Tugas Mandiri
Dosen Pembimbing
KEPEMIMPINAN Dr. Abdul Rozak
KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN
UIN SUSKA RIAU
DISUSUN OLEH:
MELDAWATI
11375202252
JURUSAN
ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS EKONOMI
DAN ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur,kami panjatkan kehadapan
Tuhan Yang Maha Esa krena atas rahmat-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudu “KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN” tepat pada waktunya. Dalam
proses penyusunan makalah ini,penulis mendapatkan bantuan,bimbingan yang baik
dari berbagai pihak.
Oleh karena itu,melalui kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen yang telah
membimbing dalam pembuatan makalah ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini jauh dari kesempurnaan,masih banyak kekurangan dan banyak
kelemahan.
Oleh karena itu,penulis mengharapkan saran dan kritik
dari pembaca yang sifatnya membangun guna menyempurnakan makalah ini. Akhir
kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bukan hanya bagi penulis melainkan juga kepada para pembaca.
Pekanbaru,16 Oktober
2015
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
B. Permasalahan...................................................................................................................... 1
C. Tujuan Makalah................................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Filsafat Kekuasaan............................................................................................................. 4
B. Pengertian Kekuasaan......................................................................................................... 4
C. Sumber Kekuasaan............................................................................................................. 6
D. Cara Berkuasa................................................................................................................... 10
E.
Taktik Kekuasaan.............................................................................................................. 11
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN.................................................................................................................. 12
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG
Setiap manusia pada hakikatnya adalah pemimpin dan
setiap manusia akan diminta pertanggung jawaban atas kepemimpinannya kelak.
Manusia sebagai pemimpin minimal mampu memimpin dirinya sendiri. Setiap
organisasi harus ada pemimpinnya yang secara ideal dipatuhi dan disegani
bawahannya.
Organisasi tanpa pimpinan akan kacau balau. Oleh
karena itu, harus ada seorang pemimpin yang memerintah dan mengarahkan
bawahannya untuk mencapai tujuan individu, kelompok dan organisasi. Dari
kepemimpinan itu, maka muncul lah kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemungkinan seorang pelaku mewujudkan
keinginannya didalam suatu hubungan sosial yang ada termasuk dengan kekuasaan
atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan kemungkinan itu. Seorang
pemimpin mempunyai kekuasaan untuk mengatur dan mengarahkan anggota-anggotanya.
Kekuasaan adalah kewenangan yang didapatkan oleh
seseorang atau kelompok guna menjalankan kewenangan tersebut sesuai dengan
kewenangan yang diberikan, kewenangan tidak boleh dijalankan melebihi
kewenangan yang diperoleh. Maka kepemimpinan tidak akan pernah lepas dari
kekuasaan untuk mengatur anggota-anggotanya. Kepemimpinan adalah suatu
aktivitas untuk mempengaruhi perilaku orang lain agar supaya mereka mau
diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Cara mempertahankan kekuasaan ialah menghilangkan
aturan lama, birokrasi yang baik dan konsolidasi vertical dan horizontal. Cara
memperkuat kekuasaan yaitu dengan menguasai bidang-bidang kehidupan secara
damai dan menguasai bidang-bidang kehidupan secara koersif.
1.2
Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, dapat diambil
rumusan masalah sebagai berikut:
1.
Apa yang
dimaksud dengan kekuasaan?
2.
Apa saja sumber
dari kekuasaan?
1.3
Tujuan Masalah
Dari latar belakang dan rumusan masalah diatas maka
tujuan masalah dari makalah ini ialah:
1.
Dapat mengetahui
apa pengertian dari kekuasaan.
2.
Dapat mengetahui
apa saja sumber yang ada pada kekuasaan.
BAB II
PEMBAHASAN
KEKUASAAN DAN KEPEMIMPINAN
Pemimpin pemerintahan adakalanya tidak memiliki
kekuasaan karena kekuasaan berada pada pihak lain misalnya pedagang yang
memenangkannya ketika pemilihan, kepala negara yang diberi posisi yang dominan
oleh konstitusi, atau bahkan kekuasaan berada pada tangan rakyat banyak disaat
sedang anarkisnya keadaan.
Pengaruh (influence) adalah berbagai yang dilakukan
seseorang untuk mengubah perilaku atasannya, teman sejawat, maupun para
bawahannya. Untuk mengubah perilaku berbagai pihak tersebut, seorang pemimpin
menggunakan berbagai upaya antara lain: penggunaan kekuasaan (Power), taktik
mempengaruhi (Influence Tactics), mentoring, modifikasi perilaku (behavior
modification) dan komunikasi. [1]
Kekuasaan dan keagungan berada diantara kesenangan
setiap orang, dimana semua kesenangan dapat berada diatas segalanya hanya melalui
kekuasaan. Karena kekuasaan orang menjadi koruptor, dimana kewenangan dapat
menjadikan orang leluasa membuat penyimpangan serta dengan kekuasaan orang akan
mudah membuat keboborakan dan kesalahan yang tidak menyenangkan orang lain pada
umumnya.[2]
Dengan kekuasaan membuat orang memiliki wewenang untuk
melakukan sesuatu didalam kelompok yang mengakui kekuasaan tersebut, baik
didalam kelompok atau organisasi sosial dan politik kemasyarakatan serta
kelompok usaha bisnis. Kekuasaan itu memberi legitimasi untuk bertindak, dengan
alasan pengamanan kepentingan kelompok, kadang-kadang tidak dapat dibedakan
dengan kepentingan penguasa (individu) yang memiliki kekuasaan.
A.
Filsafat
Kekuasaan
Kekuasaan selalu ada didalam setiap masyarakat baik
yang tradisional maupun yang modern, hanya dibagi-bagi sesuai dengan fungsinya,
kalau tidak dibagi justru timbul makna yang pokok dari kekuasaan, yaitu secara
tirani mampu mempengaruhi semua pihak sesuai kehendak pemegang kekuasaan itu
sendiri.
Menurut Max Weber kakuasaan adalah kesempatan
seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan
kemauan-kemauannya sendiri, dengan sekaligus menerapkannya terhadap
tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu.
Jadi kekuasaan dapat didefinisikan sebagai hasil
pengaruh yang diinginkan seseorang atau sekelompok orang, sehingga dengan
begitu dapat merupakan suatu konsep kuantitatif dan kualitatif karena dapat
dihitung hasilnya dan dapat dirasakan pengaruhnya. Misalnya berapa luas wilayah
jajahan seseorang, berapa banyak orang yang berhasil dipengaruhi, berapa lama
yang bersangkutan berkuasa, berapa banyak barang yang dimiliknya, serta
seberapa terpengaruh orang lain oleh dirinya.
Dari uraian ini terlihat bahwa kekuasaan dapat
meliputi ruang dan waktu, yang didalamnya ada barang, manusia, dan uang. Tetapi
pada ghaibnya kekuasaan itu dinilai pada pengaruhnya terhadap manusia, terutama
kekuasaan dalam pemerintahan suatu negara. [3]
B.
Pengertian
Kekuasaan
Kekuasaan ialah suatu bagian yang merasuk keseluruh
sendi kehidupan organisasi. Manejer dan non manejer menggunakannya. Mereka
memanipulasi kekuasaan untuk mencapai tujuan dan dalam kebanyakan hal untuk
memperkuat kedudukan mereka. Keberhasilan atau kegagalan seseorang dalam
menggunakan atau bereaksi terhadap kekuasaan, sebagian besar ditentukan oleh
pemahaman tentang kekuasa, dengan mengetahui bagaimana dan bila menggunakannya,
serta mampu mengantisipasi kemungkinan dampaknya.
Menurut Gibson dan kawan-kawan kekuasaan adalah
kemampuan untuk memperoleh sesuatu dengan cara yang diinginkan seseorang agar
orang lain melakukannya. Jadi kekuasaan itu adalah kemampuan untuk membuat
orang lain melakukan apa yang diinginkannya.
Ada juga
pendapat yang mengatakan kekuasaan adalah energy orisinil di luar dan didalam
diri individu. Jadi kekuasaan adalah merupakan sebuah konsep yang multi segi
yang telah di analisis dari berbagai prespektif sebagai karakteristik
individual, sebagai proses pengaruh interpersonal, sebagai komoditas yang
diperdagangkan, sebagai tipe penyebab dan sebagai topic dalam mempelajari nilai
dan etika. [4]
Kekuasaan (power) adalah kemampuan (ability) yang
dimiliki seseorang untuk menguasai sumber daya manusia, informasi dan material
agar sutau pekerjaan dapat dilaksanakan. Kekuasaan memiliki tiga unsur dimensi,
yakni kemampuan untuk mendominasi (power over), kemampuan untuk berbuat sesuatu
(power to), dan kemampuan menolak permintaan orang lain (power from). [5]
Studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan hal
yang penting untuk memahami cara kerja organisasi. Memang mungkin mengartikan
setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi sebagai melibatkan
penggunaan kekuasaan. Secara sederhana kekuasaan didefinisikan sebagai
kemampuan seseorang untuk memperoleh sesuatu dengan cara yang dikehendaki orang
tersebut. [6]
Kekuasaan seringkali dikonotasikan negative jika
dikaitkan dengan isu politik. Padahal dalam pengertian yang paling sederhana,
kekuasaan atau power berarti suatu kemampuan untuk memengaruhi orang atau
merubah orang atau situasi. Jika perubahan pada orang atau situasi adalah
perubahan yang baik, tentunya power tersebut memberikan konotasi yang positif
bahkan sangat diperlukan. Konotasi negative dari kekuasaan seringkali muncul
dikarenakan terdapat berbagai kasus dimana seseorang atau sebuah organisasi
yang diberi kekuasaan tidak menggunakannya hal positif.
Definisi kekuasaan pada umunya dijalin dengan konsep
otoritas dan pengaruh. Misalnya definisi sebelumnya yang menggunakan kata
pengaruh dalam mendiskripsikan kekuasaan, keahlian teori manajemen. Chester
Barnard, mendefinisikan kekuasaan dalam konteks “otoritas informal”, dan banyak
sosiolog organisasi mendefinisikan otoritas sebagai “legitimasi kekuasaan”.
Kekuasaan sesungguhnya merupakan konsekuensi logis
yang muncul dari setiap organisasi yang didalamnya terdapat pimpinan dan
bawahan, atau manajemen puncak dan manajemen tingkat bawah. Karena organisasi
merupakan kumpulan orang dalam pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan
untuk mengubah situasi melalui orang-orang agar perubahan terjadi. Agar
perubahan ini dapat terjadi, maka kekuasaan diperlukan. [7]
Pembagian kekuasaan adalah suatu proses yang
memerlukan waktu agar dapat berkembang dalam budaya organisasi. Diperlukan
waktu untuk mengembangkan jalur komunikasi yang lebih baik, kepercayaan lebih
besar, dan keterbukaan antara orang-orang yang berbagi kekuasaan manajer dengan
bawahan atau subunit.
Kekuasaan melibatkan hubungan antara dua orang atau
lebih. Robert Dahl, seorang ahli ilmu politik menemukan pusat perhatian
hubungan yang penting ini ketika ia mendefinisikan kekuasaan sebagai “A
mempunyai kekuasaan atas B dalam pengertian bahwa dia dapat menggerakkan B
melakukan sesuatu dimana B tidak ada pilihan lain kecuali melakukannya”.
Seseorang atau kelompok tidak dapat mempunyai kekuasaan dalam keadaan
terisolasi, kekuasaan tersebuut harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk
dilaksanakan dalam hubungan dengan orang lain atau kelompok. [8]
C.
Sumber Kekuasaan
Menurut Amitai Etziomi yang dikutip oleh Miftah Thohah
mengatakan bahwa sumber dan bentuk kekuasaan itu ada dua yakni kekuasaan
jabatan (position power) dan kekuasaan pribadi (personal power). Perbedaan
keduanya bersemi pada konsep kekuasaan itu sendiri sebagai suatu kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku. Kekuasaan dapat diperoleh dari jabatan organisasi,
pengaruh pribadi, atau keduanya.
Seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain untuk melakukan kerja karena jabatan organisasi yang
disandangnya, maka orang itu memiliki kekuasaan jabatan. Adapun seseorang yang
memperoleh kekuasaan dari para pengikutnya dikatakan mempunyai kekuasaan
pribadi. Bisa saja seseorang bisa memiliki keduanya. [9]
Berdasarkan teori organisasi dinyatakan, ada beberapa
bentuk kekuasaan yang ada didalam suatu bentuk struktur organisasi, antara
lain: kekuasaan paksaan, kekuasaan imbalan, kekuasaan yang legitimate,
kekuasaan yang direkomendasi, dan kekuasaan karena keahlian, serta kekuasaan
perwakilan. Selanjutnya kekuasaan dapat dilihat berdasarkan jalur hierarki,
seperti kekuasaan keatas dan kebawah, serta kesamping. [10]
Ada beberapa cara berkuasa yang perlu diketahui,
mengapa seseorang atau sekelompok orang memiliki kekuasaan, dibawah ini lima
nomor pertama dikemukakan oleh J.R.P. French dan Bertram Raven dan sedangkan
dua nomor berikutnya adalah gabungan dari beberapa pakar, untuk lengkapnya
diuraikan yaitu sebagai berikut:[11]
1.
Legitimate Power
(Kekuasaan Legitimasi/sah)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena surat keputusan
atau pengangkatan masyarakat banyak, yang selanjutnya diterima sebagai pemimpin
untuk berkuasa di daerah atau wilayah tersebut. Kekuasaan legitimasi ialah
kemampuan seseorang untuk mempengaruhi karena posisinya. Seseorang yang
tingkatannya lebih tinggi mempunyai kekuasaan atas orang-orang yang
kedudukannya lebih rendah.
Para bawahan memainkan peranan utama dalam pelaksanaan
kekuasaan legitimasi. Jika bawahan memandang penggunaan kekuasaan tersebut
sebagai sah, mereka akan patuh. Akan tetapi, budaya, kebiasaan, dan sistem
nilai suatu organisasi menentukan batas kekuasaan legitimasi. [12]
Seorang prajurit akan merespons posisi komandan karena
pangkatnya lebih tinggi. Pada sistem tradisional, seorang pengikut akan selalu merespons
pimpinannya. Maksudnya ditujukan kepada siapa saja bahwa pengaruh seseorang
adalah diasosiasikan sebagai prediksi dari keunggulan yang besar dari
penggunaan kekuasaan yang harus dilegitimasi secara tradisional.
2.
Coercive Power
(Kekuasaan Paksaan)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena seseorang atau
sekelompok orang yang mempergunakan kekerasan dan kekuatan fisik serta
senjatanya untuk memerintah pihak lain. Coercive power atau kekuasaan untuk
memberikan hukuman adalah kebalikan atau sisi negatif dari reward power.
Kekuasaan ini merupakan kekuasaan seseorang untuk memberikan hukuman atas
kinerja yang buruk yang ditunjukkan oleh SDM atau tenaga kerja dalam sebuah
organisasi. Kekuasaan jenis ini banyak ditemukan dalam organisasi yang bersifat
otoriter.
Secara positif kekuasaan paksaan ini dapat
dipergunakan pada kondisi dimana karyawan belum memiliki tingkat kognisi yang
memadai. Apabila kognisi karyawan semakin baik peningkatannya, maka afeksi atau
perasaan sudah dapat mempertimbangkan sikap yang akan menjadi gambaran
perilakunya, kondisi ini dapat dilakukan apabila ada program pendidikan dan
pelatihan. [13]
3.
Expert Power (Kekuasaan
Ahli)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena keahliannya
berdasarkan ilmu-ilmu yang dimilikinya, seni mempengaruhi yang dipunyainya
serta budi luhurnya sehingga orang lain membutuhkannya. Seseorang mempunyai
kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Para ahli
mempunyai kekuasaan meskipun peringkat mereka rendah. Seseorang dapat memiliki
keahlian teknis, administrative, atau yang menyangkut persoalan manusia.
Semakin sulit mencari pengganti ahli tersebut, semakin tinggi tingkatan
kekuasaan ahli yang ia miliki.
Kepercayaan dari pengikut dapat terjadi sebagai akibat
dari pengaruh strategi kepemimpinan untuk menciptakan popularitas, yang
kemudian menjelma menjadi kepercayaan yang sangat kuat bagi pengikutnya, serta
kemampuannya untuk meyakinkan atasannya dengan keahlian kepemimpinannya.
4.
Reward Power
(Kekuasaan Imbalan)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena seseorang
terlalu banyak memberi barang dan uang kepada orang lain sehingga orang lain
tersebut merasa berhutang budi atau suatu ketika membutuhkan kembali
pemberiannya yang serupa. Reward power atau kekuasaan untuk memberikan
penghargaan adalah kekuasaan yang muncul sebagai akibat dari seseorang yang
posisinya memungkinkan dirinya untuk memberikan penghargaan terhadap
orang-orang yang berada dibawahnya. [14]
Kekuasaan yang terbentuk karena pemberian imbalan
merupakan dasar bagi pengikut (bawahan) yang mempengaruhi kapasitas kerja
mereka sesuai dengan besarnya imbalan yang diterima. Imbalan dapat membuat
kepuasan bawahan untuk beberapa pemenuhan kebutuhannya. Dengan demikian
kekuasaan dengan imbalan dapat mempengaruhi orang untuk mengikuti perintah
atasannya, apabila dapat imbalan meningkat, maka kekuasaan yang dimiliki atasan
kadarnya akan lebih kuat dan sangat berpengaruh sebagai akibat dimana
peningkatan imbalan ini dapat membuat tingkat kepuasan meningkat untuk
sementara.
5.
Referent Power
(Kekuasaan Referen)
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena penampilan
seseorang, misalnya wajah yang rupawan dari wanita cantik dapat menguasai
beberapa pria, ataupun penampilan pangkat dan tanda jabatan seorang pejabat
akan menimbulkan kekaguman. Referent power adalah kekuasaan yang muncul akibat
adanya karakteristik yang diharapkan oleh seseorang atau sekelompok orang
terhadap seseorang yang memiliki pengaruh terhadap seseorang atau sekelompok
orang tersebut.
6.
Information
Power
Yaitu kekuasaan yang diperoleh karena seseorang yang
begitu banyak memiliki keterangan sehingga orang lain membutuhkan dirinya untuk
bertanya, untuk itu yang bersangkutan membatasi keterangannya agar terus
menerus dibutuhkan. Informasi adalah konteks dimana data diletakkan.
Pengetahuan dianggap oleh beberapa pakar sebagai suatu
hal yang jauh lebih bermakna dibanding apapun didalam struktur organisasi.
Pengetahuan didefinisikan sebagai sebuah kesimpulan atau analisis yang
disarikan dari data dan informasi. Data mencakup fakta-fakta, angka-angka
statistic, dan hal-hal spesifik.
7.
Connection Power
Yaitu kekuasaan karena seseorang memiliki hubungan
keterkaitan dengan seseorang yang memang sedang berkuasa, hal ini biasanya
disebut dengan hubungan kekerabatan atau kekeluargaan (nepotisme). Kekuasaan
koneksi ialah kekuasaan yang bersumber pada hubungan yang dijalin oleh
seesorang (pimpinan) dengan orang-orang penting atau berpengaruh baik diluar
maupun didalam organisasi.
D.
Cara Berkuasa
Apabila seseorang pemangku jabatan (pemimpin) dalam
pemerintahan tidak memiliki kekuasaan terhadap bawahan ataupun masyarakatnya
maka ada beberapa cara untuk kembali berkuasa, hal ini dikemukakan oleh seorang
pakar bernama Strauss, untuk lengkapnya dimodifikasi yaitu sebagai berikut:[15]
1.
Be Competition
Yaitu dengan cara mempertandingkan atau pun
memperlombakan bawahan dan masyarakat, sehingga secara tidak terasa mereka
mengikuti kemauan pemimpin pemerintahan tersebut, seperti lomba kebersihan,
lomba keterampilan, dan lain-lain.
2.
Be Strong
Approach
Yaitu dengan cara kemarahan yang keras dan kaku
dilengkapi dengan hantaman benda pada meja atau dinding, sehingga terkesan
menyeramkan. Untuk ini diperlukan dramatisasi keadaan.
3.
Be Good Approach
Yaitu dengan cara membujuk bawahan dan masyarakat
dengan lemah lembut, dilengkapi pemberian hadiah barang, uang dan juga jasa
tertentu sehingga bawahan dan masyarakat berhutang budi dan malu hati.
4.
Internalized
Motivation
Yaitu dengan cara menanamkan kesadaran kepada bawahan
dan masyarakat agar sepenuhnya mengerti sedalam-dalamnya tentang arti kerjasama
dan arti tujuan organisasi yang dimiliki bersama.
5.
Implicit
Bargaining
Yaitu dengan cara membuat perjanjian sebelumnya dengan
bawahan dan masyarakat, sehingga dengan begitu bawahan dari masyarakat terikat,
walaupun perjanjian tersebut tidak tertulis (apalagi tertulis) akan ada semacam
keterkaitan untuk gentar melanggarnya.
E.
Taktik Kekuasaan
Taktik kekuasaan adalah cara-cara yang ditempuh oleh
seseorang untuk menterjemahkan dasar-dasar kekuasaan menjadi tindakan-tindakan yang
spesifik. Kipnis dan kawan-kawan yang dikutip oleh Robbins (2002) menawarkan
tujuh dimensi yang taktik atau strategi dalam menggunakan kekuasaan, yaitu
sebagai berikut:[16]
1.
Reason (nalar):
memakai fakta-fakta dan data-data untuk menyajikan ide-ide secara logis dan
rasional.
2.
Friendlisness
(ramah tamah/keramahan): dengan ramah, kemauan baik, merendahkan hati dan
bertindak lembut sebelum meminta orang lain melakukan sesuatu.
3.
Coation
(koalisi): dengan meminta dukungan orang lain dalam organisasi guna menunjang
permintaan atau perintahnya.
4.
Bargaining
(tawar-menawar): melalui negoisasi atau pertukaran keuntungan dan usaha atau
kegiatan. Memberikan imbalan kepada target atau sasaran berupa uang atau
penghargaan lain sebagai ganti karena mau mentaati suatu permintaan.
5.
Assertiveness
(mempertahankan hak/ketegasan): dengan menggunakan pendekatan langsung serta
paksa seperti menuntut kepatuhan bawahan, memberi peringatan kepada bawahan
untuk taat.
6.
Higher authority
(otoritas atasan): dengan meminta bantuan pimpinan yang lebih tinggi untuk
mendukung perintah-perintahnya.
7.
Sanctions
(sanksi-sanksi): menggunakan imbalan dan hukuman, yaitu dengan memberikan
hadiah seperti janji kenaikan gaji, promosi, atau mengancam akan memberi
evaluasi yang jelek terhadap prestasi kerja, atau hukuman, tidak popular.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Kekuasaan
dan kepemimpinan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dan sangat penting
dalam kehidupan sosial di masyarakat. Kekuasaan adalah kemungkinan seorang
pelaku mewujudkan keinginannya didalam suatu hubungan sosial yang ada termasuk
dengan kekuatan atau tanpa mengiraukan landasan yang menjadi pijakan
kemungkinan itu.
Kekuasaan
sesungguhnya merupakan konsekuensi logis yang muncul dari setiap organisasi
yang didalamnya terdapat pimpinan dan bawahan, atau manajemen puncak dan
manajemen tingkat bawah. Karena organisasi merupakan kumpulan orang dalam
pencapaian tujuan, maka organisasi ditujukan untuk mengubah situasi melalui
orang-orang agar perubahan terjadi. Agar perubahan ini dapat terjadi, maka
kekuasaan diperlukan. Sumber-sumber kekuasaan ialah kekuasaan legitimasi,
kekuasaan imbalan, kekuasaan paksaan, kekuasaan ahli, kekuasaan referensi,
kekuasaan informasi, dan kekuasaan koneksi.
[1] Nurrahmi Hayani., SE.
MBA, Pengantar Manajemen, 2014, Pekanbaru, Penerbit Beneteng Media, hlm. 72.
[2] Dr. Manahan P.
Tampubolon, M.M, Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior), 2004,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 114.
[3] Dr. Inu Kencana Syafiie,
M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Bandung, 2013, Refika Aditama, hlm.
113-114.
[4] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Keorganisasian, 2009, Yogyakarta,
Graha Ilmu, hlm. 126-127.
[5] Nurrahmi Hayani., SE.
MBA, Pengantar Manajemen, 2014, Pekanbaru, Penerbit Beneteng Media, hlm. 72.
[6] Gibson Ivancevich
Donnelly, Alih Bahasa Drs. Djarkasih, MPA, Organisasi Perilaku (Organizatiton),
1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama, hlm. 295.
[7] Ernie Tisnawati Sule
& Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, 2005, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, hlm. 172-173.
[8] Gibson Ivancevich
Donnelly, Alih Bahasa Drs. Djarkasih, MPA, Organisasi Perilaku (Organizatiton),
1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama, hlm. 295-296.
[9] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Keorganisasian, 2009, Yogyakarta,
Graha Ilmu, hlm. 127.
[10] Dr. Manahan P.
Tampubolon, M.M, Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior), 2004,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 115.
[11] Dr. Inu Kencana Syafiie,
M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Bandung, 2013, Refika Aditama,
hlm.134-135
[12] Gibson Ivancevich
Donnelly, Alih Bahasa Drs. Djarkasih, MPA, Organisasi Perilaku (Organizatiton),
1985, Jakarta, Gelora Aksara Pratama, hlm. 297.
[13] Dr. Manahan P.
Tampubolon, M.M, Perilaku Keorganisasian (Organization Behavior), 2004,
Jakarta, Ghalia Indonesia, hlm. 115.
[14] Ernie Tisnawati Sule
& Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, 2005, Jakarta, Kencana Prenada
Media Group, hlm. 173-174.
[15] Dr. Inu Kencana Syafiie,
M.Si, Kepemimpinan Pemerintahan Indonesia, Bandung, 2013, Refika Aditama, hlm.
135-136.
[16] Komang Ardana, Ni Wayan
Mujiati, Anak Agung Ayu Sriathi, Perilaku Keorganisasian, 2009, Yogyakarta,
Graha Ilmu, hlm. 129.
DAFTAR PUSTAKA
Ardana, Komang; Mujiati, Ni
Wayan; Ayu Sriathi, Anak Agung. Perilaku
Keorganisasian.
2009. Yogyakarta. Edisi ke-2. Graha Ilmu.
xii=208 hlm, 1 jil. : 23 cm.
Griffin, Ricky. Manajemen. 2004. Jakarta. Erlangga.
Gelora Aksara Pratama. Ed. 7. Jilid 2.
Hayani, Nurrahmi. Pengantar Manajemen. 2014. Pekanbaru.
Penerbit Benteng Media.
L. Gibson, James,dkk. Organisasi Perilaku Struktur Proses. 1985.
Jakarta. Erlangga. Ed. 7.
Gelora
Aksara Pratama.
Luthana, Fred. Perilaku Organisasi. 2006. Yogyakarta.
Andi. Ed. 1.
M. Ivancevich John, Robort
Konopaske, Michael T Matteson. Perilaku
dan Manajemen
Organiasi,
Edisi Ketujuh. 2006. Gelora
Aksara Pratama.
P. Tampubolon, Manahan. Perilaku Keorganisasian (organization
Behavior). 2004. Jakarta.
Ghalia Indonesia.
Syafiie,Inu
Kencana. Kepemimpinan Pemerintahan
Indonesia. Refika Aditima. Bandung.
2002.
Tisnawati Sule Ernie,
Kurniawan Saefullah. Pengantar Manajemen. 2010. Jakarta. Kencana.
Prenada Media Group.
Thoha, Miftah. Perilaku Organisasi Konsep dasar dan
Aplikasinya. 2005. Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar