Tugas Mandiri Dosen Pembimbing Hukum Administrasi Negara Mahmuzar
“PENGADILAN TATA USAHA NEGARA”
(PTUN)
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI
DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
KATA PENGANTAR
Puji
syukur,kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa krena atas rahmat-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudu “Pengadilan Tata Usaha Negara”
tepat pada waktunya. Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan
bantuan,bimbingan yang baik dari berbagai pihak.
Oleh karena itu,melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah
membimbing dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah
ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak kekurangan dan banyak kelemahan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bukan hanya bagi penulis melainkan juga kepada para pembaca.
Pekanbaru, 26 November 2015
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Peradilan
Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang
untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1986
sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004 tentang peradilan tata usaha
Negara (UU PTUN), peradilan tata usaha Negara diadakan untuk menghadapi
kemungkinan timbulnya perbenturan, kepentingan, perselisihan, atau sengketa
antara Badan Atau pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat. UU PTUN
memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN yakni upaya administrasi yang
penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi pemerintahan sendiri serta
melalui gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara.
Dalam
PTUN seseorang dapat mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang
dipercaya telah merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak
yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 yakni, pihak penggugat,
yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan
dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan atau Pejabat Tata
Usaha Negara, yaitu badan atau pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan
keputusan bergadasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan
kepadanya. Dalam UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang
Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara (Perubahan UU PTUN),
pihak ketiga tidak dapat lagi melakukan intervensi dan masuk kedalam suatu
sengketa TUN.
Kekuasaan
kehakiman dilingkungan peradilan tata usaha Negara dalam UU PTUN dilaksanakan
oleh Pengadilan Tinggi Usaha Negara yang berpuncak pada mahkamah agung.
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada dasarnya merupakan pengadilan tingkat
banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh pengadilan tata usaha Negara,
kecuali dalam sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan tata usaha Negara
di daerah hukumnya serta sengketa yang terhadapnya telah digunakan punya
administrative.
Adapun
hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan
dengan hukum acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara perdata,
dengan perbedaan dimana Peradilan Tata Usaha Negara Hakim berperan lebih aktif
dalam proses persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan tidak seperti
dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti menunda dilaksanakannya
suatu KTUN yang disengketakan.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang dimaksud dengan hukum Peradilan
Tata Usaha Negara?
2.
Apa saja Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara?
3.
Bagaimana Karakteristik
dan Prinsip-prinsip Peradilan Tata Usaha Negara?
4.
Bagaimana
Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara?
5.
Bagaimana
Pangkal Sengketa TUN?
6.
Apa
saja Subyek dan Obyek Peradilan Tata Usaha Negara?
7.
Bagaimana Jalur
Penyelesaian Sengketa TUN?
8.
Bagaimana Tenggang
Waktu Pengajuan Gugatan?
C.
Tujuan Masalah
1.
Mengetahui pengertian dari hukum
Peradilan Tata Usaha Negara.
2.
Mengetahui apa saja tujuan dari
Pengadilan tata Usaha Negara.
3.
Mengetahui bagaimana karakteristik dan
prinsip Peradilan Tata Usaha Negara.
4.
Mengetahui bagaimana kompetensi dari
Peradilan Tata Usaha Negara.
5.
Mengetahui pangkal Sengketa dari PTUN.
6.
Mengetahui apa saja subyek dan obyek
dari Peradilan Tata Usaha Negara.
7.
Mengetahui bagaimana jalur penyelesaian
sengketa PTUN.
8.
Mengetahui bagaimana tenggang waktu
pengajuan gugatan PTUN.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara
Menurut Rozali Abdullah, Hukum Acara
PTUN adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orrang
harus bertindak, satu sama lain untuk
melaksanakan berjalanya peraturan
Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi
Negara). Dengan kata lain hukum yang
mengatur tentang cara-cara bersengketa di
peradilan Tata Usaha Negara serta
mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang
terikat dalam proses penyelesaian
sengketa tersebut.
Prof. Ir. S. Prajudi Atmosudirdjo,
SH memberikan pengertian Peradilan Tata Usaha Negara dalam arti luas “Peradilan
yang menyangkut Pejabat-pejabat dan Instansi-instansi Administrasi Negara, baik
yang bersifat perkara pidana, perkara perdata, perkara agama, perkara adat, dan
perkara administrasi Negara”. Dalam arti sempit “Peradilan yang menyelesaikan
perkara-perkara administrasi negara murni semata-mata.”
Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah rangkaian peraturan-peraturan
yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan
dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk
melaksanakan berjalannya Peraturan Hukum Tata Usaha Negara ( Hukum Adminsitrasi
Negara). Dengan kata lain Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah hukum
yang mengatur cara-cara bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara,
serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses
penyelesaian sengketa tersebut. Hukum
Acara Peradilan Tata Usaha
Negara merupakan hukum yang
secara bersama-sama diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
B.
Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara
Fungsi
hukum ialah menegakkan kebenaran untuk mencapai keadilan. Keadilan adalah
merupakan hal yang pokok bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, maka
dibutuhkan adanya lembaga-lembaga yang bertugas menyelenggarakan keadilan ini. Keadilan ini dituntutkan untuk semua
hubungan masyarakat, hubungan-hubungan yang diadakan oleh manusia dengan manusia
lainnya, oleh karena itu berbicara tentang keadilan meliputi segala kehidupan
manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Keadilan ini erat hubungannya
dengan kebenaran, karena sesuatu yang tidak benar tidaklah mungkin adil.
Sesuatu itu benar menurut norma-norma yang berlaku akan tercapailah keadilan
itu. Juniarto, SH mengemukakan ada 4 macam kebenaran untuk mencapai
keadilan.
1.
Kebenaran di dalam menentukan
norma-norma hukum yang berlaku agar sesuai dengan rasa kebenaran yang hidup
dalam masyarakat.
2.
Kebenaran berupa tindakan-tindakan dari
setiap anggota masyarakat dalam melakukan hubungan agar sesuai dengan
norma-norma hukumya berlaku.
3.
Kebenaran dalam mengetahui fakata-fakta
tentang hubungan-hubungan yang sesungguhnya terjadi sehingga tidak ada
penambahan atau pengurangan maupun penggelapan daripadanya.
4.
Kebenaran di dalam memberikan penilaian
terhadap fakta-faktanya terhdap norma-norma hukum yang berlaku.
Demikian empat kebenaran yang harus
diperhatikan dalam rangka mencapai keadilan. Kepada lembaga-lembaga yang
bertugas untuk menetapkan keadilannya atau dengan perkataan lain bertugas
memberi kontrol, meminta pertanggung jawaban dan memberikan sanksi-sanksinya,
maka tindakan pertama yang harus diperhatikan ialah mencari kebenaran tentang
fakta-fakta. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu lembaga yang
bertugas menyelenggarakan keadilan ini juga harus memperhatikan
kebenaran-kebenaran tersebut untuk mencapai keadilan. Demikian pula para
anggota yang duduk dalam lembaga ini harus mempunyai keadilan khusu untuk itu
dan terutama sekali mempunyai pengetahuan hukum yang cukup luas. Prof. Ir. S.
Prajudi Atmosudirdjo, SH, mengatakan bahwa tujuan dari pada Peradilan Tata Usaha
Negara adalah untuk mengembangkan dan memelihara Administrasi Negara yang tepat
menurut hukum (rechtmating) atau tepat menurut undang-undang (wetmatig).
Pemakalah sendiri berpendapat bahwa
Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk menyelesaikan sengketa yang timbul
antara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat oleh akibat
pelaksanaan atau penggunaan wewenang pemerintah yang dilakukan oleh
Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan benturan kepentingan,
perselisihan, atau sengketa dengan warga masyarakat.
C.
Karakteristik
dan Prinsip-prinsip Peradilan Tata Usaha Negara
Ciri khas hukum acara Peradilan tata usaha negara terletak
pada asas-asas hukum yang melandasinya. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa
barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan
jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya demikian oleh karena pertama, ia
merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, bahwa
peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas
tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan
lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum.
Selanjutnya Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum
itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh
karena asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.
Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan
definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di
belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya
ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai
penjabarannya.
Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
maka secara garis besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang
terdapat dalam Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara:
1. Asas praduga rechtmatig. Asas ini
menyatakan setiap tindakan pemerintahan selalu dianggap rechtmatig samapai ada
pembatalan (pasal 67ayat (1) UU PTUN).
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak
dapat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha Negara (KTUN) yang
disengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat (pasal 67
ayat 1 dan ayat 4 huruf a).
3. Asas para pihak harus didengar.
Maksudnya para pihak mempunyai kedudukan yang sama dan harus diperlakukan dan
di perhatikan secara adil. Hakim tidak dibenarkan hanya memperhatikan alat
bukti, keterangan atau penjelasan salah satu pihak saja.
4. Asas kesatuan beracara dalam perkara
sejenis. Maksudnya baik pemeriksaan di judex feeti maupun di Mahkamah Agung.
5. Asas penyelengaraan kekuasaan
kehakiman yang merdeka. Maksudnya bebas dari campur tangan pihak lain baik
secara langsung maupun tidak bermaksud untuk mempengaruhi keputusan pengadilan.
6. Asas peradilan dilakukan dengan
sederhana, cepat dan biaya ringan. Maksudnya sederhana dalam hukum acara, waktu
yang relatif cepat dalam waktu dan murah dalam biaya ringan.
7. Asas hakim aktif.maksudnya ada rapat
permusyawarahan untuk menentukan gugatan dapat diterima atau tidak yg disertai
pertimbangan-pertimbangan, pemeriksaan persiapan untuk memeriksa kejelasan
gugatan, hakim dapat memeritahkan tergugat memberikan info-info yang dibutuhkan
penggugat.
8. Asas sidang terbuka untuk umum.
Maksudnya asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah
dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.
9. Asas peradilan berjenjang. Maksudnya
Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu Pengadilan Tata
Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan
puncaknya adalah Mahkamah Agung.
10. Asas pengadilan sebagai upaya
terakhir untuk mendapatkan keadilan (ultimum remedium). Maksudnya Sengketa
administrasi sedapat mungkin diupayakan dulu penyelesaiannya melalui musyawarah
mufakat (upaya administratif), apabila musyawarah tidak mencapai mufakat, maka
barulah penyelesaian melalui PTUN dilakukan.
11. Asas Obyektifitas. Maksudnya hakim
atau panitera, apabila terikat hubungan sedarah, semenda sampai derajat ketiga
atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat,
penasihat hukum atau antara hakim dengan panitera atau hakim dan panitera
tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.
D.
Kompetensi
Peradilan Tata Usaha Negara
Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk
mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi
absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk
mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi
absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut
obyek, materi atau pokok sengketa.
a. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh
batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan
dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak
sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum
yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu. Pengaturan kompetensi relatif
peradilan tata usaha negara terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 54 :
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
menyatakan :
1. Pengadilan Tata Usaha Negara
berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota.
2. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Untuk saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta,
Surabaya dan Makasar di seluruh wilayah Indonesia, sehingga PTUN wilayah
hukumnya meliputi beberapa kabupaten dan kota. Seperti PTUN Medan wilayah
hukumnya meliputi wilayah provinsi Sumatera Utara dan PT.TUN wilayah hukumnya
meliputi provinsi-provinsi yang ada di Sumatera. Adapun kompetensi yang
berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman para pihak, yakni pihak
Penggugat dan Tergugat.
Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004
menyebutkan gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan (domisili)
tergugat. Apabila tergugatnya lebih dari satu, maka gugatan dapat diajukan
keapda PTUN dari tempat kedudukan salah satu tergugat. Gugatan juga dapat
diajukan melalui PTUN tempat kedudukan penggugat untuk diteruskan kepada PTUN
tempat kedudukan (domisili) dari tergugat. PTUN Jakarta, apabila penggugat dan
tergugat berdomisili di laur negri. Sedangkan apabila tergugat berkedudukan di
dalam negeri, maka gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan
tergugat.
b. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut
berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu
perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Kompetensi absolut PTUN
adalah sengketa tata usaha negara yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara
antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha
negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan
tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No.
9 Tahun 2004).
E.
Pangkal
Sengketa TUN
Perbuatan administrasi Negara (TUN) dapat dikelompokkan
kepada 3 macam perbuatan yakni: mengeluarkan keputusan, mengeluarkan peraturan
perundang-undangan, dan melaukan perbuatan materil. Dalam melakukan perbuatan
tersebut, badan atau pejabat tata usaha Negara tidak jarang terjadi
tindakan-tindakan yang menyimpang, dan melawan hukum, sehingga dapat
menimbulkan berbagai kerugian, bagi yang terkena tindakan tersebut. Pertanyaan
sekarang adalah apa yang dimaksud sengketa dalam tata usaha Negara? Untuk
menjawab pertanyaan tersebut dapat ditelusuri dari ketentuan pasal 1 angka 4 UU
PTUN, yang menyebutkan sebagai berikut: “Sengeketa tata usaha Negara adalah
sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara antara orang atau badan
hukum perdata, dengan badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha
Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.”
Adapun yang menjadi pangkal sengketa TUN adalah akibat dari
dikeluarkannya KTUN. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU PTUN yang dimaksud dengan
KTUN adalah: “Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat
tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual,
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata.
F.
Subyek
dan Obyek Peradilan Tata Usaha Negara
Subyek
dalam Peradilan Tata Usaha Negara sering disebut dengan para pihak, yaitu :
1.
Subyek
Peradilan Tata Usaha Negara
a.
Penggugat
Dari pengertian
penggugat diatas dapat ditentukan bahwa pihak-pihak yang dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:
ü Orang yang
merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
ü Badan Hukum
Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha
Negara (KTUN).
b.
Tergugat
Yang dapat digugat atau dijadikan tergugat sebagaimana
diuraikan dalam pengertian tergugat diatas adalah jabatan yang ada pada Badan
Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN berdasarkan wewenang dari Badan TUN
itu atau wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Hal ini mengandung arti bahwa
bukanlah orangnya secara pribadi yang digugat tetapi jabatan yang melekat
kepada orang tersebut. Misalnya; Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng,
Bupati Buleleng dan lain-lain, sehingga tidak akan menjadi masalah ketika
terjadi pergantian orang pada jabatan tersebut.
c.
Pihak Ketiga yang berkepentingan
Dalam Pasal 83 UU No. 5 / 1986 jo UU No. 9/ 2004 disebutkan
:
Selama pemeriksaan berlangsung,
setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang
diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan
permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa tata usaha
negara, dan bertindak sebagai:
·
Pihak
yang membela haknya, atau
·
Peserta
yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
2.
Obyek
Peradilan Tata Usaha Negara
Yang
menjadi obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha
Negara (KTUN). Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang
dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan
hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat
hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
G.
Jalur
Penyelesaian Sengketa TUN
Pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 tentang UU PTUN menyebutkan:
1.
Dalam
suatu badan atau pejabat tata usaha Negara diberi wewenang oleh atau
berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara
administratif sengketa tata usaha Negara tertentu, maka sengketa tata usaha
Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.
2.
Pengadilan
baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata usaha
Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika selutuh upaya administratif yang
bersangkutan telah digunakan.
3.
Dengan
demikian upaya administatif itu merupakan prosedur yang digunakan dalam suatu
peraturan perundang-undangan untuk menyelesaiakan sengketa TUN yang
dilakssanakan di lingkungan pemerintah sendiri (bukan oleh peradilan yang
bebas).yang terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administratif.
H.
Tenggang Waktu
Pengajuan Gugatan
Dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004
disebutkan bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan
puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan
atau Pejabat tata usaha negara yang digugat.
Tenggang
waktu untuk mengajukan gugatan 90 hari tersebut dihitung secara bervarisasi:
a.
Sejak
hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.
b.
Setelah
lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang
memberikan kesempatan kepada administrasi Negara ntuk memberikan keputusan,
namun ia tidak berbuat apa-apa.
c.
Setelah
lewat empat bulan, apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan
kesempatan kepada administrasi Negara untuk memberikan keputusan dan ternyata
ia tidak berbuat apa-apa.
d.
Sejak
hari pengumuman apabila KTUN itu harus diumumkan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Peradilan Tata
Usaha Negara adalah Peradilan yang menyelenggarakan dan menyelesaikan sengketa
administrasi negara yang menyangkut fungsi dalam menyelenggarakan urusan
pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Dimana Sengketa Tata Usaha Negara
adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat
maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara,
termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Sengketa
tata usaha Negara yang terjadi di lingkungan administrasi, baik itu sengketa
intern, yang menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang disengketakan
dalam satu departemen atau suatu departemen dengan departemen yang lain dan
sengketa ekstern yakni perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara
administrasi Negara dengan rakyat. Maka, sengketa ini diselesaikan melalui
upaya administrative, yang mana upaya administratif in berdasarkan penjelasan
Pasal 48 disebutkan bahwa itu merupakan suatu prosedur yang ditempuh oleh
seseorang atau badan hokum yang merasa tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata
Usaha Negara.
B.
Saran
Untuk
menciptakan Negara Indonesia yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan
rakyatnya, hendaknya kinerja dari Pengadilan Tata Usaha Negara ini lebih
ditingkatkan. Mengingat saat ini, keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara
kurang begitu menjadi sorotan masyarakat, padahal penyelewengan-penyelewengan
yang dilakukan oleh aparat pemerintahan sering terjadi, yang tentunya
penyelewengan-penyelewengan itu merugikan masyarakat luas. Dan diharapkan
pula pada pemerintah, agar dalam melaksanakan kewajibannya dalam hal
administrasi Negara agar lebih jujur dan bersih, sehingga Negara Indonesia ini
menjadi Negara yang mendapat ancungan jempol dari Negara-negara berkembang
lainnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Amrah Muslimin, 1985, Beberapa
Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum
Administrasi,
Alumni, Bandung
Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata
Usaha Negara
(Buku II),
Sinar Harapan, Jakarta.
Siti Soetami, A, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT
Refika Aditama,
Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar