Tugas Mandiri
Dosen Pembimbing
KEPEMIMPINAN Dr. Abdul Rozak
REFORMASI KEPEMIMPINAN
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH:
MELDAWATI
11375202252
V/ANA/A
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI DAN
ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita
panjatkan kehadirat Allah SWT, atas berkat rahmat dan hidayah-Nya sehingga dalam pembuatan makalah ini dapat
terselesaikan sebagaimana mestinya. Salam dan shalawat semoga tetap tercurah
kepada Rasulullah Muhammad SAW, kepada sahabat-sahabatnya dan kepada umatnya
pada akhir zaman.
Pertama-tama kami
mengucapkan terima kasih kepada dosen yang dengan kegigihan dan keihklasannya
membimbing kami sehingga kami bisa mengetahui sedikit demi sedikit apa yang
sebelumnya kami tidak ketahui.
Makalah ini kami
buat dengan sesederhana mungkin dan jika ada kesalahan dalam penulisan makalah
ini, kami berharap dan memohon saran serta kritikan dari pembaca demi
kesempurnaan makalah ini kedepannya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Pekanbaru,
03 Desember 2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................................. 2
C. Tujuan Makalah................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Reformasi.......................................................................................................... 3
B. Pengertian Reformasi Birokrasi.......................................................................................... 3
C. Pilar Reformasi Birokrasi.................................................................................................... 4
D. Perlunya Reformasi Kepemimpinan Publik........................................................................ 5
E.
Reformasi Kepemimpinan
Publik....................................................................................... 6
F.
Kelebihan Birokrasi Pada
Masa Reformasi......................................................................... 9
G. Kekurangan Birokrasi Pada Masa Reformasi..................................................................... 10
H. Reformasi Birokrasi Pemerintah........................................................................................ 11
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN.................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Kepemimpinan
merupakan masalah sentral dalam kepengurusan suatu organisasi. Maju mundurnya
suatu organisasi, mati hidupnya organisasi, tumbuh kembang organisasi, senang
tidaknya bekerja dalam suatu organisasi serta tercapai tidaknya tujuan
organisasi sebagian ditentukan oleh tepat tidaknya kepemimpinan yang diterapkan
dalam organisasi yang bersangkutan. Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa
pemimpin hanya dapat menjalankan kepemimpinannya sehingga tujuan organisasi dapat
tercapai sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh anggotanya, tapi yang dikenal
adalah pemimpin itu sendiri.
Indonesia
sebagai warga Negara yang memiliki wilayah yang luas dengan sumber daya alam
yang dinilai cukup melimpah, dan juga memiliki masyarakat yang multicultural
baik suku maupun agama. Dalam menjalankan tata pemerintahan yang baik, suatu
Negara atau pemerintah idealnya dipimpin oleh seorang pemimpin Negara yang
baik, setidaknya sebagian besar unsure dalam kepemimpinan yang ideal dimiliki
oleh seorang pemimpin bangsa Indonesia.
Kepemimpinan publik dalam manajemen
pemerintahan (public management) telah berkembang menjadi sangat kompleks,
sehingga perlu adanya reformasi dalam menghadapi perubahan keanekaragaman kaleidoskopis
yang terus berkembang. Banyak Negara telah melakukan langkah-langkah reformasi
manajemen peme-rintahan dengan mendorong tangungjawab pembuatan keputusan dari
bawahan meningkatkan penggunaan sektor privat untuk memberi pelayanan publik
dan konsentrasi lebih besar pada kualitas pelayanan yang diberikan kepada warga
negara sebagai pelanggan.[1]
Pemimpin yang efektif selalu
mempunyai rencana, mereka berorientasi penuh pada hasil mengadopsi visi baru
yang menantang, yang dibutuhkan dan bisa dijangkau, mereka mengkomunikasikan
visi tersebut, dan mempengaruhi orang lain sehingga arah baru mereka mendapat
dukungan dan bersemangat memanfaatkan sumber daya dan energi yang mereka miliki
untuk mewujudkan visi tersebut. Pemimpin adalah pelopor, pengembara di kawasan
yang belum terjamah, mereka membawa kita kepada tujuan baru yang sering aneh.
Orang yang memimpin adalah barisan terdepan yang memperjuangkan perubahan.
Alasan unik untuk memiliki pemimpin di antaranya karena adanya perbedaan
peranan mereka, khususnya adalah untuk menggerakkan kita ke depan, karena
pemimpin mengantar kita ke suatu tujuan.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan Reformasi?
2. Apa
yang dimaksud dengan reformasi birokrasi?
3. Apa
saja pilar birokrasi reformasi?
4. Bagaimana
kepemimpinan reformasi publik?
5. Apa Kelebihan Birokrasi Pada Masa
Reformasi?
6. Apa Kekurangan birokrasi Pada Masa
Reformasi?
7. Bagaimana Reformasi Birokrasi
Pemerintah?
C.
Tujuan
Masalah
1. Mengetahui pengertian dari
reformasi.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan
reformasi birokrasi.
3. Mengetahui apa saja pilar birokrasi reformasi.
4. Mengetahui bagaimana kepemimpinan
reformasi publik.
5. Mengetahui kelebihan birokrasi pada
masa reformasi.
6. Mengetahui kekurangan birokrasi pada
masa reformasi.
7. Mengetahui bagaimana reformasi
birokrasi pemerintah.
BAB
II
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Reformasi
Reformasi
adalah mengubah atau membuat sesuatu menjadi lebih baik daripada yang sudah
ada. Reformasi ini diarahkan pada perubahan masyarakat yang termasuk didalamnya
masyarakat birokrasi, dalam pengertian perubahan ke arah kemajuan. Dalam pengertian
ini perubahan masyarakat diarahkan pada development.
Reformasi
ini harus dilakukan oleh pejabat tertinggi, seperti presiden dalam suatu Negara
atau menteri atau kepala lembaga pada suatu departemen dan kementrian Negara
atau lembaga Negara, sebagai motor penggerak utama. Reformasi birokrasi di
Indonesia belum berjalan dengan maksimal. Indikasinya adalah buruknya pelayanan
publik dan masih maraknya perkara korupsi.
B.
Pengertian Reformasi Birokrasi
Reformasi
birokrasi merupakan salah satu cara untuk membangun kepercayaan rakyat.
Reformasi birokrasi adalah suatu usaha perubahan pokok dalam suatu system yang
tujuannya mengubah struktur, tingkah laku, dan keberadaan atau kebiasaan yang
sudah lama. Ruang lingkup reformasi birokrasi tidak hanya terbatas pada proses
dan prosedur, tetapi juga mengaitkan perubahan pada tingkat struktur dan sikap
serta tingkah laku. Hal ini berhubungan dengan permasalahan yang bersinggungan
dengan wewenang dan kekuasaan.
Reformasi
birokrasi adalah sebuah harapan masyarakat pada pemerintah agar mampu memerangi
KKN dan membentuk pemerintahan yang bersih serta keinginan masyarakat untuk
menikmati pelayanan publik yang efesien, responsive, dan akuntabel. Maka dari
itu masyarakat perlu mengetahui reformasi birokrasi yang dilakukan saat ini
agar kehidupan bernegara berjalan dengan baik, masyarakat juga berposisi
sebagai penilai dan pihak yang dilayani pemerintah.[2]
Pada
dasarnya reformasi birokrasi adalah suatu perubahan signifikan elemen-elemen
birokrasi seperti kelembagaan, sumber daya manusia aparatur, ketatalaksanaan
akuntabilitas, aparatur, pengawasan dan pelayanan publik, yang dilakukan secara
sadar untuk memposisikan diri kembali, dalam rangka menyesuaikan diri dengan
dinamika lingkungan yang dinamis. Perubahan tersebut dilakukan untuk
melaksanakan peran dan fungsi birokrasi secara tepat, cepat dan konsisten, guna
menghasilkan manfaat sesuai diamanatkan konstitusi. Perubahan ke arah yang
lebih baik, merupakan cerminan dari seluruh kebutuhan yang bertitik tolak dari
fakta adanya peran birokrasi saat ini yang masih jauh dari harapan. Realitas
ini menunjukkan kesadaran bahwa terdapat kesenjangan antara apa yang sebenarnya
diharapkan, dengan keadaan yang sesungguhnya tentang peran birokrasi dewasa
ini.
Gore mengemukakan bahwa “agar
pemerintah dapat berkompetisi di dalam sistem ekonomi global seperti sekarang
ini, dimana konsumen adalah raja, bukan pengusaha adalah raja, pemerintah harus
berpaling dari budaya reskriptif kepada budaya responsif”.
Hal ini akan menuntut adanya reformasi kepemimpinan publik dalam manajemen publik (manajemen pemerintahan).
Hal ini akan menuntut adanya reformasi kepemimpinan publik dalam manajemen publik (manajemen pemerintahan).
Pemerintah yang baik (good
governance) adalah pemerintah yang digerakkan oleh suatu kesadaran baru dan
sikap responsif dari para pengguna jasa. Reformasi kepemimpinan publik dalam
manajemen publik (pemerintahan) sangat diperlukan, mengingat saat ini,
pemerintah sudah saatnya digerakkan berdasarkan visi bukan hanya berdasarkan
peraturan (regulasi). Kepemimpinan yang visioner akan menyelamatkan dari
kebutaan arah yang dapat menyesatkan dan berlabuh ke tujuan yang keliru. [3]
C.
Pilar Reformasi Birokrasi
Reformasi
birokrasi merupakan upaya untuk menyesuaikan berbagai hubungan didalam
birokrasi dan hubungan antara birokrasi dan masyarakat. dalam hal ini, ruang
lingkup reformasi birokrasi dapat meliputi restrukturisasi, rekayasa proses,
pengembangan SDM aparatur, serta bentuk hubungan baru antara pemerintah dan
masyarakat. UU AP menjadi pilar dalam reformasi birokrasi, terutama dalam ruang
lingkup SDM aparatur dan bentuk hubungan baru antara pemerintah dan masyarakat.
Terkait
dengan SDM aparatur, UU AP memberikan dasar bagi perubahan mindset dan cultural
set, yaitu penerapan prinsip-prinsip good
governance dan Negara hukum dalam setiap tindakan dan keputusan yang
dibuatnya. Tidak ada tindakan yang dilakukan oleh pejabat dan pegawai yang
merupakan tindakan sewenang-wenang, tidak berdasar kepada hukum dan memenuhi
kepentingan pribadi atau golongan. Sebaliknya, setiap tindakan dan keputusan
pejabat dan pegawai harus memperhatikan batas-batas hukum dan dalam rangka
memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Instrumen pengaturan
didalam UU AP merupakan konkretisasi prinsip-prinsip good governance bagi
pejabat dan pegawai dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pelayanan publik
kepada warganya.[4]
D.
Perlunya Reformasi Kepemimpinan Publik
Kepemimpinan publik sebagai
kepemimpinan birokrasi publik memegang peranan yang sangat strategis, karena
berhasil tidaknya birokrasi publik menjalankan tugas-tugas pelayanan sangat
ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Oleh karena itu kedudukan pemimpin sangat
mendominasi semua aktivitas yang dilakukan birokrasi. Dapat diidentifikasi
adanya beberapa fenomena kepemimpinan publik, antara lain:
1. Pemimpin publik dalam menjalankan
roda birokrasi umumnya belum digerakkan oleh visi dan misi, tetapi masih
senantiasa digerakkan oleh peraturan yang sangat kaku. Akibatnya pemimpin tidak
dapat mengembangkan sumber daya birokrasi serta tidak mampu menyesuaikan dengan
tuntutan lingkungan eksternal dalam hal ini kebutuhan masyarakat.
2. Pemimpin publik senantiasa
mengendalikan kewenangan formal yang dimilikinya, kekuasaan menjadi kekuatan
dalam menggerakkan bawahan. Mereka kurang memahami bawahan, yang memiliki
perbedaan-perbedaan karakteristik, seperti kemampuan, pengetahuan sikap,
perilaku, etos kerja dan sebagainya.
3. Pemimpin publik memiliki kompetensi
rendah. Hal ini tidak terlepas dari pada pola promosi pada birokrasi publik
yang kurang mempertimbangkan kompetensi pejabat yang akan diangkat.
4. Lemahnya akuntabilitas pemimpin
publik. Tidak adanya transparansi pertanggungjawaban publik atas apa yang telah
dilakukan oleh birokrasi. Pada hal akuntabilitas ini penting dilakukan agar
warga masyarakat dapat memberikan koreksi dan kontrol kepada birokrasi.
Fenomena tersebut dapat disebabkan
oleh hal-hal sebagai berikut: [5]
1. Bahwa birokrasi berada dan bekerja
pada lingkungan yang hierarkis, birokratis, monopolis, dan terikat oleh
political authority.
2. Birokrasi sangat sarat dengan banyak
tugas dan fungsi, karena tidak saja hanya terfokus kepada pelayanan publik,
tetapi juga bertugas dan berfungsi sebagai motor pembangunan dan aktivitas
pemberdayaan (publik service, development and empowering), dan akibatnya adalah
menjadikan birokrasi sebagai lembaga yang sangat tambun sehingga mengurangi
kelincahannya. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi kepemimpinan publik
yang mengarah kepada pendekatan good governance dengan kepemimpinan yang
memiliki pemikiran visioner, bersikap terbuka, memiliki komitmen yang tinggi
terhadap kinerja pelayanan memupuk kompetensi dan akuntabel di dalam semua
kebijakan, tindakan maupun langkah-langkahnya.
E.
Reformasi Kepemimpinan Publik
Dalam kepemimpinan publik harus
memiliki inspirasi dan energi, dalam ini cakap dan cerdas mengorganisir,
mengintegrasikan segenap potensi kekuatan dalam birokrasi publik untuk mencapai
pelayanan publik yang memuaskan (berkeadilan) seba-gai provider jasa-jasa
publik yang tidak dapat diprivatisasi dan pemberdayaan sebagai provider
kebutuhan dan tuntutan akan barang dan jasa (public utility) yang tidak mampu
terpenuhi secara mandiri (powerless).
Dalam kepemimpinan publik harus memiliki visi jauh ke depan sehingga tak pernah berhenti tertantang. Visi hendaknya realistis, dapat dipercaya dan menarik bagi organisasi. Karena visi adalah pemyataan tujuan ke mana organisasi akan dibawa, sebuah masa depan yang lebih baik, lebih berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan dengan kondisi sekarang. Visi selalu berhubungan dengan masa depan dan visi merupakan awal masa depan, karena visi mengekspresikan apa yang akan dicapai melalui usaha keras. Karena banyak pihak tidak memikirkan secara sistematis tentang masa depan, maka hanya mereka yang memikirkannya dan yang mendasarkan strategi serta tindakan mereka pada visilah yang dapat memusatkan kekuatan untuk membentuk masa depan.
Dalam kepemimpinan publik harus memiliki visi jauh ke depan sehingga tak pernah berhenti tertantang. Visi hendaknya realistis, dapat dipercaya dan menarik bagi organisasi. Karena visi adalah pemyataan tujuan ke mana organisasi akan dibawa, sebuah masa depan yang lebih baik, lebih berhasil, atau lebih diinginkan dibandingkan dengan kondisi sekarang. Visi selalu berhubungan dengan masa depan dan visi merupakan awal masa depan, karena visi mengekspresikan apa yang akan dicapai melalui usaha keras. Karena banyak pihak tidak memikirkan secara sistematis tentang masa depan, maka hanya mereka yang memikirkannya dan yang mendasarkan strategi serta tindakan mereka pada visilah yang dapat memusatkan kekuatan untuk membentuk masa depan.
Lebih lanjut Gore (1995: 117)
mengemukakan bahwa untuk mengelola pemerintahan secara baik dan dapat
memperkecil biaya operasional pemerintah (cost of government) maka perlu
diperhatikan empat hal sebagai berikut:
1. Mereduksi ukuran dan jumlah lembaga
pemerintahan, program dan staf (downsizing).
2. Mempermudah prosedur (steamlining).
3. Mereformasi lembaga-lembaga secara
struktural agar dapat menjalankan misinya dengan baik (re-structuring).
4. Melimpahkan fungsi kepada sektor
swasta yang lebih piawai (Privatizing).
Para pemimpin dapat mencapai ini
melalui tiga tugas utama pemimpin sebagai juru bicara, yakni: komunikasi
jaringan dan personifikasi visi (menghidupkan mimpi). Tujuan pemimpin sebagai
agen perubahan adalah menghasilkan keputusan investasi dan perubahan
organisasional lainnya yang diperlukan dalam merealisasikan visi, Apabila
seorang pemimpin visioner memiliki kemampuan luar biasa dalam peran ini, maka
dengan sendirinya dapat menciptakan masa depan dan dalam prosesnya juga akan
mengubah cara memandangnya. Organisasi abad dua puluh satu juga menekankan
peran pemimpin visioner sebagai agen perubahan, mempromosikan eksperimentasi,
menciptakan perubahan, dan menetapkan budaya organisasi yang di dalamnya
terdapat keberanian mengambil risiko dan partisipasi yang luas serta sangat
dihargai, untuk menghadapi perubahan di masa depan.
Mungkin lebih penting lagi, semua
hal yang berkaitan dengan "reinventing government" dapat diarahkan
agar fungsi pemerintah dapat berjalan dengan baik. Hal ini dapat dilakukan
dengan jalan menciptakan pemerintah yang lebih bersih dan berwibawa. Kondisi
sebagaimana ini akan mampu mewujudkan manajemen yang baik, yang tercermin dari
keterkaitan dan komitmen yang berwenang kepada kepentingan rakyat.[6]
Jika kita menginginkan suatu
pemerintahan yang tertata dengan baik, maka salah satu cara adalah melalui
tindakan "enterprising". Sebagaimana layaknya perusahaan manapun,
jika ingin misinya berjalan lancar, pemerintah perlu mengukur kemajuan yang
dicapai. Osborne dan Plastrik menyodorkan lima strategi penerapan, reinventing
government, yakni:[7]
1.
Creating
clarity of purpose.
2.
Creating
consequences for performance.
3.
Putting
the customer in the driver's seat.
4.
Shifting
control away from the top and center.
5.
Creating
an enterpreneural culture.
Secara
ringkas, prinsip re-inventing government tersebut dapat ditempuh melalui tiga
agenda penting program reinventing government, yakni: (1) public private
partnership atau privatization (2) budgeting reform dan (3) organization
development and change.[8]
Menurut Savas penerapan konsep privatization dalam suatu manajemen pemerintahan
akan memunculkan butir implikasi sebagai berikut:
1.
Efficiency
through competition.
2.
Equity.
3.
Public
debt reduction.
4.
Wide
share ownership.
5.
Employee
share ownership.
6.
Strengthen
the capital market.
7.
Easy
public sector pay problems.
8.
Reduce
government involvement in enterprise decision making.
9.
Protect
the national interest.
10. Political advantage.
Privatisasi
dilakukan karena pemerintah tidak seharusnya mengerjakan hal-ihwal bisnis. Jika
objeknya sungguh-sungguh tidak menyangkut hajat hidup orang banyak.[9]
Adanya
pandangan dari beberapa hasil penelitian bahwa pada birokrasi publik
menunjukkan masih lemahnya kepemimpinan dalam berbagai level atau tingkatan
tingkat penguasaan kepemimpinan pada umumnya masih rendah. Selain itu kapasitas
dan kesadaran pemimpin yang memiliki kewajiban untuk melayani, sangat terbatas
bahkan tidak sedikit mereka minta untuk dilayani. Kewenangan formal menjadi
senjata ampuh dalam menggerakkan bawahan. Akibatnya bawahan bekerja bukan atas
kesadaran sendiri, tetapi karena tekanan atasan, sehingga hubungan yang
harmonis antara atasan dengan bawahan tidak lagi terjalin dengan harmonis.
Padahal keduanya merupakan satu kesatuan tim kerja yang dipelihara dalam
menjalankan visi dan tujuan birokrasi.
F.
Kelebihan
Birokrasi Pada Masa Reformasi
Kelebihan-kelebihan reformasi pada
kepemimpinan, yaitu:
1.
Terbentuknya
Lembaga-lembaga Baru
Pada masa pemerintah SBY yang paling
kontroversi adalah dibentuknya lembaga baru yang konsentrasi pada penghapusan
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yaitu berdirinya Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) dimana tindakan yang dilakukan oleh lembaga ini cukup banyak membuahkan
hasil, dengan mengungkap banyak kasus mega korupsi baik dilembaga legislative,
Eksekutif, dan Yudikatif, walaupun pada akhirnya lembaga ini digembosi juga.
2.
Penyelenggara
Pemilu
Pada era reformasi, pembaharuan tata
politik nasional dalam suasana transisi menuju demokrasi dimulai dengan pemilu
1999. Pemilu ini dinilai sukses merestrukturisasi kepemimpinan nasional dan
local secara demokratis, menghasilkan sejumlah pembaharuan konstitusi dan tata
hukum turunannya, mendesentralisasikan kekuasaan dan lain-lain.
G.
Kekurangan
Birokrasi Pada Masa Reformasi
Kekurangan-kekurangan kepemimpinan
pada masa reformasi adalah:
1.
KKN
tetap Merajalela
Era reformasi yang diharapkan mampu
merubah Indonesia ke arah yang lebih baik ternyata terkendala oleh mental
birokrasi yang tidak mau berubah. Menurut laporan political and economic risk
consultancy (PERC), birokrasi Indonesia masih termasuk kategori sangat buruk.
2.
Adanya
kepercayaan yang kian meluntur terhadap para politisi
Jika dibandingkan hasil survey
terakhir tahun 2005, survey tahun 2009 menunjukkan adanya kepercayaan yang kian
meluntur terhadap para politisi. Para survey tahun 2005, sebesar 44,2 % masyarakat
menilai kinerja politisi masih relative baik. Dalam kurun waktu 6 tahun terjadi
penurunan 21 % mengenai politisi, dan ini sangat menurun drastic.
3.
Berkurangnya
tranparansi dan kebebasan pers
4.
Masyarakat
yang terlalu bebas, dan mengartikan kebebasan dengan boleh berbuat
sebebas-bebasnya. Akibatnya banyak demo yang berakhir rusuh, pilkada yang
berakhir rusuh.
5.
Kebangkitan
ormas-ormas radikal yang meresahkan masyarakat akibat pemerintah yang tidak
tegas.
6.
Mulai
ditinggalkannya program-program pemerintah yang secara konseptual cukup baik,
seperti program swasembada pangan, yang sebenarnya dapat mengurangi potensi
inflasi tinggi untuk jangka panjang. [10]
H.
Reformasi
Birokrasi Pemerintah
Gerakan
reformasi birokrasi itu belum menghinggapi atmosfer pemerintahan zaman
reformasi sekarang. Gegap gempitanya gerakan reformasi birokrasi tidak
sedahsyat gerakan antikorupsi. Reformasi birokrasi pemerintah tidak mungkin
bisa dilakukan tanpa didahului oleh upaya pemerintah melakukan evaluasi atau
penelitian terhadap lembaga pemerintahannya.
Ada
tiga prakondisi yang harus diperhatikan jika nanti menyusun organisasi
birokrasi pemerintah yang efektif sesuai dengan tuntutan zaman. Tiga hal itu
ialah:
1. Semangat desentralisasi dan otonomi
sebagai perwujudan dan system pemerintahan yang demokratis.
2. Perubahan system politik yang jauh
berbeda dengan keadaan system politik dizaman pemerintahan orde baru.
3. Krisis ekonomi yang mengakibatkan
deficit anggaran, terpuruknya mata uang kita, pengangguran, dan ketergantungan
pemerintah pada Negara lain.[11]
BAB
III
PENUTUP
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepemimpinan publik merupakan faktor
utama dalam manajemen pemerintahan yang dapat menentukan tercapainya tujuan
pemerintahan, terutama untuk pencapaian fungsi primer (pelayanan publik) dan
fungsi sekunder (pemberdayaan) dalam tata kelola pemerintahan. Sehingga
reformasi kepemimpinan publik, sangat dituntut untuk melakukan
penyesuaian-penyesuaian dengan situasi dan kondisi yang ada dalam sistem
ekonomi global dengan pendekatan pemerintahan yang baik (good governance) yaitu
pemerintahan yang digerakkan oleh suatu kesadaran baru dan sikap responsif dari
pada pengguna barang dan jasa. Dengan adanya reformasi kepemimpinan publik
diharapkan akan dapat mendorong dan memotivasi tumbuh dan berkembangnya peran
serta masyarakat, kearah pemerintahan yang baik (good governance) untuk
berkompetisi didalam sistem ekonomi global.
[1] Kim,
Pan Suk, (1997) “In Search of a New Direction of Administrative Reform in The
Ase of Customers and Process. Makalah dan Internasional Seminar LANRI dengan
IIAS 2-4 April 1997 Bandung, hlm.7.
[3] Gore,
Al (1995) “Common Sence Government Working Better With Less Cost, New York
Random House”. Hlm, 91-92.
[4]
Prof. Dr. Eko Prasojo, Reformasi Kedua: Melanjutkan Estafet Reformasi, 2009,
Jakarta, Salemba Humanika,hlm. 78.
[5]
Warsito Utomo (2003) “Dinamika Administrasi Publik: Analisis
Empiris Seputar Isu-Isu Kontenporer dalam Administrasi Publik”, Yogyakarta,
Program Magister Administrasi Publik, hlm. 41.
[6] Ranto,
Bunyamin (1997) “Inovasi Kebijakan Publik sebagai Strategi Menghadapi Dinamika
Sosial dan Global. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Pemerintahan. FISIP
UNPAD 1997, Hlm. 16.
[7] Sudarsono,
(1996) “Pelayanan Prima Sektor Swasta dalam Mendukung Daya Saing; Model
Alternatif bagi Sektor Publik; Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor
1/Volume III/April, hlm. 41-42.
[8] Sudarsono,
Hardjosoekarto, (1994) “Perubahan kelembagaan: Teori Implikasi dan Kebijakan
Publik. Jakarta, Jurnal Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor 1/Volume
1/Maret, Hlm. 41.
[9]Suryawikarta, Bay, (1997) “Kebijakan
Privatisasi dalam pelaksanaan Pelayanan Publik, Makalah pada Lokakarya Visi dan
Misi Metropolitan, Bandung 29-30 Desember 1997, hlm.1.
[11]
Miftah thoha, Birokrasi Pemerintah Indonesia di Era Reformasi, 2011, Jakarta,
Kencana, Prenada Media Group, hlm. 11-12.
DAFTAR
PUSTAKA
Gore, Al.
1995. “Common Sence Government Working Better With Less Cost, New York
Random House”.
Kim, Pan
Suk. 1997. In Search of a New Direction
of Administrative Reform in The Ase of
Customers and Process. Makalah dan Internasional Seminar
LANRI dengan IIAS 2-4 April 1997 Bandung.
Prasojo,
Eko. 2009. Reformasi Kedua:Melanjutkan
Estafet Reformasi. Jakarta. Salemba
Humanika.
Ranto,
Bunyamin. 1997. Inovasi Kebijakan Publik
sebagai Strategi Menghadapi Dinamika
Sosial dan Global. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam
Ilmu Pemerintahan. FISIP UNPAD 1997.
Sudarsono,
Hardjosoekarto. 1994. Perubahan
kelembagaan: Teori Implikasi dan Kebijakan
Publik. Jakarta. Jurnal Ilmu Administrasi
dan Organisasi Nomor 1/Volume 1/Maret.
Sudarsono,
Hardjosoekarto. 1996. Pelayanan Prima
Sektor Swasta dalam Mendukung Daya
Saing; Model Alternatif bagi Sektor
Publik. Jurnal
Ilmu Administrasi dan Organisasi Nomor 1/Volume III/April.
Suryawikarta,
Bay. 1997. Kebijakan Privatisasi dalam
pelaksanaan Pelayanan Publik, Makalah
pada Lokakarya Visi dan Misi
Metropolitan.
Bandung. 29-30 Desember 1997.
Thoha,
miftah. 2011. Birokrasi Pemerintah
Indonesia di Era Reformasi. Jakarta. Kencana.
Warsito
Utomo. 2003. Dinamika Administrasi
Publik: Analisis Empiris Seputar Isu-Isu
Kontenporer dalam Administrasi
Publik. Yogyakarta.
Program Magister Administrasi Publik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar