin itu melarang wanita muslim mengenakan
jilbab, pemimpin yang menyuruh untuk melakukan perjudian, dan masih banyak yang
lain.
Kriteria-kriteria pemimpin yang wajib kita taati:
1.
Islam
2.
Mengikuti
perintah-perintah Allah dan Rasulnya
3.
Menyuruh berbuat
baik dan mencegah berbuat munkar
4.
Lebih
mementingkan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi
5.
Tidak mendzalimi
umat islam
6.
Memberikan
teladan dalam beribadah
Ringkasnya, pemimpin atau penguasa adalah pemeliharaan
umat yang harus dengan jujur melaksanakan amanah dan tuntutan rakyatnya untuk
menciptakan kesejahteraan disegala bidang. Ia akan mempertanggungjawabkan semua
kebijakan yang diambilnya sewaktu didunia menyangkut persoalan umat. Apabila
adil, jujur, dan benar, maka Allah merahmatinya, tetapi bila dzalim dan
menyelewengkan kekuasaannya, maka Allah akan melaknatnya. Dan jika pemimpin itu
sesuai dengan yang dituliskan oleh Nabi maka kita wajib menaati segala apapun
yang diperintahkannya.
Berkaitan dengan surah annisa ayat 59, al-hafidh ibnu
hajar berpendapat bahwa maksud kisah Abdullah bin Hudzafah, munasabah atau
keterkaitan disangkut pautkan dengan alasan turunya ayat ini (surah
an-nisa:59), karena dalam kisah itu dihasilkan adanya perbatasan antara taat
kepada pemerintah (pimpinan) dan menolak perintah, untuk terjun kedalam api.
Ayat ini turun memberikan petunjuk kepada mereka apabila berbantahan hendaknya
kembali kepada Allah dan Rasulnya. [7]
Kepemimpinan di satu sisi dapat
bermakna kekuasaan, tetapi di sisi lain juga bisa bermakna tanggung jawab.
Ketika kepemimpinan dimaknai sebagai kekuasaan, Allah SWT.mengingatkan kita
bahwa hakikat kekuasaan itu adalah milik Allah SWT. Allah SWT yang memberi
kekuasaan kepada siapa yang dikehendaki-Nya, dan Allah pula yang mencabut
kekuasaan dari siapa pun yang dikehendaki-Nya (lihat: al-Qur’an surat Ali
Imran: 26), Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan
kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari
orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan
Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. di tangan Engkaulah segala
kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.[8]
D.
Macam-macam Tanggung Jawab
Dikenal jenis-jenis atau macam-macam
dari tanggung jawab, yaitu:
1. Tanggung
jawab manusia terhadap diri sendiri
Menurut sifatnya manusia adalah
makhluk bermoral. Akan tetapi manusia juga seorang pribadi, dan sebagai makhluk
pribadi manusia mempunyai pendapat sendiri, perasaan sendiri, angan-angan untuk
berbuat ataupun bertindak, sudah barang tentu apabila perbuatan dan tindakan
tersebut dihadapan orang banyak, bisa jadi mengundang kekeliruan dan juga
kesalahan. Untuk itulah agar maanusia itu dalam mengisi kehidupannya memperoleh
makna, maka atas diri manusia perlu diberi Tanggung Jawab.
2.
Tanggung jawab kepada keluarga
juga orang-orang lain yang menjadi
anggota keluarga. Tiap anggota keluarga wajib bertanggung jawab kepada
keluarganya. Tanggung Jawab ini menyangkut nama baik keluarga. Tetapi Tanggung
Jawab juga merupakan kesejahteraan, keselamatan, pendidikan, dan kehidupan.
3.
Tanggung jawab kepada masyarakat
Secara kodrati dari sejak lahir
sampai manusia mati, memerlukan bantuan orang lain. Terlebih lagi pada zaman
yang sudah semakin maju ini. Secara langsung maupun tidak langsung manusia
membutuhkan hasil karya dan jasa orang lain untuk memenuhi segala kebutuhan
hidup. Dalam kondisi inilah manusia membutuhkan dan kerjasama dengan orang
lain.
Kekuatan pada manusia pada
hakikatnya tidak terletak pada kemampuan fisik ataupun kemampuan jiwanya saja,
namun juaga terletak pada kemampuan manusia bekerjasama dengan manusia lain.
Karena dengan manusia lain, mereka dapat menciptakan kebudayaan yang dapat
membedakan manusia dengan makhluk hidup lain. Yang menyadarkan manusia ada
tingkat mutu, martabat dan harkat, sebagai manusia yang hidup pada zaman
sekarang dan akan datang.
Dalam semua ini nampak bahwa dalam
mempertahankan hidup dan mengejar kehidupan yang lebih baik, manusia mustahil
dapat mutlak berdiri sendiri tanpa bantuan atau kerjasama dengan orang lain.
Kenyataan ini menimbulkan kesadaran bahwa segala yang dicapai dan kebahagiaan
yang dirasakan oleh manusia pada dasarnya berkat bantuan atau kerjasama dengan
orang lain didalam masyarakat. Kesadaran demikian melahirkan kesadaran bahwa
setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang terbaik bagi orang
lain dan masyarakat. Boleh jadi inilah Tanggung Jawab manusia yang utama dalam
hidup kaitannya dengan masyarakat.[9]
4.
Tanggung jawab terhadap negara atau bangsa
Satu kenyataan lagi, bahwa tiap
manusia, tiap individual adalah warga nagara suatu negara. Dalam berpikir,
berbuat, bertindak, bertingkah laku manusia terikat olah norma-norma atau
ukuran-ukuran yang dibuat oleh negara. Manusia tidak dapat berbuat semau
sendiri. Bila perbuatan manusia itu salah, maka ia harus bertanggung jawab
kepada negara.
5.
Tanggung jawab terhadap Tuhan
Manusia ada tidak dengan sendirimya,
tetapi merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia dapat
mengembangkan diri sendiri dengan sarana-sarana pada dirinya yaitu pikiran,
perasaan, seluruh anggota tubuhnya, dan alam sekitarnya. Dalam mengembangkan dirinya manusia
bertingkah laku dan berbuat. Sudah tentu dalam perbuatannya manusia membuat
banyak kesalahan baik yangdisengaja maupun tidak. Sebagai hamba Tuhan, manusia
harus bertanggung jawab atas segala perbuatan yang salah itu atau dengan
istilah agama atas segala dosanya.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia
bersembahyang sesuai dengan perintah Tuhan. Apabila tidak bersembahyang, maka
manusia itu harus mempertanggung jawabkan kelalaiannya itu diakhirat kelak.
Manusia hidup dalam perjuangan,
begitu firman Tuhan. Tetapi bila manusia tidak bekerja keras untuk kelangsungan
hidupnya, maka segala akibatnya harus dipikul sendiri, penderitaan akibat
kelalaian adalah tanggung jawabnya. Meskipun manusia menutupi perbuatannya yang
salah dengan segala jalan sesuai dengan kondisi dan kemampuannya, misalnya
dengan hartanya, kekuasaannya, atau kekuatannya (ancaman), namun manusia tak
dapat lepas dari tanggung jawabnya kepada Tuhan.[10]
E.
Wujud Dari Sebuah Tanggung Jawab Kepemimpinan
Wujud dari tanggung jawab juga
berupa pengabdian dan pengorbanan. Pengabdian dan pengorbanan adalah suatu
perbuatan yang baik untuk kepentingan manusia itu sendiri.
1. Pengabdian
Pengabdian adalah perbuatan baik
yang berupa pikiran, pendapat ataupun tenaga sebagai perwujudan, kesetiaan antara lain
kepada raja, cinta, kasih sayang, hormat, atau suatu ikatan dan semua dilakukan
dengan ikhlas. Timbulnya pengabdian itu pada hakikatnya ada rasa tanggung
jawab. Apabila kita bekerja keras dari pagi sampai sore dibeberapa tempat untuk
memenuhi kebutuhan rumah tangga kita, itu
berarti mengabdi kepada keluarga, karena kasih sayang kita pada keluarga. Lain
halnya jika keluarga kita membantu teman, karena ada kesulitan, mungkin sampai
berhari-hari ikut menyelesaikannya sampai tuntas, itu bukan pengabdian, tetapi
hanya bantuan saja. Pengabdian di bagi dengan beberapa macam pengabdian yakni
sebagai berikut ini:
a. Pengabdian terhadap keluaraga
Pada hakikatnya manusia hidup
berkeluarga. Hidup berkeluarga ini didasarkan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang
ini mengandung pengertian pengabdian dan pengorbanan. Tidak ada kasih sayang
tanpa pengabdian. Bila ada kasih sayang tidak disertai pengabdian. Berarti
kasih sayang itu palsu atau semu. Pengabdian kepada keluarga ini dapat berupa
pengabdian kepada istri dan anak-anak, istri kepada suami dan anak-anaknya,
anak-anak kepada orang tuanya.
b. Pengabdian terhadap masyarakat
Manusia adalah anggota masyarakat, ia tidak
dapat hidup tanpa orang lain, karena tiap-tiap orang lain saling membutuhkan.
Bila seseorang yang hidup di masyarakat tidak mau memasyarakatkan diri dan selalu
mengasingkan diri, maka apabila mempunyai kesulitan yang luar biasa, ia akan
ditertawakan oleh masyarakat, cepat atau lambat ia akan menyadari dan menyerah kepada masyarakat
lingkungannya.
c. Pengabdian terhadap negara
Manusia pada hakikatnya adalah
bagian dari suatu bangsa atau warga negara suatu negara. Karena itu seseorang
wajib mencintai bangsa dan negaranya. Mencintai ini biasanya diwujudkan dalam
bentuk pengabdian. Tidak ada arti cinta tanpa pengabdian.
d. Pengabdian terhadap tuhan
Manusia tidak ada sendirinya, tetapi
merupakan makhluk ciptaan Tuhan. Sebagai ciptaan Tuhan manusia wajib mengabdi
kepada Tuhan. Pengabdian berarti penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan, dan
itu merupakan perwujudan tanggung jawabnya kapada Tuhan Yanag Maha Esa. Selain
itu juga manusia harus menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya.[11]
2. Pengorbanan
Pengorbanan berasal dari kata korban
atau kurban yang berarti persembahan, sehingga pengorbanan berarti pemberian
untuk menyatakan kebaktian. Dengan demikian pengorbanan yang bersifat kebaktian
itu mengandung unsur keikhlasan yang tidak mengandung pamrih. Pengorbanan dalam
arti pemberian sebagai tanda kebaktian tanpa pamrih dapat dirasakan bila kita
membaca tau mendengarkan ceramah di masjid. Dari kisah para tokoh atau nabi,
manusia memperoleh tauladan yang baik, sebagaimana mestinya wajib berkorban
bagi orang yang mampu atau orang memiliki harta yang lebih.
Perbedaan antara pengabdian dan
pengorbanan tidak begitu jelas. Karena adanya pengabdian tentu ada pengorbanan.
Pengorbanan merupakan akibat dari pengabdian. Pengorbanan dapat berupa harta
benda, pikiran, perasaan, bahkan dapat juga berupa jiwanya. Pengorbanan
diserahkan secara ikhlas tanpa pamrih, tanpa ada perjanjian, tanpa ada
transaksi, kapan saja diperlukan dan dilakukan.
Pengabdian lebih banyak menunjuk
kepada perbuatan, sedangkan pengorbanan lebih banyak menunjuk kepada pemberian
sesuatu misalnya berupa pikiran, perasaan, tenaga, biaya, dan waktu. Dalam
pengabdian selalu dituntut pengorbanan, akan tetapi pengorbanan belum tentu
menuntut pengabdian.[12]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dalam Islam hampir semua ulama menyepakati bahwa
pemimpin adalah abdi masyarakat. Sebab, kepemimpinan sesungguhnya adalah suatu
amanah (titipan) yang setiap saat harus dipertanggungjawabkan dan diambil
wewenangnya. Amanah itu diperoleh dari Allah SWT lewat pemilihan yang dilakukan
oleh manusia, kecuali para Nabi dan Rasul yang langsung dipilih oleh Allah.
Oleh karena itu dalam melaksanakan amanah, manusia diharapkan senantiasa
berbuat baik dan bertanggung jawab. Jika manusia bisa menyadari bahwa kepemimpinan
adalah amanah, maka mereka tidak akan berebut kekuasaan dengan temannya
sendiri, atau memaksakan diri untuk menjadi pemimpin demi keuntungan materi
semata.
Substansi kepemimpinan dalam prespektif islam
merupakan sebuah amanat yang harus diberikan kepada orang-orang yang benar
ahli, berkualitas dan memiliki tanggung jawab yang jelas dan benar serta adil,
jujur dan bermoral baik. Inilah beberapa criteria yang islam tawarkan dalam
memilih seorang pemimpin yang sejatinya dapat membawa masyarakat kepada kehidupan
yang lebih baik, harmonis, dinamis, makmur, sejahtera, dan tentram.
B.
Saran
Dari makalah ini, maka saran pemakalah ialah bahwa
kita sebagai pemimpin harus bisa bertanggung jawab dalam apapun yang kita
pimpin, karena tanggung jawab seorang pemimpin tidak hanya bertanggung jawab
kepada masyarakat atau rakyat, tetapi juga bertanggung jawab kepada Allah SWT.
Kita sebagai mahasiswa harus bisa bertanggung jawab dari hal yang paling kecil
hingga hal yang paling besar.
[1]
As-suwaidan, Thariq Muhammad Dan Faishal Umar Basyarahil. 2005. Melahirkan
Pemimpin Masa Depan. Jakarta: Gema Insani Press 2005. Hlm 53-60
[3] Widyo
Nugroho, Achmad Muchji. 1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Universitas
Gunadarma 1996.
[4] Thariq M As-Suwaidan dan
Faishal Umar Basyarahil, Melajirkan Pemimpin Masa Depan, Jakarta, Gema Insani,
2005, hlm. 301.
[7] Shaleh, dkk, Asbabun
Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran, Cet 3, Bandung: Cv
Diponegoro, 1982, Op. Cit, Hal. 138-139
[8] Ibnu
Taimiyah. 2004. Tuga Negara Menurut Isalm. Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004.
Hlm 360
[9] Shaleh,
Dkk. 1982. Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunya Ayat-Ayat Al-quran.
Ctk 3. Bandung: Cv Di ponogoro. Hlm 370
[10] Hartono.
Dkk. 1991. ILMU BUDAYA DASAR: Untuk Pegangan Mahasiswa. Surabaya: Pt Bami Ilmu
1991.
[11] Suyadi,
M.P. 1984. Buku Materi Pokok Ilmu Budaya
Dasar. Depdikbud U.T. 1984.
[12] Ali, M.
Daud. 1998. Pendidikan Agama Isalam. Jakarta:
Pt RajaGrafindo Persada 1998.
DAFTAR PUSTAKA
Abul
A’la Al-Maududi. Khalifah dan Kerajaan.
Bandung, Karisma, 2007.
Ali, M. Daud. 1998. Pendidikan
Agama Islam. PT RajaGrafindo Persada: Jakarta 1998.
As-suwaidan,
Thariq Muhammad Dan Faishal Umar Basyarahil. 2005. Melahirkan Pemimpin
Masa Depan.
Jakarta: Gema Insani Press.
Hartono.
Dkk. 1991. ILMU BUDAYA DASAR: Untuk Pegangan Mahasiswa. Surabaya: Pt
Bami
Ilmu 1991.
Ibnu
Taimiyah. 2004. Tugas Negara Menurut Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar., 2004).
Shaleh,
dkk, Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-ayat Al-Quran, Cet 3,
Bandung: Cv Diponegoro, 1982.
Syaikh
Muhammad Bin Shalih Al-Utsaimin. Syarah Royadhus Shalhin. Jilid 2. cet. 2.
Jakarta
Timur:Darussunnah Press,2009.
Suyadi, M.P.
1984. Buku Materi Pokok Ilmu Budaya
Dasar. Depdikbud U.T. 1984.
Thariq
M As-Suwaidan dan Faishal Umar Basyarahil, Melajirkan Pemimpin Masa Depan,
Jakarta, Gema Insani, 2005.
Widyo Nugroho, Achmad Muchji.
1996. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Universitas
Gunadarma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar