Kamis, 21 Januari 2016

REFORMASI KEPEMIMPINAN PUBLIK





   Tugas Mandiri                                                                                          Dosen Pembimbing  
KEPEMIMPINAN                                                                                         Dr. Abdul Rozak


REFORMASI KEPEMIMPINAN

UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH:
MELDAWATI
11375202252
V/ANA/A
JURUSAN ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015




KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya  sehingga dalam pembuatan makalah ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya dan kepada umatnya pada akhir zaman.
Pertama-tama kami mengucapkan terima kasih kepada dosen yang dengan kegigihan dan keihklasannya membimbing kami sehingga kami bisa mengetahui sedikit demi sedikit apa yang sebelumnya kami tidak ketahui.
Makalah ini kami buat dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan dalam penulisan makalah ini, kami berharap dan memohon saran serta kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.


Pekanbaru, 03 Desember  2015

         Penulis

 







DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A.     Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B.     Rumusan Masalah.............................................................................................................. 2
C.     Tujuan  Makalah................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.     Pengertian Reformasi.......................................................................................................... 3
B.     Pengertian Reformasi Birokrasi.......................................................................................... 3
C.     Pilar Reformasi Birokrasi.................................................................................................... 4
D.     Perlunya Reformasi Kepemimpinan Publik........................................................................ 5
E.      Reformasi Kepemimpinan Publik....................................................................................... 6
F.      Kelebihan Birokrasi Pada Masa Reformasi......................................................................... 9
G.     Kekurangan Birokrasi Pada Masa Reformasi..................................................................... 10
H.     Reformasi Birokrasi Pemerintah........................................................................................ 11
BAB III PENUTUP
A.     KESIMPULAN.................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA






BAB I
PENDAHULUAN
A.                Latar Belakang
Kepemimpinan merupakan masalah sentral dalam kepengurusan suatu organisasi. Maju mundurnya suatu organisasi, mati hidupnya organisasi, tumbuh kembang organisasi, senang tidaknya bekerja dalam suatu organisasi serta tercapai tidaknya tujuan organisasi sebagian ditentukan oleh tepat tidaknya kepemimpinan yang diterapkan dalam organisasi yang bersangkutan. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa pemimpin hanya dapat menjalankan kepemimpinannya sehingga tujuan organisasi dapat tercapai sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh anggotanya, tapi yang dikenal adalah pemimpin itu sendiri.
Indonesia sebagai warga Negara yang memiliki wilayah yang luas dengan sumber daya alam yang dinilai cukup melimpah, dan juga memiliki masyarakat yang multicultural baik suku maupun agama. Dalam menjalankan tata pemerintahan yang baik, suatu Negara atau pemerintah idealnya dipimpin oleh seorang pemimpin Negara yang baik, setidaknya sebagian besar unsure dalam kepemimpinan yang ideal dimiliki oleh seorang pemimpin bangsa Indonesia.
Kepemimpinan publik dalam manajemen pemerintahan (public management) telah berkembang menjadi sangat kompleks, sehingga perlu adanya reformasi dalam menghadapi perubahan keanekaragaman kaleidoskopis yang terus berkembang. Banyak Negara telah melakukan langkah-langkah reformasi manajemen peme-rintahan dengan mendorong tangungjawab pembuatan keputusan dari bawahan meningkatkan penggunaan sektor privat untuk memberi pelayanan publik dan konsentrasi lebih besar pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada warga negara sebagai pelanggan.[1]
Pemimpin yang efektif selalu mempunyai rencana, mereka berorientasi penuh pada hasil mengadopsi visi baru yang menantang, yang dibutuhkan dan bisa dijangkau, mereka mengkomunikasikan visi tersebut, dan mempengaruhi orang lain sehingga arah baru mereka mendapat dukungan dan bersemangat memanfaatkan sumber daya dan energi yang mereka miliki untuk mewujudkan visi tersebut. Pemimpin adalah pelopor, pengembara di kawasan yang belum terjamah, mereka membawa kita kepada tujuan baru yang sering aneh. Orang yang memimpin adalah barisan terdepan yang memperjuangkan perubahan. Alasan unik untuk memiliki pemimpin di antaranya karena adanya perbedaan peranan mereka, khususnya adalah untuk menggerakkan kita ke depan, karena pemimpin mengantar kita ke suatu tujuan.
B.                 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Reformasi?
2.      Apa yang dimaksud dengan reformasi birokrasi?
3.      Apa saja pilar birokrasi reformasi?
4.      Bagaimana kepemimpinan reformasi publik?
5.      Apa Kelebihan Birokrasi Pada Masa Reformasi?
6.      Apa Kekurangan birokrasi Pada Masa Reformasi?
7.      Bagaimana Reformasi Birokrasi Pemerintah?

C.                 Tujuan Masalah
1.      Mengetahui pengertian dari reformasi.
2.      Mengetahui apa yang dimaksud dengan reformasi birokrasi.
3.      Mengetahui apa saja pilar birokrasi reformasi.
4.      Mengetahui bagaimana kepemimpinan reformasi publik.
5.      Mengetahui kelebihan birokrasi pada masa reformasi.
6.      Mengetahui kekurangan birokrasi pada masa reformasi.
7.      Mengetahui bagaimana reformasi birokrasi pemerintah.






BAB II
PEMBAHASAN
A.                Pengertian Reformasi
Reformasi adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian ini perubahan masyarakat diarahkan pada development.
Reformasi ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu Negara atau menteri atau kepala lembaga pada suatu departemen dan kementrian Negara atau lembaga Negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan publik dan masih maraknya perkara korupsi.
B.                 Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat. Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu system yang tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan dengan wewenang dan kekuasaan.
Reformasi birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerintah agar mampu memerangi KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan publik yang efesien, responsive, dan akuntabel. Maka dari itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik, masyarakat juga berposisi sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.[2]
Pada dasarnya reformasi birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-elemen birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara sadar untuk memposisikan diri kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut dilakukan untuk melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan ke arah yang lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak dari fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas ini menunjukkan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang sebenarnya diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa ini.
Gore mengemukakan bahwa “agar pemerintah dapat berkompetisi di dalam sistem ekonomi global seperti sekarang ini, dimana konsumen adalah raja, bukan pengusaha adalah raja, pemerintah harus berpaling dari budaya reskriptif kepada budaya responsif”.
Hal ini akan menuntut adanya reformasi kepemimpinan publik dalam manajemen publik (manajemen pemerintahan).
Pemerintah yang baik (good governance) adalah pemerintah yang digerakkan oleh suatu kesadaran baru dan sikap responsif dari para pengguna jasa. Reformasi kepemimpinan publik dalam manajemen publik (pemerintahan) sangat diperlukan, mengingat saat ini, pemerintah sudah saatnya digerakkan berdasarkan visi bukan hanya berdasarkan peraturan (regulasi). Kepemimpinan yang visioner akan menyelamatkan dari kebutaan arah yang dapat menyesatkan dan berlabuh ke tujuan yang keliru. [3]
C.                 Pilar Reformasi Birokrasi
Reformasi birokrasi merupakan upaya untuk menyesuaikan berbagai hubungan didalam birokrasi dan hubungan antara birokrasi dan masyarakat. dalam hal ini, ruang lingkup reformasi birokrasi dapat meliputi restrukturisasi, rekayasa proses, pengembangan SDM aparatur, serta bentuk hubungan baru antara pemerintah dan masyarakat. UU AP menjadi pilar dalam reformasi birokrasi, terutama dalam ruang lingkup SDM aparatur dan bentuk hubungan baru antara pemerintah dan masyarakat.
Terkait dengan SDM aparatur, UU AP memberikan dasar bagi perubahan mindset dan cultural set, yaitu penerapan prinsip-prinsip good governance dan Negara hukum dalam setiap tindakan dan keputusan yang dibuatnya. Tidak ada tindakan yang dilakukan oleh pejabat dan pegawai yang merupakan tindakan sewenang-wenang, tidak berdasar kepada hukum dan memenuhi kepentingan pribadi atau golongan. Sebaliknya, setiap tindakan dan keputusan pejabat dan pegawai harus memperhatikan batas-batas hukum dan dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Instrumen pengaturan didalam UU AP merupakan konkretisasi prinsip-prinsip good governance bagi pejabat dan pegawai dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan publik kepada warganya.[4]
D.                Perlunya Reformasi Kepemimpinan Publik
Kepemimpinan publik sebagai kepemimpinan birokrasi publik memegang peranan yang sangat strategis, karena berhasil tidaknya birokrasi publik menjalankan tugas-tugas pelayanan sangat ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Oleh karena itu kedudukan pemimpin sangat mendominasi semua aktivitas yang dilakukan birokrasi. Dapat diidentifikasi adanya beberapa fenomena kepemimpinan publik, antara lain:
1.      Pemimpin publik dalam menjalankan roda birokrasi umumnya belum digerakkan oleh visi dan misi, tetapi masih senantiasa digerakkan oleh peraturan yang sangat kaku. Akibatnya pemimpin tidak dapat mengembangkan sumber daya birokrasi serta tidak mampu menyesuaikan dengan tuntutan lingkungan eksternal dalam hal ini kebutuhan masyarakat.
2.      Pemimpin publik senantiasa mengendalikan kewenangan formal yang dimilikinya, kekuasaan menjadi kekuatan dalam menggerakkan bawahan. Mereka kurang memahami bawahan, yang memiliki perbedaan-perbedaan karakteristik, seperti kemampuan, pengetahuan sikap, perilaku, etos kerja dan sebagainya.
3.      Pemimpin publik memiliki kompetensi rendah. Hal ini tidak terlepas dari pada pola promosi pada birokrasi publik yang kurang mempertimbangkan kompetensi pejabat yang akan diangkat.
4.      Lemahnya akuntabilitas pemimpin publik. Tidak adanya transparansi pertanggungjawaban publik atas apa yang telah dilakukan oleh birokrasi. Pada hal akuntabilitas ini penting dilakukan agar warga masyarakat dapat memberikan koreksi dan kontrol kepada birokrasi.
Fenomena tersebut dapat disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut: [5]
1.      Bahwa birokrasi berada dan bekerja pada lingkungan yang hierarkis, birokratis, monopolis, dan terikat oleh political authority.
2.      Birokrasi sangat sarat dengan banyak tugas dan fungsi, karena tidak saja hanya terfokus kepada pelayanan publik, tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas pemberdayaan (publik service, development and empowering), dan akibatnya adalah menjadikan birokrasi sebagai lembaga yang sangat tambun sehingga mengurangi kelincahannya. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi kepemimpinan publik yang mengarah kepada pendekatan good governance dengan kepemimpinan yang memiliki pemikiran visioner, bersikap terbuka, memiliki komitmen yang tinggi terhadap kinerja pelayanan memupuk kompetensi dan akuntabel di dalam semua kebijakan, tindakan maupun langkah-langkahnya.

E.                 Reformasi Kepemimpinan Publik
Dalam kepemimpinan publik harus memiliki inspirasi dan energi, dalam ini cakap dan cerdas mengorganisir, mengintegrasikan segenap potensi kekuatan dalam birokrasi publik untuk mencapai pelayanan publik yang memuaskan (berkeadilan) seba-gai provider jasa-jasa publik yang tidak dapat diprivatisasi dan pemberdayaan sebagai provider kebutuhan dan tuntutan akan barang dan jasa (public utility) yang tidak mampu terpenuhi secara mandiri (powerless).
Dalam kepemimpinan publik harus memiliki visi jauh ke depan sehingga tak pernah berhenti tertantang. Visi hendaknya realistis, dapat dipercaya dan menarik bagi organisasi. Karena visi adalah pemyataan tujuan ke mana organisasi akan dibawa, sebuah masa depan yang lebih baik, lebih berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan dengan kondisi sekarang. Visi selalu berhubungan dengan masa depan dan visi merupakan awal masa depan, karena visi mengekspresikan apa yang akan dicapai melalui usaha keras. Karena banyak pihak tidak memikirkan secara sistematis tentang masa depan, maka hanya mereka yang memikirkannya dan yang mendasarkan strategi serta tindakan mereka pada visilah yang dapat memusatkan kekuatan untuk membentuk masa depan.
Lebih lanjut Gore (1995: 117) mengemukakan bahwa untuk mengelola pemerintahan secara baik dan dapat memperkecil biaya operasional pemerintah (cost of government) maka perlu diperhatikan empat hal sebagai berikut:
1.      Mereduksi ukuran dan jumlah lembaga pemerintahan, program dan staf (downsizing).
2.      Mempermudah prosedur (steamlining).
3.      Mereformasi lembaga-lembaga secara struktural agar dapat menjalankan misinya dengan baik (re-structuring).
4.      Melimpahkan fungsi kepada sektor swasta yang lebih piawai (Privatizing).
Para pemimpin dapat mencapai ini melalui tiga tugas utama pemimpin sebagai juru bicara, yakni: komunikasi jaringan dan personifikasi visi (menghidupkan mimpi). Tujuan pemimpin sebagai agen perubahan adalah menghasilkan keputusan investasi dan perubahan organisasional lainnya yang diperlukan dalam merealisasikan visi, Apabila seorang pemimpin visioner memiliki kemampuan luar biasa dalam peran ini, maka dengan sendirinya dapat menciptakan masa depan dan dalam prosesnya juga akan mengubah cara memandangnya. Organisasi abad dua puluh satu juga menekankan peran pemimpin visioner sebagai agen perubahan, mempromosikan eksperimentasi, menciptakan perubahan, dan menetapkan budaya organisasi yang di dalamnya terdapat keberanian mengambil risiko dan partisipasi yang luas serta sangat dihargai, untuk menghadapi perubahan di masa depan.
Mungkin lebih penting lagi, semua hal yang berkaitan dengan "reinventing government" dapat diarahkan agar fungsi pemerintah dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan dengan jalan menciptakan pemerintah yang lebih bersih dan berwibawa. Kondisi sebagaimana ini akan mampu mewujudkan manajemen yang baik, yang tercermin dari keterkaitan dan komitmen yang berwenang kepada kepentingan rakyat.[6]
Jika kita menginginkan suatu pemerintahan yang tertata dengan baik, maka salah satu cara adalah melalui tindakan "enterprising". Sebagaimana layaknya perusahaan manapun, jika ingin misinya berjalan lancar, pemerintah perlu mengukur kemajuan yang dicapai. Osborne dan Plastrik menyodorkan lima strategi penerapan, reinventing government, yakni:[7]
1.      Creating clarity of purpose.
2.      Creating consequences for performance.
3.      Putting the customer in the driver's seat.
4.      Shifting control away from the top and center.
5.      Creating an enterpreneural culture.
            Secara ringkas, prinsip re-inventing government tersebut dapat ditempuh melalui tiga agenda penting program reinventing government, yakni: (1) public private partnership atau privatization (2) budgeting reform dan (3) organization development and change.[8] Menurut Savas penerapan konsep privatization dalam suatu manajemen pemerintahan akan memunculkan butir implikasi sebagai berikut:
1.      Efficiency through competition.
2.      Equity.
3.      Public debt reduction.
4.      Wide share ownership.
5.      Employee share ownership.
6.      Strengthen the capital market.
7.      Easy public sector pay problems.
8.      Reduce government involvement in enterprise decision making.
9.      Protect the national interest.
10.  Political advantage.
            Privatisasi dilakukan karena pemerintah tidak seharusnya mengerjakan hal-ihwal bisnis. Jika objeknya sungguh-sungguh tidak menyangkut hajat hidup orang banyak.[9]
            Adanya pandangan dari beberapa hasil penelitian bahwa pada birokrasi publik menunjukkan masih lemahnya kepemimpinan dalam berbagai level atau tingkatan tingkat penguasaan kepemimpinan pada umumnya masih rendah. Selain itu kapasitas dan kesadaran pemimpin yang memiliki kewajiban untuk melayani, sangat terbatas bahkan tidak sedikit mereka minta untuk dilayani. Kewenangan formal menjadi senjata ampuh dalam menggerakkan bawahan. Akibatnya bawahan bekerja bukan atas kesadaran sendiri, tetapi karena tekanan atasan, sehingga hubungan yang harmonis antara atasan dengan bawahan tidak lagi terjalin dengan harmonis. Padahal keduanya merupakan satu kesatuan tim kerja yang dipelihara dalam menjalankan visi dan tujuan birokrasi.
F.                  Kelebihan Birokrasi Pada Masa Reformasi
Kelebihan-kelebihan reformasi pada kepemimpinan, yaitu:
1.         Terbentuknya Lembaga-lembaga Baru
Pada masa pemerintah SBY yang paling kontroversi adalah dibentuknya lembaga baru yang konsentrasi pada penghapusan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dimana tindakan yang dilakukan oleh lembaga ini cukup banyak membuahkan hasil, dengan mengungkap banyak kasus mega korupsi baik dilembaga legislative, Eksekutif, dan Yudikatif, walaupun pada akhirnya lembaga ini digembosi juga.


2.         Penyelenggara Pemilu
Pada era reformasi, pembaharuan tata politik nasional dalam suasana transisi menuju demokrasi dimulai dengan pemilu 1999. Pemilu ini dinilai sukses merestrukturisasi kepemimpinan nasional dan local secara demokratis, menghasilkan sejumlah pembaharuan konstitusi dan tata hukum turunannya, mendesentralisasikan kekuasaan dan lain-lain.
G.                Kekurangan Birokrasi Pada Masa Reformasi
Kekurangan-kekurangan kepemimpinan pada masa reformasi adalah:
1.         KKN tetap Merajalela
Era reformasi yang diharapkan mampu merubah Indonesia ke arah yang lebih baik ternyata terkendala oleh mental birokrasi yang tidak mau berubah. Menurut laporan political and economic risk consultancy (PERC), birokrasi Indonesia masih termasuk kategori sangat buruk.
2.         Adanya kepercayaan yang kian meluntur terhadap para politisi
Jika dibandingkan hasil survey terakhir tahun 2005, survey tahun 2009 menunjukkan adanya kepercayaan yang kian meluntur terhadap para politisi. Para survey tahun 2005, sebesar 44,2 % masyarakat menilai kinerja politisi masih relative baik. Dalam kurun waktu 6 tahun terjadi penurunan 21 % mengenai politisi, dan ini sangat menurun drastic.
3.         Berkurangnya tranparansi dan kebebasan pers
4.         Masyarakat yang terlalu bebas, dan mengartikan kebebasan dengan boleh berbuat sebebas-bebasnya. Akibatnya banyak demo yang berakhir rusuh, pilkada yang berakhir rusuh.
5.         Kebangkitan ormas-ormas radikal yang meresahkan masyarakat akibat pemerintah yang tidak tegas.
6.         Mulai ditinggalkannya program-program pemerintah yang secara konseptual cukup baik, seperti program swasembada pangan, yang sebenarnya dapat mengurangi potensi inflasi tinggi untuk jangka panjang. [10]

H.                Reformasi Birokrasi Pemerintah
            Gerakan reformasi birokrasi itu belum menghinggapi atmosfer pemerintahan zaman reformasi sekarang. Gegap gempitanya gerakan reformasi birokrasi tidak sedahsyat gerakan antikorupsi. Reformasi birokrasi pemerintah tidak mungkin bisa dilakukan tanpa didahului oleh upaya pemerintah melakukan evaluasi atau penelitian terhadap lembaga pemerintahannya.
            Ada tiga prakondisi yang harus diperhatikan jika nanti menyusun organisasi birokrasi pemerintah yang efektif sesuai dengan tuntutan zaman. Tiga hal itu ialah:
1.      Semangat desentralisasi dan otonomi sebagai perwujudan dan system pemerintahan yang demokratis.
2.      Perubahan system politik yang jauh berbeda dengan keadaan system politik dizaman pemerintahan orde baru.
3.      Krisis ekonomi yang mengakibatkan deficit anggaran, terpuruknya mata uang kita, pengangguran, dan ketergantungan pemerintah pada Negara lain.[11]



BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Kepemimpinan publik merupakan faktor utama dalam manajemen pemerintahan yang dapat menentukan tercapainya tujuan pemerintahan, terutama untuk pencapaian fungsi primer (pelayanan publik) dan fungsi sekunder (pemberdayaan) dalam tata kelola pemerintahan. Sehingga reformasi kepemimpinan publik, sangat dituntut untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian dengan situasi dan kondisi yang ada dalam sistem ekonomi global dengan pendekatan pemerintahan yang baik (good governance) yaitu pemerintahan yang digerakkan oleh suatu kesadaran baru dan sikap responsif dari pada pengguna barang dan jasa. Dengan adanya reformasi kepemimpinan publik diharapkan akan dapat mendorong dan memotivasi tumbuh dan berkembangnya peran serta masyarakat, kearah pemerintahan yang baik (good governance) untuk berkompetisi didalam sistem ekonomi global.





[1] Kim, Pan Suk, (1997) “In Search of a New Direction of Administrative Reform in The Ase of Customers and Process. Makalah dan Internasional Seminar LANRI dengan IIAS 2-4 April 1997 Bandung, hlm.7.
[3] Gore, Al (1995) “Common Sence Government Working Better With Less Cost, New York Random House”. Hlm, 91-92.
[4] Prof. Dr. Eko Prasojo, Reformasi Kedua: Melanjutkan Estafet Reformasi, 2009, Jakarta, Salemba Humanika,hlm. 78.
[5] Warsito Utomo (2003) “Dinamika Administrasi Publik: Analisis Empiris Seputar Isu-Isu Kontenporer dalam Administrasi Publik”, Yogyakarta, Program Magister Administrasi Publik, hlm. 41.

[6] Ranto, Bunyamin (1997) “Inovasi Kebijakan Publik sebagai Strategi Menghadapi Dinamika Sosial dan Global. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Pemerintahan. FISIP UNPAD 1997, Hlm. 16.
[7] Sudarsono, (1996) “Pelayanan Prima Sektor Swasta dalam Mendukung Daya Saing; Model Alternatif bagi Sektor Publik; Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor 1/Volume III/April, hlm. 41-42.
[8] Sudarsono, Hardjosoekarto, (1994) “Perubahan kelembagaan: Teori Implikasi dan Kebijakan Publik. Jakarta, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor 1/Volume 1/Maret, Hlm. 41.

[9]Suryawikarta, Bay, (1997) “Kebijakan Privatisasi dalam pelaksanaan Pelayanan Publik, Makalah pada Lokakarya Visi dan Misi Metropolitan, Bandung 29-30 Desember 1997, hlm.1.




[11] Miftah thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, 2011, Jakarta, Kencana, Prenada Media Group, hlm. 11-12.




DAFTAR PUSTAKA

Gore, Al. 1995. “Common Sence Government Working Better With Less Cost, New York
Random House”.
Kim, Pan Suk. 1997. In Search of a New Direction of Administrative Reform in The Ase of
Customers and Process. Makalah dan Internasional Seminar LANRI dengan IIAS 2-4 April 1997 Bandung.
Prasojo, Eko. 2009. Reformasi Kedua:Melanjutkan Estafet Reformasi. Jakarta. Salemba 
Humanika.
Ranto, Bunyamin. 1997. Inovasi Kebijakan Publik sebagai Strategi Menghadapi Dinamika
Sosial dan Global. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Pemerintahan. FISIP UNPAD 1997.
Sudarsono, Hardjosoekarto. 1994. Perubahan kelembagaan: Teori Implikasi dan Kebijakan
Publik. Jakarta. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor 1/Volume 1/Maret.
Sudarsono, Hardjosoekarto. 1996. Pelayanan Prima Sektor Swasta dalam Mendukung Daya
Saing; Model Alternatif bagi Sektor Publik. Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor 1/Volume III/April.
Suryawikarta, Bay. 1997. Kebijakan Privatisasi dalam pelaksanaan Pelayanan Publik, Makalah
pada Lokakarya Visi dan Misi Metropolitan. Bandung. 29-30 Desember 1997.
Thoha, miftah. 2011. Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi. Jakarta. Kencana.
Warsito Utomo. 2003. Dinamika Administrasi Publik: Analisis Empiris Seputar Isu-Isu
Kontenporer dalam Administrasi Publik. Yogyakarta. Program Magister Administrasi Publik.


           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar