Minggu, 24 Januari 2016

PENGADILAN TATA USAHA NEGARA (PTUN)




Tugas Mandiri                                                                                    Dosen Pembimbing   Hukum Administrasi Negara                                                                                Mahmuzar

“PENGADILAN TATA USAHA NEGARA”
 (PTUN)

UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH
MELDAWATI
V/ANA/A
11375202252

JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015


KATA PENGANTAR
            Puji syukur,kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa krena atas rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudu “Pengadilan Tata Usaha Negara” tepat pada waktunya. Dalam proses penyusunan makalah ini, penulis mendapatkan bantuan,bimbingan yang baik dari berbagai pihak.
Oleh karena itu,melalui kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, masih banyak kekurangan dan banyak kelemahan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bukan hanya bagi penulis melainkan juga kepada para pembaca.


Pekanbaru, 26 November 2015

    Penulis

 
BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang           
Peradilan Tata Usaha Negara merupakan salah satu peradilan di Indonesia yang berwenang untuk menangani sengketa Tata Usaha Negara. Berdasarkan UU No. 5 tahun 1986 sebagaimana telah dirubah oleh UU No. 9/2004 tentang peradilan tata usaha Negara (UU PTUN), peradilan tata usaha Negara diadakan untuk menghadapi kemungkinan timbulnya perbenturan, kepentingan, perselisihan, atau sengketa antara Badan Atau pejabat Tata Usaha Negara dengan masyarakat. UU PTUN memberikan 2 macam cara penyelesaian sengketa TUN yakni upaya administrasi yang penyelesaiannya masih dalam lingkungan administrasi pemerintahan sendiri serta melalui gugatan ke pengadilan Tata Usaha Negara.
Dalam PTUN seseorang dapat mengajukan gugatan terhadap kebijakan pemerintah yang dipercaya telah merugikan individu dan atau masyarakat. Subjek atau pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan Tata Usaha Negara ada 2 yakni, pihak penggugat, yaitu seseorang atau Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan dengan dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, yaitu badan atau pejabat tata usaha Negara yang mengeluarkan keputusan bergadasarkan wewenang yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya. Dalam UU Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang peradilan tata usaha Negara (Perubahan UU PTUN), pihak ketiga tidak dapat lagi melakukan intervensi dan masuk kedalam suatu sengketa TUN.
Kekuasaan kehakiman dilingkungan peradilan tata usaha Negara dalam UU PTUN dilaksanakan oleh Pengadilan Tinggi Usaha Negara yang berpuncak pada mahkamah agung. Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara pada dasarnya merupakan pengadilan tingkat banding terhadap sengketa yang telah diputus oleh pengadilan tata usaha Negara, kecuali dalam sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan tata usaha Negara di daerah hukumnya serta sengketa yang terhadapnya telah digunakan punya administrative.
Adapun hukum acara yang digunakan pada Peradilan Tata Usaha Negara mempunyai persamaan dengan hukum acara yang digunakan pada Peradilan Umum untuk perkara perdata, dengan perbedaan dimana Peradilan Tata Usaha Negara Hakim berperan lebih aktif dalam proses persidangan guna memperoleh kebenaran materiil dan tidak seperti dalam kasus gugatan perdata, gugatan TUN bukan berarti menunda dilaksanakannya suatu KTUN yang disengketakan.
B.                 Rumusan Masalah
1.                  Apa yang dimaksud dengan hukum Peradilan Tata Usaha Negara?
2.                  Apa saja Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara?
3.                  Bagaimana Karakteristik dan Prinsip-prinsip Peradilan Tata Usaha Negara?
4.                  Bagaimana Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara?
5.                  Bagaimana Pangkal Sengketa TUN?
6.                  Apa saja Subyek dan Obyek Peradilan Tata Usaha Negara?
7.                  Bagaimana Jalur Penyelesaian Sengketa TUN?
8.                  Bagaimana Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan?

C.                 Tujuan Masalah
1.                  Mengetahui pengertian dari hukum Peradilan Tata Usaha Negara.
2.                  Mengetahui apa saja tujuan dari Pengadilan tata Usaha Negara.
3.                  Mengetahui bagaimana karakteristik dan prinsip Peradilan Tata Usaha Negara.
4.                  Mengetahui bagaimana kompetensi dari Peradilan Tata Usaha Negara.
5.                  Mengetahui pangkal Sengketa dari PTUN.
6.                  Mengetahui apa saja subyek dan obyek dari Peradilan Tata Usaha Negara.
7.                  Mengetahui bagaimana jalur penyelesaian sengketa PTUN.
8.                  Mengetahui bagaimana tenggang waktu pengajuan gugatan PTUN.




BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Peradilan Tata Usaha Negara
Menurut Rozali Abdullah, Hukum Acara PTUN adalah rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orrang harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalanya peraturan Hukum Tata Usaha Negara (Hukum Administrasi Negara). Dengan kata lain hukum yang mengatur tentang cara-cara bersengketa di peradilan Tata Usaha Negara serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terikat dalam proses penyelesaian sengketa tersebut.
Prof. Ir. S. Prajudi Atmosudirdjo, SH memberikan pengertian Peradilan Tata Usaha Negara dalam arti luas “Peradilan yang menyangkut Pejabat-pejabat dan Instansi-instansi Administrasi Negara, baik yang bersifat perkara pidana, perkara perdata, perkara agama, perkara adat, dan perkara administrasi Negara”. Dalam arti sempit “Peradilan yang menyelesaikan perkara-perkara administrasi negara murni semata-mata.” 
Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah rangkaian  peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus  bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya Peraturan Hukum Tata Usaha Negara ( Hukum Adminsitrasi Negara). Dengan kata lain Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara adalah hukum yang mengatur cara-cara  bersengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara, serta mengatur hak dan kewajiban pihak-pihak yang terkait dalam proses penyelesaian sengketa tersebut. Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara merupakan hukum yang secara bersama-sama diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
B.                 Tujuan Peradilan Tata Usaha Negara
Fungsi hukum ialah menegakkan kebenaran untuk mencapai keadilan. Keadilan adalah merupakan hal yang pokok bagi manusia dalam hidup bermasyarakat, maka dibutuhkan adanya lembaga-lembaga yang bertugas menyelenggarakan keadilan ini. Keadilan ini dituntutkan untuk semua hubungan masyarakat, hubungan-hubungan yang diadakan oleh manusia dengan manusia lainnya, oleh karena itu berbicara tentang keadilan meliputi segala kehidupan manusia dalam hubungannya dengan manusia lain. Keadilan ini erat hubungannya dengan kebenaran, karena sesuatu yang tidak benar tidaklah mungkin adil. Sesuatu itu benar menurut norma-norma yang berlaku akan tercapailah keadilan itu. Juniarto, SH mengemukakan ada 4 macam kebenaran untuk mencapai keadilan. 
1.      Kebenaran di dalam menentukan norma-norma hukum yang berlaku agar sesuai dengan rasa kebenaran yang hidup dalam masyarakat.
2.      Kebenaran berupa tindakan-tindakan dari setiap anggota masyarakat dalam melakukan hubungan agar sesuai dengan norma-norma hukumya berlaku.
3.      Kebenaran dalam mengetahui fakata-fakta tentang hubungan-hubungan yang sesungguhnya terjadi sehingga tidak ada penambahan atau pengurangan maupun penggelapan daripadanya.
4.      Kebenaran di dalam memberikan penilaian terhadap fakta-faktanya terhdap norma-norma hukum yang berlaku.
Demikian empat kebenaran yang harus diperhatikan dalam rangka mencapai keadilan.  Kepada lembaga-lembaga yang bertugas untuk menetapkan keadilannya atau dengan perkataan lain bertugas memberi kontrol, meminta pertanggung jawaban dan memberikan sanksi-sanksinya, maka tindakan pertama yang harus diperhatikan ialah mencari kebenaran tentang fakta-fakta. Peradilan Tata Usaha Negara adalah salah satu lembaga yang bertugas menyelenggarakan keadilan ini juga harus memperhatikan kebenaran-kebenaran tersebut untuk mencapai keadilan. Demikian pula para anggota yang duduk dalam lembaga ini harus mempunyai keadilan khusu untuk itu dan terutama sekali mempunyai pengetahuan hukum yang cukup luas. Prof. Ir. S. Prajudi Atmosudirdjo, SH, mengatakan bahwa tujuan dari pada Peradilan Tata Usaha Negara adalah untuk mengembangkan dan memelihara Administrasi Negara yang tepat menurut hukum (rechtmating) atau tepat menurut undang-undang (wetmatig). 
Pemakalah sendiri berpendapat bahwa Peradilan Tata Usaha Negara dibentuk untuk menyelesaikan sengketa yang timbul antara Badan/Pejabat Tata Usaha Negara dengan warga masyarakat oleh akibat pelaksanaan atau penggunaan wewenang pemerintah yang dilakukan oleh Badan/Pejabat Tata Usaha Negara yang menimbulkan benturan kepentingan, perselisihan, atau sengketa dengan warga masyarakat.
C.                 Karakteristik dan Prinsip-prinsip Peradilan Tata Usaha Negara
Ciri khas hukum acara Peradilan tata usaha negara terletak pada asas-asas hukum yang melandasinya. Satjipto Rahardjo berpendapat bahwa barangkali tidak berlebihan apabila dikatakan, bahwa asas hukum ini merupakan jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya demikian oleh karena pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas hukum ini layak disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Selanjutnya Satjipto Rahardjo menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.
Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang sebagai penjabarannya.
Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka secara garis besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat dalam Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara: 
1.      Asas praduga rechtmatig. Asas ini menyatakan setiap tindakan pemerintahan selalu dianggap rechtmatig samapai ada pembatalan (pasal 67ayat (1) UU PTUN).
2.      Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan tata usaha Negara (KTUN) yang disengketakan, kecuali ada kepentingan yang mendesak dari penggugat (pasal 67 ayat 1 dan ayat 4 huruf a).
3.      Asas para pihak harus didengar. Maksudnya para pihak mempunyai kedudukan yang sama dan harus diperlakukan dan di perhatikan secara adil. Hakim tidak dibenarkan hanya memperhatikan alat bukti, keterangan atau penjelasan salah satu pihak saja.
4.      Asas kesatuan beracara dalam perkara sejenis. Maksudnya baik pemeriksaan di judex feeti maupun di Mahkamah Agung.
5.      Asas penyelengaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka. Maksudnya bebas dari campur tangan pihak lain baik secara langsung maupun tidak bermaksud untuk mempengaruhi keputusan pengadilan.
6.      Asas peradilan dilakukan dengan sederhana, cepat dan biaya ringan. Maksudnya sederhana dalam hukum acara, waktu yang relatif cepat dalam waktu dan murah dalam biaya ringan.
7.      Asas hakim aktif.maksudnya ada rapat permusyawarahan untuk menentukan gugatan dapat diterima atau tidak yg disertai pertimbangan-pertimbangan, pemeriksaan persiapan untuk memeriksa kejelasan gugatan, hakim dapat memeritahkan tergugat memberikan info-info yang dibutuhkan penggugat.
8.      Asas sidang terbuka untuk umum. Maksudnya asas ini membawa konsekuensi bahwa semua putusan pengadilan hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum apabila diucapkan dalam siding terbuka untuk umum.
9.      Asas peradilan berjenjang. Maksudnya Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang terbawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN), dan puncaknya adalah Mahkamah Agung.
10.  Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan (ultimum remedium). Maksudnya Sengketa administrasi sedapat mungkin diupayakan dulu penyelesaiannya melalui musyawarah mufakat (upaya administratif), apabila musyawarah tidak mencapai mufakat, maka barulah penyelesaian melalui PTUN dilakukan.
11.  Asas Obyektifitas. Maksudnya hakim atau panitera, apabila terikat hubungan sedarah, semenda sampai derajat ketiga atau hubungan suami istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat, penasihat hukum atau antara hakim dengan panitera atau hakim dan panitera tersebut mempunyai kepentingan langsung atau tidak langsung dengan sengketanya.

D.             Kompetensi Peradilan Tata Usaha Negara
Kompetensi (kewenangan) suatu badan pengadilan untuk mengadili suatu perkara dapat dibedakan atas kompetensi relatif dan kompetensi absolut. Kompetensi relatif berhubungan dengan kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara sesuai dengan wilayah hukumnya. Sedangkan kompetensi absolut adalah kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa.

a.       Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu. Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata usaha negara terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 54 :
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan :
1.      Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah Kabupaten/Kota.
2.      Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Untuk saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar di seluruh wilayah Indonesia, sehingga PTUN wilayah hukumnya meliputi beberapa kabupaten dan kota. Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi Sumatera Utara dan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi provinsi-provinsi yang ada di Sumatera. Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau tempat kediaman para pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat.
Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004 menyebutkan gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan (domisili) tergugat. Apabila tergugatnya lebih dari satu, maka gugatan dapat diajukan keapda PTUN dari tempat kedudukan salah satu tergugat. Gugatan juga dapat diajukan melalui PTUN tempat kedudukan penggugat untuk diteruskan kepada PTUN tempat kedudukan (domisili) dari tergugat. PTUN Jakarta, apabila penggugat dan tergugat berdomisili di laur negri. Sedangkan apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri, maka gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan tergugat.
b.      Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau pokok sengketa. Kompetensi absolut PTUN adalah sengketa tata usaha negara yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).

E.                 Pangkal Sengketa TUN
Perbuatan administrasi Negara (TUN) dapat dikelompokkan kepada 3 macam perbuatan yakni: mengeluarkan keputusan, mengeluarkan peraturan perundang-undangan, dan melaukan perbuatan materil. Dalam melakukan perbuatan tersebut, badan atau pejabat tata usaha Negara tidak jarang terjadi tindakan-tindakan yang menyimpang, dan melawan hukum, sehingga dapat menimbulkan berbagai kerugian, bagi yang terkena tindakan tersebut. Pertanyaan sekarang adalah apa yang dimaksud sengketa dalam tata usaha Negara? Untuk menjawab pertanyaan tersebut dapat ditelusuri dari ketentuan pasal 1 angka 4 UU PTUN, yang menyebutkan sebagai berikut: “Sengeketa tata usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang tata usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata, dengan badan atau pejabat tata usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dari dikeluarkannya keputusan tata usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.” 
Adapun yang menjadi pangkal sengketa TUN adalah akibat dari dikeluarkannya KTUN. Berdasarkan Pasal 1 angka 3 UU PTUN yang dimaksud dengan KTUN adalah: “Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum Perdata.
F.                  Subyek dan Obyek Peradilan Tata Usaha Negara
Subyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara sering disebut dengan para pihak, yaitu :
1.                  Subyek Peradilan Tata Usaha Negara
a.       Penggugat
Dari pengertian penggugat diatas dapat ditentukan bahwa pihak-pihak yang dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara adalah:
ü  Orang yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
ü  Badan Hukum Perdata yang merasa kepentingannya dirugikan oleh suatu Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN).
b.      Tergugat
Yang dapat digugat atau dijadikan tergugat sebagaimana diuraikan dalam pengertian tergugat diatas adalah jabatan yang ada pada Badan Tata Usaha Negara yang mengeluarkan KTUN berdasarkan wewenang dari Badan TUN itu atau wewenang yang dilimpahkan kepadanya. Hal ini mengandung arti bahwa bukanlah orangnya secara pribadi yang digugat tetapi jabatan yang melekat kepada orang tersebut. Misalnya; Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Buleleng, Bupati Buleleng dan lain-lain, sehingga tidak akan menjadi masalah ketika terjadi pergantian orang pada jabatan tersebut.
c.       Pihak Ketiga yang berkepentingan
Dalam Pasal 83 UU No. 5 / 1986 jo UU No. 9/ 2004 disebutkan :
Selama pemeriksaan berlangsung, setiap orang yang berkepentingan dalam sengketa pihak lain yang sedang diperiksa oleh Pengadilan, baik atas prakarsa sendiri dengan mengajukan permohonan, maupun atas prakarsa hakim, dapat masuk dalam sengketa tata usaha negara, dan bertindak sebagai:
·         Pihak yang membela haknya, atau
·         Peserta yang bergabung dengan salah satu pihak yang bersengketa.
2.                  Obyek Peradilan Tata Usaha Negara
            Yang menjadi obyek dalam Peradilan Tata Usaha Negara adalah Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN). Keputusan Tata Usaha Negara adalah penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual, dan final, yang menimbulkan akibat hukum bagi seseorang atau badan hukum perdata.
G.                Jalur Penyelesaian Sengketa TUN
Pasal 48 UU No 5 Tahun 1986 tentang UU PTUN menyebutkan:
1.         Dalam suatu badan atau pejabat tata usaha Negara diberi wewenang oleh atau berdasarkan peraturan perundang-undangan untuk menyelesaikan secara administratif sengketa tata usaha Negara tertentu, maka sengketa tata usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif yang tersedia.
2.         Pengadilan baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan sengketa tata usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika selutuh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan. 
3.         Dengan demikian upaya administatif itu merupakan prosedur yang digunakan dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk menyelesaiakan sengketa TUN yang dilakssanakan di lingkungan pemerintah sendiri (bukan oleh peradilan yang bebas).yang terdiri dari prosedur keberatan dan prosedur banding administratif.
H.                Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan
Dalam Pasal 55 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 disebutkan bahwa gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu sembilan puluh hari terhitung sejak saat diterimanya atau diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat tata usaha negara yang digugat.
Tenggang waktu untuk mengajukan gugatan 90 hari tersebut dihitung secara bervarisasi:
a.       Sejak hari diterimanya KTUN yang digugat itu memuat nama penggugat.
b.      Setelah lewatnya tenggang waktu yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan yang memberikan kesempatan kepada administrasi Negara ntuk memberikan keputusan, namun ia tidak berbuat apa-apa.
c.       Setelah lewat empat bulan, apabila peraturan perundang-undangan tidak memberikan kesempatan kepada administrasi Negara untuk memberikan keputusan dan ternyata ia tidak berbuat apa-apa.
d.      Sejak hari pengumuman apabila KTUN itu harus diumumkan. 


BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Peradilan Tata Usaha Negara adalah Peradilan yang menyelenggarakan dan menyelesaikan sengketa administrasi negara yang menyangkut fungsi dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Dimana Sengketa Tata Usaha Negara adalah sengketa yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau badan hukum perdata dengan Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara, baik di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan Tata Usaha Negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Sengketa tata usaha Negara yang terjadi di lingkungan administrasi, baik itu sengketa intern, yang menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN yang disengketakan dalam satu departemen atau suatu departemen dengan departemen yang lain dan sengketa ekstern yakni perkara administrasi yang menimbulkan sengketa antara administrasi Negara dengan rakyat. Maka, sengketa ini diselesaikan melalui upaya administrative, yang mana upaya administratif in berdasarkan penjelasan Pasal 48 disebutkan bahwa itu merupakan suatu prosedur yang ditempuh oleh seseorang atau badan hokum yang merasa tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha Negara.
B.                 Saran
Untuk menciptakan Negara Indonesia yang dapat menjamin kemakmuran dan kesejahteraan rakyatnya, hendaknya kinerja dari Pengadilan Tata Usaha Negara ini lebih ditingkatkan. Mengingat saat ini, keberadaan Pengadilan Tata Usaha Negara kurang begitu menjadi sorotan masyarakat, padahal penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan sering terjadi, yang tentunya penyelewengan-penyelewengan itu merugikan masyarakat luas. Dan diharapkan pula pada pemerintah, agar dalam melaksanakan kewajibannya dalam hal administrasi Negara agar lebih jujur dan bersih, sehingga Negara Indonesia ini menjadi Negara yang mendapat ancungan jempol dari Negara-negara berkembang lainnya.


DAFTAR PUSTAKA
Amrah Muslimin, 1985, Beberapa Asas dan Pengertian Pokok tentang Administrasi dan Hukum
Administrasi, Alumni, Bandung
Indroharto, 1993, Usaha Memahami Undang-undang tentang Peradilan Tata Usaha Negara
(Buku II), Sinar Harapan, Jakarta.
Siti Soetami, A, 2005, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, PT Refika Aditama,
Jakarta.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar